All Chapters of SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN : Chapter 21 - Chapter 30
44 Chapters
Bab 21
HabibDengan membawa rasa malu yang teramat besar akhirnya aku harus angkat kaki dari rumah sakit tersebut. Akan tetapi di samping rasa malu ini, ada sebuah dugaan yang justru membuatku lebih sedikit lagi.Dokter Albert, Aku curiga pada pria itu. Dia orang asing, akan tetapi mengapa dia yang bersedia membiayai pengobatan istriku? Kuingat-ingat kembali muka dokter Albert yang terlihat mencerminkan pria berpendidikan, lengkap dengan jas dokternya, membuat rasa cemburuku semakin menjadi-jadi. Aku tak ikhlas bila Amira ada hubungan dengan pria tersebut.Memang aku sudah tidak mencintai Amira lagi, tapi bukan berarti aku akan membiarkannya bebas dengan pria lain. Statusnya masih sah sebagai istriku, jadi seharusnya dia bisa mematuhi sebagai seorang yang sudah mempunyai suami. Seharusnya dia jangan bersikap lancang menduai suami. Padahal dia tahu, seorang wanita yang nyata-nyata berkhianat tidak akan mencium wanginya surga. Apa dia tidak takut dengan ancaman Tuhan tersebut? Kalau benar, al
Read more
Bab 22
"Tolong percaya padaku Laila! Aku tidak mungkin melakukan yang tidak-tidak sama perempuan itu! Harus berapa kali aku mengatakan jika aku sudah tidak mencintainya lagi?" Tegasku pada Laila."Coba Mas Habib yang berada di posisiku sekarang ini, Apa Mas rela bila aku menemui mantan terus berlama-lama juga,? Apa mas Habib tidak merasakan sakit hati?" Perkataan Laila membuatku tersudut. Aku semakin bingung, bagaimana bisa aku tidak menemui Amira lagi? Sedang di sana ada dokter Albert yang kubenci keberadaannya. Jika aku tidak ke sana, bukankah sama saja denganku memberi peluang besar bagi mereka untuk semakin dekat? Waah ini tidak bisa dibiarkan. Di sampingku, Laila terus merengek-rengek. Aku sampai harus mati-matian dalam membujuknya agar kemarahan itu bisa secepatnya mereda. Aku menderita berada dalam dua masalah ini, tentang Amira dan juga kemarahan Laila. "Kalau begitu aku minta maaf Laila, aku berjanji jika menjenguk Amira, Aku tidak akan berlama-lama lagi." ucapku kemudian."Oooh,
Read more
Bab 23
Yoona"Yoon, kamu cuma berdua saja dengan ibumu? Dari tadi perasaan aku tidak melihat ayahmu," Jordan menatap sekeliling. Hari ini Jordan beserta kedua orang tuanya datang membezuk ibu. Aku senang dia datang. Tapi pertanyaannya membuat hati ini perih. Bukan marah, hanya saja aku sedih mengakui kenyataan kalau di sini memang hanya ada aku dan ibu, tidak ada keluarga lain yang menemani sebagaimana pasien-pasien yang lain. "Ya, ayahku sedang berhalangan, jadi dia tidak bisa datang," Aku menjawab singkat. Sebenarnya aku malu jujur jika sebenarnya Ayahku sedang sibuk mau kawin lagi. Memang terlalu menyedihkan."Oh, begitu," Jordan mengangguk."Sudahlah, tak usah membahas ayahku." Aku bicara berterus terang. Sebab aku memang malas membahasnya. Mendengar kata-kata ayah saja sudah cukup membuatku muak."Baiklah. Hmm... Yoon, ini aku ada uang untukmu," ujarnya."Apaaa? Uang untukku?" Aku terkejut.Aku menatap tangan jordan, di sana terselip beberapa lembar uang merah. "Ya, aku tahu kamu pas
Read more
Bab 24
