All Chapters of WANITA YANG KUCERAIKAN: Chapter 11 - Chapter 18
18 Chapters
MB 11 Apakah Pergi?
"Jangan dulu ditandatangani!" cegahku mengambil berkas yang setan dipegangnya itu. "Loh, kenapa Mas? Bukankah ini yang kau inginkan dari dulu?" tanyanya menatapku lekat, mungkin mencari jawaban atas laranganku. Entah kenapa, hati ini memang agar berat jika membahas masalah pernikahan. Apa mungkin karena Devina terlalu mengulur waktu sampai aku berniat untuk mengundur perceraian ini? Benar, ini pasti tujuan dari rencananya yang terselubung. "Gapapa, pokoknya kamu boleh tanda tangannya nanti, setelah aku dan Nafisah berhasil mendapatkan restu Mama." kilahku berbohong, untuk saat ini aku hanya bisa mengulur waktu, sama seperti yang dia lakukan padaku. Bedanya, kini aku merasa tertekan, sementara dulu dia melakukannya dengan senang hati. "Ngapain?" Ia menatapku lekat. "Dengar ya, Mas, aku bisa mendapatkan laki-laki sepertimu dengan mudah, jadi untuk apa terikat hubungan dengan laki-laki yang tidak mencintaiku, kayak gak waras saja." tegas Devina sambil meneguk segelas air putih. Na
Read more
MB 12
Detak jantungku meningkat cepat ketika mendengar apa yang baru saja Mama katakan. Enggak, gak mungkin dia pergi begitu saja, aku tak percaya. "Mungkin dia sedang di kamar mandi, Ma." Aku berusaha untuk menenangkan. "Benar juga." ucapnya yang kembali terdengar ceria. "Awas saja kalau kamu melukai anak perempuan Mama satu-satunya itu, Mama coret nama kamu dari KK," ancamnya membuatku lemas seketika. Semoga saja Devina ada di rumah dan tidak melakukan hal-hal yang membuatkan naik darah, apalagi jika sampai pergi beneran. Aku akan mencari dan memarahinya. "Iy—" Tut.... Panggilan langsung terputus sebelum aku menjawabnya, dasar Mama. "Kenapa, Mas?" Nafisah tiba-tiba muncul di hadapanku. Wah, bisa gawat kalau dia tahu aslinya aku sudah punya istri. "Kok kayaknya penting, sih?" Untung saja sepertinya Nafisah tidak mendengar apa yang aku bicarakan dengan Mama. "Enggak ada apa-apa, nanti Mas tinggal pulang dulu, ya?" Nafisah menggeleng kuat. "Setelah menikah, tradisi di sini si peng
Read more
MB 13
"Apa kau tahu apa saja yang mereka lakukan?" Aku kembali mengintrogasi Haris. "Makan!" jawabnya cepat. Aku sungguh ingin memakinya ketika "Maksudku apa saja yang mereka lakukan? Kenapa kamu jadi bodoh begini, sih?" tanyaku geram. "Mana kutahu, aku bukan seorang mata-mata." ucapnya semakin membuatku dongkol. "Tapi kan kamu bisa cari tah—" Tut ... sambungan terputus. Sial*n! Kenapa orang-orang yang nelpon hari ini pada seenaknya matikan sambungan telpon, sih. Mana pada gak bisa dihubungi lagi, huh. Kucoba kembali menghubungi Devina, tapi lagi-lagi jawabannya sama. "Nomor yang ada tuju tidak dapat dihubungi." "Mas, sepertinya dari tadi gelisah terus?" Nafisah menatapku heran. Melihatnya lembut seperti ini membuatku tersadar, kalau saat ini istriku tidak hanya Devina, tapi juga Nafisah, atau mungkin memang hanya Nafisah. "Iya, masih kepikiran kemana perginya Devina." Aku berucap jujur. "Ngapain sampe kepikiran, Mas? Lagian kan dia juga bukan orang penting." Nafisah menekuk wa
Read more
MB 14
"Azril!" Ketika aku sedang menahan perut dengan kedua tangan karena kelaparan, pintu kamar diketuk beberapa kali dengan disertai suara yang memanggil namaku dengan pelan. "Azril!" panggilnya lagi, kali ini aku bisa mendengarnya dengan jelas. Ini adalah suara Bude Tintin. Aku langsung teringat dengan Jani Bude yang akan mengantarkan makanan ke kamarku pun membuatku langsung membuka pintu. "Eh, Bude, ada apa?" tanyaku basa-basi. Padahal, perutku sudah minta diisi. Melihat Bude yang membawa makanan dia sebuah nampan sedang membuat kedua mataku berbinar. "Masuk, Bude." Aku langsung bersikap seolah tidak terjadi apapun. "Ini, Bude sudah janji akan membawakan makanan untuk kamu." ucapnya sambil menyerahkan nampan itu. "Makan yang banyak, ya, sekalian Bude ada sesuatu yang mau dibicarakan denganmu." ucapnya sambil menutup pintu. Aku mengalihkan tatapan mataku, inginnya makan sendiri di sini. Eh, malah selalu gagal. "Tenang saja, Bude tidak memaksa untuk kamu menanggapi, cukup dengark
