All Chapters of SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN : Chapter 31 - Chapter 40
44 Chapters
Bab 31
"Assalamualaikum," seseorang mengucapkan salam. Aku melirik ke arah daun pintu.Aku tersenyum ketika melihat Pak Abbas dan istrinya sudah datang. Tanpa dijelaskan pun aku sudah tahu apa maksud kedatangannya kemari. "Pak Abbas sudah datang rupanya. Silakan masuk dulu Pak," ujarku."Terimakasih, Habib," Beberapa saat kami berbasa-basi dan aku memberi mereka waktu untuk menyantap hidangan yang disajikan oleh Laila."Rencananya hari ini aku dan istri akan melihat-lihat kondisi rumah terlebih dahulu," ucapnya kemudian."Oooh silakan, Pak, Bu. Silakan di cek." Laila menyambut hangat."Rumah saya ini berukuran cukup besar, mempunyai tiga kamar, dua kamar mandi, satu ruang tamu, satu ruang keluarga , dan ukuran halaman yang insya Allah tidak mengecewakan," aku mulai mempromosikan rumah yang akan kujual ini.Aku menunjukkan pada mereka ruangan demi ruangan."Rumah ini lumayan besar, dan gaya bangunan juga lumayan bagus." Pak Abbas memuji."Terima kasih, Pak. Ketika membangun rumah ini dulu,
Read more
Bab 32
Laila.Tiiin... Tiiin...Suara klakson didepan rumah. Aku segera menghampiri.Oh ya ampun, pak Abbas rupanya."Mas! Mas!" Buru-buru aku memanggil Mas Habib."Ada apa, Dik Laila?" "Ada Pak Abbas, Mas. Bagaimana sekarang? Kita harus apa?" aku panik. Aku tak ingin asa kegagalan di sini. Mas Habib langsung menemui Lak Abbas."Bagaimana, Bib? Kami sudah lama menunggu. Kenapa tak datang-datang juga?" Pak Abbas terlihat kesal."Aduh maaf Pak Abas bukan bermaksud tidak mau ke sana. Tapi kami sedang sibuk mencari sertifikat yang lupa ditaruh di mana?" Jawab suamiku meminta maaf."Aduh bagaimana sertifikat bisa hilang? Kalau sertifikatnya tidak ada bagaimana proses jual beli bisa dilakukan?" Tanggap Pak Abbas."Kami juga bingung, Pak. Tolong kasih kami waktu terlebih a untuk menemukan sertifikatnya." Ujar suamiku."Perjanjian kita kan hari ini, Bib. Bagaimana bisa ditunda-tunda? Kalau memang benar-benar hilang mengapa tak kau cari kemarin? Kamu tahu kan waktuku tak banyak Aku punya pekerjaan
Read more
Bab 33
Kurang ajar Yoona. Suaranya di ponsel telah mempermalukan aku di depan Mas Habib. Lagi pula mengapa dia harus menceritakan soal pesan yang kukirimkan padanya kemarin? Atau mungkin dia sengaja ingin? Dasar! "Benar kamu mengatakan sudah mengalihkan nama di sertifikat? Kalau begitu di mana kamu menyimpannya?" Mas Habib menatapku. Mungkin saja dia curiga karena mendengar perkataan Yoona tadi."Mana ada aku mengatakan begitu Mas, apa mas tidak tahu bagaimana kelakuan Yoona yang selalu saja ingin menyudutkanku? Kalau sudah tahu sifatnya begitu, harusnya Mas tidak usah menaruh kepercayaan lagi padanya!" ucapku.Aku tidak suka apabila masa dipercaya pada kata-kata Yoona."Tidak usah percaya pada Yoona, Mas! Anak itu memang sengaja ingin memporak-porandakan hubungan kita! Mas tahu dia tidak suka padaku, kan? Dia tak senang melihat kita bahagia! Makanya Yoona dan Amira menghalalkan segala cara! Coba Mas pikir baik-baik mana mungkin aku bisa mengotak-atik sertifikat sembarangan tanpa campur tan
Read more
Bab 34