Wanita itu tersungkur tepat di pangkal tangga. Membuatnya tersungkur menyusuri anak tangga. Memang sengaja tadi di sana kutaruh kulit buah pisang yang tadi mereka bawa. Aku tertawa jahat!Rasakan itu, Laila!Secepat kilat aku melangkah menuju ke kamar rawat ibu lalu duduk di depannya. Sebentar kemudian sekonyong-konyong datanglah ayahku. Di dalam gandengannya kulihat Laila yang terisak. Sedang di belakang mereka, Jordan menuruti langkah ayah.Ketika melihat Laila, aku melihat lebam di kening dan pipinya. Ternyata separah itu akibat terjatuh tadi. Maaf ya, Laila! "Kamu apakan ummimu, Yoona?" ayah serta merta membentakku."Apa maksudnya,Yah?" Tanyaku bersikap seolah tak tahu apa-apa."Kamu kenapa menyuruh ummi-mu masuk ke kamar mayat?" ayah mendelik."Kamar mayat?" Aku membulatkan mata."Tidak usah berpura tidak tahu Yoona!" sela Laila."Lihatlah, ini mukaku, ini semua karena salahmu!" hardiknya lagi."Salahku? Mukamu? Memangnya tadi habis ku apakan keningmu?" tanyaku."Gara-gara kam
Read more
Bab 25
"Yoona, mau kemana?" tanya ibu.Aku menoleh padanya."Mau ke acara pernikahan ayah, Bu!" Jawabku.Kurasa memang tidak perlu ada yang harus aku sembunyi-sembunyikan. "Ke pernikahan ayahmu? Kamu benar-benar ingin ke sana?" Mama menatap."Ya, Bu. Mereka mengundang kita. Jadi kita harus datang. Karena keadaan ibu masih belum sehat betul, jadi biarkan aku yang mewakili," jawabku."Nak, apa kamu yakin? Ibu takut sesuatu terjadi padamu di sana nak," Beliau terdengar mengkhawatirkanku.Aku mendekati ibu dan menggenggam tangan beliau."Ibu tidak perlu mengkhawatirkan aku. Bukankah Ibu lihat kalau aku sudah besar sekarang? Aku sudah SMA Bu, Jadi bukan anak kecil lagi. Akulah yang seharusnya mengkhawatirkan ibu, oleh karena itu aku tidak akan pergi terlalu lama." Aku meyakinkan ibu.Ibu kembali terlihat diam. Dalam beberapa detik tidak ada kata yang terucap dari bibirnya. "Apa ibu menyimpan rasa sedih karena keputusan yang kita ambil Bu?" Aku bertanya.Barangkali saja Ibu masih menyukai ayahku
Read more
Bab 26
"Hadiah macam apa ini, Yoonaaaa!!"Aku menatap Yoona geram. Namun anak tersebut hanya menatapku dengan ekspresi datar-datar saja. Bagaimana aku tak merasa semakin emosi coba. "Bagaimana mungkin orang seperti kamu bisa mengurus surat seperti ini? Jangan hilang kalau kamu memberikan aku surat palsu! Kalau kamu memasukkan semua dataku, ulama bisa aku laporkan ke pihak berwajib, Yoona!" aku menghardiknya."Itu bukan palsu! Kalau ayahmu menyangsikan keasliannya, ayah bisa cek sendiri ke kantor yang berwenang.""Yoona benar, tidak ada pemalsuan data sedikitpun." Tiba tiba seorang pria yang dari tadi kulihat mengikuti langkah Yoona ikut bicara. Ckckck... Siapa pria ini? Lancang sekali dia ikut campur urusanku!"Siapa pria ini, Yoona?""Dia Pak Rangga, pengacara kami. Berkat bantuan beliau kami bisa mengurus semuanya. Kami memang berhutang budi padanya."Jawaban Yoona sempat membuatku shock."Pengacara?" Tanpa sadar bibir ini berucap. Tentu saja aku heran. Bagaimana bisa mereka yang tidak b
Read more
Bab 27
"Aku benar-benar minta maaf Abah karena sepertinya aku tidak bisa membantu membayar tanah yang akan Abah beli. Tabunganku menghapus drastis karena keperluan tidak terduga di hari pernikahan kami." Dengan menundukkan kepala, aku menjelaskan apa yang harus kujelaskan. Aku berkata dengan jujur, Sebab aku tak ingin malu dua kali. Ayahanda istriku tersebut melihatku dengan sorot mata yang tak kumengerti. Jangan-jangan dia kecewa padaku."Tidak apa-apa, Nak Habib. Sebelumnya Abah juga sebenarnya ingin menunda pembelian tanah tersebut. Tapi karena kamu bilang siap membantu, makanya perjanjian itu Dil dilakukan esok pagi. Sayangnya Abah baru tahu hari ini kalau kamu tidak bisa membantu. Lain kali beritahulah jauh-jauh hari, Nak."Mendengar perkataan Abahnya Laila, aku bisa sedikit bersyukur karena dia tidak meluapkan kemarahan. Walaupun sebenarnya aku menjadi sangat malu. Aku baru saja menikahi putrinya, tapi secepat ini aku memberikan kesan buruk padanya. "Dengar-dengar, kamu dipecat dar
