Layla tidak menyangka gadis yang seperti kelinci putih saat kuliah dulu, sekarang bisa berbicara sekejam itu.Dia mengepalkan bibirnya erat-erat. "Dia adik kandungku!""Dia saja nggak pernah manggil aku 'kakak', terus kenapa aku harus peduli? Lagi pula, Layla, kamu pakai identitas apa buat menuntutku? Teman sekamar? Teman? Atau pengkhianat yang menusuk dari belakang?"Janice menutup laptop di sampingnya dan menatap Layla lekat-lekat.Layla tampak canggung, kedua tangannya mengepal erat. Sesaat kemudian, dia mendongak, menyibakkan rambutnya ke belakang, memperlihatkan luka di wajahnya tanpa menutupi lagi."Aku punya alasan. Janice, kamu punya Jason di belakangmu. Semuanya serba cukup. Tapi, kamu tahu nggak, gimana hidupku selama tiga tahun ini?"Saat berkata begitu, air matanya menetes. Layla menarik napas panjang, seakan-akan menahan emosi. Dia menyeka air matanya, terlihat sangat kacau dan menyedihkan."Setelah masuk perusahaan, aku langsung diincar manajerku. Kalau aku nolak, dia men
Baca selengkapnya