"Kamu HRD di sini??" Mas Habib menatapku seakan tidak percaya.Aku sendiri sebenarnya tidak percaya akan bertemu mereka hari ini. Bertemu dengan dua orang ini adalah sesuatu hal yang sebenarnya tidak kuharapkan. Luka yang mereka torehkan di hati ini bahkan belum kering. Tapi aku berusaha untuk menutupi luka itu dengan bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Karena aku juga menyadari bahwa tidak ada gunanya menahan seseorang yang memang berniat ingin pergi. Hati ini mengikhlaskan dengan segenap jiwa terhadap apa yang telah terjadi. "Tidak mungkin dia HRD di sini Mas! Jangan percaya dengan bibirnya yang terbukti suka berbohong ini! Palingan kamu di sini hanya sebagai petugas kebersihan, kan?" Laila berkata dengan kasarnya.Aku sendiri sebenarnya tidak percaya sosok Laila ternyata sedemikian kasar, sungguh berbanding terbalik dengan tampangnya yang terlihat lembut. Seperti ini rupanya sifat asli wanita pilihan mantan suamiku ini. Lihatlah betapa dia berusaha meyakinkan mas Habib k
Read more
Bab 35
Bab 35Habib"Apaaa? Amira sudah sembuh dari sakitnya?" Ibuku membawakan mata ketika kuberi kabar itu."Iya, Bu. Dia sudah sehat. Bahkan dia sudah bekerja sekarang." jelasku lagi."Tidak mungkin!" Kelihatannya Ibu tak suka dengan kabar tersebut."Tapi kenyataannya itu yang kulihat Bu," ucapku meyakinkan."Bagaimana bisa dia sembuh? Apa dia memakai jasa orang pintar?" Terdengar Ibuku seperti menyimpan kecurigaan."Aku tidak tahu Bu.""Lalu di mana dia tinggal sekarang?" Tanya ibu kemudian."Aku tidak tahu di mana persisnya dia tinggal. Aku bertemu dengannya di tempat dimana dia bekerja," "Kerja apaa?" Ibu kembali nampak penasaran."Mbak Amira kerja apa?" Elia juga tak kalah ingin tahu."Dia bekerja di kantornya Pak Ardhi,""Haaa? Dia kerja di sana?" Elia kaget."Yang benar saja kau, Habib!" Ibu mencoba menampik. Mungkin dikiranya aku sedang bercanda."Aku serius bu," ucapku."Kalau begitu bagaimana caranya?" Ibu bertanya-tanya, dimana aku sendiri tidak tahu apa jawabannya."Ya aku jug
Read more
Bab 36
"Jadi enak jangan sembarangan bicara! Aku ini istri ayahmu! ingat ibu!" Tanpa menunggu lama aku menghardik anak kurang ajar yang berdiri di hadapanku ini."Ya memang benar kamu adalah istri Ayahku! Tapi bukan Ibuku!"Aku semakin dibuat geram dengan jawaban memuakkan Yoona. Dari kecil bibirnya tak pernah diajari sopan santun dalam berbicara. Sungguh Yoona anak kurang beruntung dilahirkan oleh wanita seperti Amira yang tidak tahu bagaimana cara mendidik seorang anak dengan baik. "Anakmu memang sangat menjijikkan, Amira!" Kupandang Amira dengan rasa jijik."Aku tak lebih menjijikan daripada dirimu!" Yoona memang tak pernah kehabisan kata-kata untuk melawanku."Jangan kira aku takut padamu, Laila! Asal kau tahu aku bisa saja mendorongmu! Atau membuat luka cakaran di wajahmu! Awas saja, kalau kamu menyakiti ibuku, aku benar-benar akan melakukannya!"Aku terdiam. Aku bergidik dengan ancaman Yoona. Anak ini cukup mengerikan. Terbayang olehku bagaimana dulu dia mengerjaiku saat di rumah saki
Read more
Bab 37
"Yoona kamu habis bicara sama siapa?" Aku bertanya."Sama ayah," Yoona menjawab.Aku memperhatikan raut wajahnya yang nampak muram."Ibu lihat Yoona tampak sedih, memang apa yang telah ayah katakan?" aku kian menyelidiki."Rupanya Laila memberikan laporan palsu pada Ayah, hingga membuat ayah marah besar padaku," anak itu menjelaskan dengan raut wajah yang jauh dari kata ceria."Lalu? Apa kamu sudah coba jelaskan pada ayahmu tentang kebenarannya?""Sudah Bu. Tapi ayah lebih percaya perempuan itu," Sudah kuduga. Beginilah sifat laki-laki kebanyakan, selalu menukarkan anak di urutan kedua atau bahkan yang terakhir dalam prioritas hidupnya. Mau mengatakan sedih tapi ini memang kenyataan. Aku merangkul pundaknya. Aku kenal betul bagaimana kondisi anak ini ketika sedang dilanda kesedihan. "Bisa Yoona ceritakan kesedihan Yoona sama ibu?" Aku berujar lembut.Yoona menggangguk."Tentu,"Mulailah Yoona bicara. Menceritakan dari awal hingga akhir penggalan cerita yang menjadi sebab musabab ke
