Semua Bab Bill Hotel Di Kemeja Suamiku: Bab 31 - Bab 40

Happy reading!!!*** “Kamu tega mengatakan itu kepadaku, Mas? Mas, aku menyerahkan kegadisanku juga buat kamu. Aku tidur juga hanya dengan kamu.” Ratri kali ini mengeluarkan sesak yang dirasakan lewat tangis yang tidak bisa lagi dihentikan. Kebahagiaan yang dicecap beberapa bulan ini menjadi uap yang menghilang begitu saja. Kesal, sedih, sesal, semua bercampur menjadi satu. Harga dirinya sudah lenyap entah ke mana. Dia sudah kehilangan semuanya seperti yang sudah Lana janjikan kepadanya. Sekarang, ke mana lagi dia harus mencari kebahagiaannya atau pergi menenangkan diri? Pulang ke rumah orang tuanya di kampung halamannya? Apakah setelah dia pulang orang tuanya ada jaminan dia tidak akan diusir karena sudah membuat masalah? Ratri sungguh sudah menggali kuburannya sendiri. “Mas, Mas harus bertanggung jawab dengan kehidupanku.” Meskipun sesak masih menggelayut di hatinya, suaranya sudah serak dan terbata-bata, Ratri tetap harus bicara. “Aku sekarang sudah kehilangan semuanya. Aku suda

Dibandingkan dengan Yoga, Tirta tentu masih sangat muda. Namun, meskipun begitu, bukan berarti dia lelaki yang masih menapaki karir yang rendah. Dulu dia kuliah sambil bekerja dengan sang ayah yang adalah seorang pemilik hotel. Dia benar-benar bekerja mulai dari posisi bawah. Menjadi porter, housekeeping, concierge, bahkan staff dapur pun dilakoninya.Orang tuanya mendidiknya sangat keras. Selesai kuliah dan dirasa mumpuni, dia akhirnya bisa masuk di bagian kantor, dan kini dia sudah menjadi seorang manajer di hotel tersebut. Proses yang dilaluinya tidak mudah sampai di titik ini. Tidak ada kata manja dalam hidupnya meskipun dia dilahirkan dari keluarga kaya. Terlebih lagi, dia adalah lelaki yang memiliki perasaan lebih kepada Lana. Sejak dulu hingga sekarang. Jika Tuhan memang menghendaki, maka Tirta kali ini akan mendekat untuk memperjuangkan Lana. Tirta memilih pergi dari mall tersebut dan kembali ke kantornya. Jika nanti ada kesempatan untuk dia berjuang, maka dia pasti akan bisa

Setelah mengatakan itu, Yoga pergi begitu saja dari hadapan Ratri tak peduli kalau perempuan itu meraung karena tangis. Pertengkaran itu membuat orang-orang yang berada di dekat kamar Ratri pun mendengar. Mereka yang tadinya tidak tahu pun akhirnya mengetahui siapa Ratri sebenarnya. Dia adalah seorang perebut suami orang. Tak urung, tatapan mencemooh itu dilayangkan kepada Ratri. Hal itu membuat Ratri harus menahan malu. Beruntung, kehamilan yang dia katakan itu hanyalah rekayasanya saja. Jika itu benar terjadi, maka dia sudah tidak punya muka lagi. Ratri masuk ke dalam kamar kosnya dengan langkah tergesa. Rasa malu itu sudah tidak bisa terukur lagi. “Aku benci kamu, Mas Yoga. Aku benci banget sama kamu!” Ratri melemparkan bantal dan guling di atas lantai, mengumpati Yoga dengan kata-kata kasar yang dia punya. Setelah dia memberikan semuanya kepada Yoga, lelaki itu justru membuangnya seperti sampah. Bayangan kemesraan bersama Yoga selama ini membuat air matanya mengalir cukup deras

“Kai, ini Ayah.” Lana meminta putranya mendekat agar bocah itu tahu jika lelaki yang berbaring di atas ranjang itu adalah benar-benar ayahnya. Kaisar tidak membantah dan tampak sedikit takut melihat wajah Yoga yang penuh dengan luka. Dia bahkan sesekali menyembunyikan wajahnya di belakang tubuh ibunya.Bocah berusia hampir genap enam tahun itu hanya menatap Yoga yang dalam diam tanpa bersuara. Lana menyadari jika putranya memang butuh waktu atau bahkan sampai nanti luka dan bengkat yang ada di wajah Yoga sudah mulai sembuh dan terlihat wajah aslinya. Di ranjangnya, Yoga menatap Lana dengan tatapan sedih. Lana hanya menatap Yoga tanpa bersuara. Tidak bisa dipungkiri, rasa iba itu menelusup masuk ke dalam hatinya. Namun, dia tak bisa berbuat apa-apa kecuali hanya bisa menatap. “Kai, ayo ikut Kakek. Mau beli es krim?” Ayah Yoga itu memberikan kode kepada istrinya agar berbicara dengan Lana. Lelaki itu membawa cucunya pergi setelah mendapat anggukan dari sang istri. “Lan, duduk sini,” p

“Kamu sendirian?” Lana yang tengah menikmati makanannya seorang diri itu mendongak menatap seseorang yang baru saja menyapanya. Tirta memberikan senyum ramahnya sambil menatap Lana yang dibalas Lana senyum yang sama. “Hai. Kita ketemu lagi.” Begitu kata Lana dengan mengangkat tangannya. “Boleh ikut duduk?” “Basa-basinya basi banget.” Lana memutar bola matanya membuat Tirta terkekeh kecil. Lelaki itu lantas menarik kursi yang ada di depan Lana sebelum mendudukinya. “Nggak sama Kaisar?” Tirta kali ini bukan sedang basa-basi, tetapi betul-betul bertanya serius. Pasalnya, tidak ada penampakan Kaisar di samping Lana. Biasanya, Lana akan selalu pergi dengan putranya tersebut terlebih lagi ketika ke mall seperti sekarang. “Aku sendirian.” “Tumben?” Lana tidak langsung menjawab dan menatap Tirta dengan lekat. “Kok kamu ada di sini? Meeting lagi?” Lana tampaknya enggan menjawab pertanyaan Tirta dan justru balik bertanya. Lagi, pertanyaan yang dilontarkan pun hanya sebuah basa-basi. Ini