All Chapters of Mengejar Cinta Istriku: Chapter 31 - Chapter 40

"Bebek rica-rica, kakap kuah kuning, kopi hitam." Ucap Diana menyebutkan pesanan untuk memastikan sudah benar yang ia bawakan itu. Pria itu hanya diam dan tak lepas pandangannya memandangi wajah Diana. Nampak matanya berembun, membuat dada Diana semakin sesak saja. Ia benci Bayu yang lagi-lagi tak mengatakan sepatah kata pun dan malah menatapnya seperti orang bodoh. "Silahkan." Ucap Diana lagi dan bergegas berbalik sebelum tangisannya mungkin tumpah dihadapan pria itu. Ia tak ingin terlihat lemah. Setidaknya tidak kali ini, pikirnya. Namun baru saja hendak melangkah, ia dihadang oleh seseorang yang paling menyebalkan. Reino, yang ia kira tak akan mengganggunya lagi, kini malah berdiri di hadapannya sambil tersenyum tak kalah bodohnya dengan Bayu. Diana melangkah kesamping, ia menghalangi, ke sisi yang lain masih dihalangi. Ia diam dan menatap Reino dengan tajam sampai pria itu menyingkir sendiri dan men

[Hari yang baik, pertama kali setelah perpisahan kami, aku berbincang dengannya. Meski penuh emosi dan harus menerima kemarahannya, aku cukup senang Diana membiarkanku menunggunya. Aku sadari tak akan mudah bagi Diana, menerima kembali seseorang sepertiku dengan segala kebodohan yang kupunya. Namun tetap saja si bodoh ini tak ingin melepaskan pusat jagat rayanya begitu saja. Aku masih ingin menunggu, dan tetap begitu meski entah harus berapa lama aku disana sampai bisa benar-benar mendapatkan kembali pelukan hangatnya juga kasih sayangnya, seperti dulu. Aku tak tahu bahwa gugatan yang aku ajukan tak pernah diproses sampai sekarang. Dan tentu bahagia sekali mendengar ia yang masih mengakui pernikahan kami di depan pria yang mencoba mendekatinya. Mendapatinya tetap menjaga diri meski berpisah denganku, aku semakin mencintainya. Dia begitu berharga, semakin hari semakin membuatku tak berdaya dengan rasa cintaku padanya. Diana, ak

"Tas udah jelek begitu, masih aja dipake, Mas." Ucap Diana, begitu ia menyadari Bayu masih menggunakan tas yang sama. Tas selempang kecil yang pernah ia hadiahkan ketika mereka masih berpacaran dulu. "Masih bisa dipake, kenapa harus diganti?" Tanya Bayu, sambil membolak-balikan benda itu. "Tapi udah jelek gitu. Kenapa gak buang aja sih beli baru?" Tanya Diana. "Sembarangan aja kamu asal buang, ini tas pemberian dari kamu kan? Inget gak kamu kasih ini waktu aku ulang tahun dulu? Kalo pun udah gak bisa dipake, aku simpen aja gak akan aku buang." Jawab Bayu. Diana pun seketika tersenyum, ia tak menyangka Bayu ternyata masih mengingat betul saat-saat yang indah seperti itu. Ia bahkan membuat benda itu terdengar sangat berharga baginya. "Aku kira kamu gak inget." Jawab Diana, lalu ia meraih tas itu dan mengamatinya dari dekat. "Inget lah, Di. Soal kamu apa aja aku inget." Jawab Bayu.

Puluhan tahun yang lalu, pernikahan terjadi antara Rita dan Sudoyo. Kehidupan dijalani dengan penuh kebahagiaan, sebab sebelumnya mereka harus memperjuangkan restu dari orang tua Rita yang menolak Sudoyo untuk menjadi bagian dari keluarga mereka. Meski begitu, akhirnya mereka dapatkan restu yang sangat mahal itu, yang membuat mereka begitu menghargai keberadaan masing sebab tahu begitu sulit perjuangan mereka sampai akhirnya bisa hidup bersama. Waktu terus berlalu hingga tak terasa sudah menginjak tahun kelima usia pernikahan mereka, dan Rita belum juga menunjukan tanda kehamilan. Tak ada tuntutan dari manapun agar mereka segera memiliki keturunan, namun nyatanya mereka memang ingin sekali memiliki anak segera. Berbagai cara sudah dilakukan termasuk melakukan program kehamilan yang tak juga membuahkan hasil. Mereka lantas mendengarkan saran dari beberapa

Diana mengerejap, ia terjaga dari tidurnya. di tengah malam yang sunyi ini, ia tak mendapati sang suami berbaring di sampingnya seperti biasa. Diana pun bangkit perlahan dan duduk disana. Menoleh ke kanan dan ke kiri, ia tak menemukan Bayu di sudut manapun di dalam kamarnya. Diana menarik nafas dalam, dan menyapu rambutnya ke belakang. Dilihatnya waktu sudah menunjukan pukul 02.00 dini hari, kemana Bayu sebenarnya? Tanyanya dalam hati. Diana pun turun dari ranjang dan keluar dari kamarnya untuk mencari keberadaan Bayu. Masih di lantai yang sama, ia mencari ke ruangan-ruangan lain namun tak mendapati suaminya dimanapun. Ia lantas memutuskan untuk turun ke bawah. Namun belum sampai habis anak tangga ia lewati, sudah ia dapati keberadaan sang suami. Bayu terlihat sedang duduk di kursi halaman belakang. Entah apa yang sedang ia pikirkan sampai tak bisa terlelap, bahkan terlihat batang rokok yang menyala menyisip diantara telunjuk dan jar