Read more
MB 15
"Berhenti membicarakan tentangku, Haris. Aku tidak punya waktu banyak. Banyak uang yang sudah aku keluarkan hanya untuk bisa menemuimu di sini." ucapku kesal. "Banyak uang?" Harus menatapku lekat, ia sepertinya tidak percaya dengan apa yang kukatakan, tapi inilah kebenarannya. "Ya." Aku menghela napas berat. Mau bagaimana lagi, aku harus segera menemukan Devina. "Untuk apa?" tanyanya cuek, pake tanya untuk apa lagi. "Tentu saja untuk mencari Devina, aku harus segera menemukannya." jawabku mantap sambil menghabiskan minuman yang kupesan dua gelas. Bukannya simpati atau apa ke, Harus malah tertawa terbahak-bahak. "Bukankah ini yang kau harapkan? Menjalani hidup hanya berdua dengan orang yang kau cintai, tanpa bayang-bayang Devina. Lalu, kenapa sekarang kau malah mencarinya?" Ia menatapku lekat, bahkan aku merasa kalau tatapannya menyiratkan kebencian. Benar, aku sendiri yang mengatakan hal itu pada diriku sendiri. Namun, entah kenapa aku malah semakin ingin mencarinya. "Tentu sa
Read more
Bab 16
Keringat langsung bercucuran dari tubuh Azril, dia tidak bisa berkata apapun dan tidak mungkin juga baginya untuk mengatakan apa yang sebenarnya sudah terjadi. Bukan hanya Azril, Bu Naya pun tidak berani menatap orang yang kini sedang berada di depannya dan juga Azril. "Katakan pada saya, Bu. Ada apa ini sebenarnya?" Bu Ami menatap kedua orang yang ada di hadapannya dengan penuh keheranan. Terlebih lagi ia sudah kehilangan jejak tentang keberadaan Devina, menantu yang sudah dianggap seperti putrinya sendiri. "Em ... anu, anu, itu .... " Bu Naya yang hendak bicara pun ditatap tajam oleh Azril, sehingga tidak berani bicara. "Anu apa, Bu?" Bu Ami kini menatap anaknya, dia yakin kalau Azril melakukan kesalahan yang besar sampai membuatnya tidak bisa menghubungi Devina. "Katakan sama Mama, apa yang sebenarnya terjadi?" Bu Ami memilih untuk duduk di sofa dengan elegan, tapi matanya masih menatap Azril dengan sorot yang mematikan. "Siapa yang menghilang?" "Itu, Ma ... peliharaan Bu Nay
Read more
Bab 17
"Apa aku sudah salah dalam mengambil langkah?" Azril merenungi semua rentetan kejadian. Memang benar, semakin ke sini ia semakin curiga kalau Nafis bukan sosok wanita yang kulihat dulu sebelum menikah. Entah apa sebabnya, apa karena dia sering meminta uang, atau karena sifatnya yang dirasa berubah. Nafis beberapa kali menelponnya lagi setelah sambungannya dimatikan, tapi lagi-lagi, Azril langsung menolaknya. Untuk saat ini, dia sangat tidak ingin mendengar suara Nafisah. "Istri barumu sepertinya belum sadar dengan kesalahannya, tapi itu tugasmu sebagai seorang suami." Arif yang melihat Salma yang baru datang seorang diri, langsung memintanya untuk duduk. Sementara mata Azril langsung menatap penuh harap. "Aku mohon, jangan sembunyikan Devina, biarkan aku membawa kembali ke rumah yang dulu hanya dipenuhi dengan kebahagiaan." Salma hanya duduk dengan tenang, ia pun sebenarnya cukup emosi dengan laki-laki seperti Azril yang tidak bisa mengendalikan apa sebenarnya yang benar-benar
Read more
Bab 18
Aku sama sekali tidak menemukan titik terang di mana Devina berada. Hatiku merasa kita dekat, tetapi tidak kunjung terlihat oleh mata. "Apa yang membuat Bapak gelisah?" Bu Naya membawakan aku makan malam sambil menatapku bingung. "Devina tidak bisa ditemukan, Bi. Aku sudah mencarinya ke rumah kedua temannya, tetapi dia tidak juga ketemu." Aku menatap makanan yang berada di atas meja dengan nanar. Ketika Devina masih ada, dia memasakan makanan kesukaanku tiga kali dalam sehari, dia menemani aku makan, bahkan memaksa menyuapi. Sayangnya aku malah menepis tangannya dan mulutku mengatakan kata-kata yang menyakitkan kalau aku tidak membutuhkannya untuk berada di sisiku. Kini, aku sadar artinya kehilangan. Rumah ini sangat hampa tanpa kehadirannya. Tidak ada lagi yang melemparkan banyak pertanyaan dalam satu waktu. "Mas, mau makan apa?" "Mau mandi atau makan dulu?" "Mas habis dari mana atau mau ke mana?" Mas ini, Mas, itu. Sekarang sudah tidak ada lagi, bahkan diri ini sangat meri
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status