Read more
Bab 28
YoonaKu langkahkan kaki ini dengan segera. Tidak sabar lagi rasanya ingin sampai ke tempat di mana ibu berada. Dari kejauhan aku melihat ibu sedang di depan ruang rawatnya. Kondisinya terlihat lebih bugar. Dari jauh Ibu sudah tersenyum padaku. Senyum yang membuat semangatku kian tumbuh.Dengan rasa terharu aku mendekat"Ibu," aku menyambut tangan ibu lalu menciumnya. "Ini buat ibu, semoga ibu suka. Kalau ibu suka, ibu bisa menghabiskannya." senyumku.Segera aku menyodorkan kresek yang kubawa padanya. Tadi dalam perjalanan pulang sekolah aku membeli roti bakar kesukaan ibu. "Terimakasih, nak!" Ibu menyambut.Hari-hariku sekarang semakin penuh dengan sukacita. Bagaimana aku tak senang, Ibu sudah bisa berjalan meski belum bisa menempuh jarak terlalu jauh. Tapi ini sudah jauh membuatku lebih bersyukur. Setidaknya Ibu sudah bisa dikatakan sembuh. Namun meskipun begitu dokter Albert bilang sebaiknya kami tidak usah pulang terlalu cepat, menurutnya akan jauh lebih baik bila Ibu dirawat
Read more
Bab 29
Habib"Mas, mana janjimu dulu yang mau membelikanku rumah baru?" Laila bertanya.Ya, aku masih ingat jika aku pernah berjanji untuk membelikannya rumah baru. "Aku tidak mau terus-menerus tinggal di rumah ini! Kemarin aku sudah mendengar isu-isu miring orang tentangku. Aku tidak mau dibilang hidup numpang, Mas!" Tegas Laila kembali."Ada yang bilang aku numpang hidup di rumah mantan istri kamu! Kamu pikir enak dibilang begitu? Sama sekali tidak Mas!" Laila lagi-lagi mendesakku untuk segera membeli rumah baru. "Insyaallah bulan depan kita akan membeli rumah baru. Dik Laila yang sabar dulu. Mas harus cari lokasi yang baik dan strategis buat kita." terangku.Tentu saja aku tidak bisa membelinya dalam waktu sesingkat ini. Setidaknya aku harus menunggu sampai rumah ini laku terjual terlebih dahulu. Karena dari sanalah aku akan mendapatkan uangnya. Aku kembali mencoba untuk mempromosikan rumah ini pada berbagai marketplace, mulai dari memposting di media sosial, hingga menawarkan dari mu
Read more
Bab 30
Kudekati Laila, kugenggam kedua tangannya. Aku ingin bicara padanya dari hati ke hati. Aku sudah lelah menanggapi semua prasangka buruknya yang sama sekali tidak pernah kulakukan. "Sayang, sekarang dengar suamimu ini baik-baik. Aku tidak pernah mencintai wanita manapun sebesar aku mencintai kamu. Aku tidak pernah menyayangi wanita manapun seperti aku menyayangi kamu. Aku berkata sungguh-sungguh. Jadi tolong, jangan curigai aku pada wanita manapun. Aku mohon," aku harus mohon-mohon padanya hanya demi agar dia tidak terus-menerus berprasangka buruk padaku. Senaas ini memang hidupku sekarang. Padahal dulu seingatku, selama hidup bersama Amira aku bebas kemanapun, bebas untuk melakukan apapun tanpa dicurigai. Atau mungkin memang pernah Amira curiga, tetapi Amira wanita yang terlalu mudah untuk kuatasi. Mungkin karena ruang geraknya telah ku batasi sedemikian rupa, Karena itulah Amira tidak bisa berbuat banyak. Dan aku suka kehidupan seperti itu. Aku merasa derajatku lebih tinggi ketika
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status