“Kau tidak tahu apa-apa,” desis Nyonya Lim, suaranya rendah dan bergetar, penuh dengan emosi yang dipendam. Itu bukan lagi suara penguasa yang percaya diri, tapi suara seseorang yang diingatkan pada trauma masa lalu.“Mungkin,” jawab Bu Ratna dengan tenang, tidak gentar. "Atau kau yang tidak tahu apapun tentang ayah kita.”“Apa maksudmu?” Nyonya Lim mengernyitkan dahi."Ketidaktahuan ada di pihakmu, Halima," jawab Bu Ratna dengan tenang, tatapannya penuh dengan kepiluan yang dalam. "Kau pikir kau yang satu-satunya terluka? Ayah kita, Cakra Wijaya, memberikanmu pada orang lain bukan karena tidak mencintaimu."Mendengar nama itu lagi, kali ini dengan sebutan ‘ayah kita’, Nyonya Lim terdiam membeku. Wajahnya yang biasanya maskulin dan penuh kendali, perlahan retak. Matanya membelalak, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya."Kau... kau berbohong..." gumam Nyonya Lim, suaranya hampir tak terdengar.“Tidak,” Bu Ratna menggeleng, senyum getir di bibirnya. “Ibu kita men
Terakhir Diperbarui : 2025-10-23 Baca selengkapnya