“Kau tidak perlu takut,” bisik Bu Martha, suaranya serak. “Aku... aku hanya ingin merasakan lagi. Merasakan bahwa aku masih hidup.” Tangannya yang biasanya meninju dan menangkis, kini meraih tangan Juned dengan lembut. Kulitnya kasar, tapi sentuhannya halus.Juned menatapnya. Di matanya, dia melihat bayangan Amanda yang ketakutan, Anton yang mengancam, dan Tania yang dengan mudah meninggalkannya di sini. Dia lelah. Lelah dengan penyamaran, dengan ketegangan, dengan semua permainan pikiran. Di sini, di hadapan wanita tua ini, tawarannya begitu langsung, begitu primitif, dan begitu sederhana.Dia mengangguk. Perlahan. Bukan sebagai Juned si mata-mata, bukan sebagai Arjuna si petarung, tapi hanya sebagai seorang lelaki.Itu adalah persetujuan yang dibisikkan oleh kelelahan dan keputusasaan.Bu Martha tersenyum, sebuah senyum yang melucuti semua pertahanannya selama ini. Dia memimpin Juned ke sebuah ruang kecil di belakang gelanggang, ruang ganti yang sempit dan berbau kapur barus.Ruanga
Last Updated : 2025-09-17 Read more