Read more
Bab 38
HabibKutatap ponsel ini dengan hati yang menanggung pilu. Aku tahu status ini sudah bercerai, tapi apakah pantas seorang Amira berkata demikian padaku? Mengapa Amira tidak menerimaku bekerja di sana? Padahal seandainya saja Amira mau berpikir lebih panjang, mungkin dia tak akan lupa akan jasa yang pernah kuberikan padanya. Walau bagaimanapun buruknya dia memandangku saat ini, tapi dia pernah menggantungkan hidup denganku. Apa dia lupa masa-masa itu?Tidak patut bagi seorang Amira mengabaikan aku dengan cara seburuk ini. Dia tak mengerti bagaimana kondisiku sekarang yang bisa dikatakan dalam kondisi sulit. Sudah sekian lama aku mencari pekerjaan belum ada yang cocok sama sekali, lebih tepatnya belum diterima. Seharusnya sebagai seorang yang pernah menjalani hidup bersama, Amira harus punya hati untuk menerima lamaran kerja aku. Sebegitu sulitnya bagi Amira untuk melakukan hal kecil tersebut? Benar-benar tidak mempunyai rasa terima kasih.Padahal sebelumnya kupikir Amira tidak akan b
Read more
Bab 39
Satu lagi kekecewaanku bertambah terhadap Laila. Aku sanggup menjual perhiasan ibuku demi untuk memberinya uang, akan tetapi ternyata Laila menggunakan uang-uang tersebut dengan membeli barang-barang yang menurutku tidak terlalu penting.Seumur-umur Aku menikah dengan Amira, Amira tidak pernah menghambur-hamburkan uang secara berlebihan seperti yang dilakukan oleh Laila.Ini bukan maksud membanding-bandingkan. Akan tetapi antara Laila dan Amira memang memiliki perbedaan yang kentara. Aku berkata begini karena aku memang merasakan perbedaan tersebut.Aku tahu Laila memang cantik, tapi tidak seharusnya dia berlaku kurang ajar. Apalagi sampai memberi perintah pada orang tuaku seolah orang tuaku bukan sosok yang harus dihormati. Apabila ku tegur, dia malah main mengancam dengan membawa-bawa nama abahnya. Ini yang membuat situasiku sulit. Mengapa ya kalau dipikir-pikir rasanya hidup bersama Laila lebih membuatku kesusahan daripada ketika dulu masih bersama Amira. Dulu memang Amira tidak
Read more
Bab 40
"Ibuuuu...!" Kekhawatiranku sedikit mulai berkurang ketika aku lihat ibu telah bisa membuka kelopak mata."Bu, Ibu sudah siuman. Syukurlah...," aku memeluknya erat.Namun sesaat kemudian, aku menyadari bahwa Ibu tidak menanggapi ucapanku. Aku menatap Ibu beberapa saat."Ha... Habib....," suara Ibu terdengar aneh.Mataku menyipit tatkala kudapati kenyataan bahwa wajah Ibu terlihat tidak simetris. Bicaranya tidak terdengar sempurna, tidak jelas, dan yang pasti ini tidak seperti biasanya."Ibuuu?" Kepanikanku mulai naik satu tingkat lagi.Sepertinya Ibu ingin mengatakan sesuatu, tapi bibirnya terlihat tidak bisa menyampaikan keinginan beliau."Kita harus membawa ibu ke rumah sakit!" ucap ucapku cepat. "Bawa saja, Mas!" tanggap Laila."Kamu ikut?""Tidak."Aku kembali dibuat termangu."Kenapa tak ikut, Dik? Kalau kamu tak ikut bagaimana aku bisa membawa ibu ke rumah sakit? Siapa yang akan membantuku nantinya?ujarku padanya."Kamu bisa minta bayar taksi, Mas! Di rumah sakit ada dokter, p
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status