บททั้งหมดของ Gairah sang Pengganti: Berbagi Suami dengan Bosku: บทที่ 91 - บทที่ 100

"Kak Susan datang!" Susan datang ke rumah Hanna siang itu saat Hanna baru pulang menjemput Gio di sekolah. "Susan, bagaimana kau bisa ke sini di jam segini?" "Aku mendapat tugas keluar, jadi aku bisa mampir ke sini membawa roti untuk Gio sekalian melihat kabarmu. Bagaimana? Apa kau sudah mendapat pekerjaan baru, Hanna?" Hanna menggeleng lemah. "Tidak ada satu pun panggilan kerja. Aku masih tidak tahu statusku, bahkan surat referensi kerja saja tidak ada dan aku tidak berani meminta pada Bu Indira. Jangankan minta, bertemu dengannya lagi saja aku tidak berani, Susan." Susan menatap Hanna iba dan membelai lengannya sayang. "Aku mengerti perasaanmu, Hanna. Jujur, aku sempat syok mendengar ceritamu dan aku tidak tahu harus mengatakan apa. Aku ikut berdebar memikirkan apa dan kapan mendadak Bu Indira akan mencari masalah denganmu lagi." "Mungkin aku tidak kuat menanggungnya kalau dia mencari masalah lagi, Susan. Tidak sanggup." Hanna menutup wajah dengan tangannya dan air matanya k

Air mata Hanna langsung berlinang melihat surat cerai di hadapannya. Louis ingin menceraikannya."Surat cerai? Pak Louis ingin menceraikan aku?" lirih Hanna. "Kau bisa membacanya sendiri. Itulah yang Louis inginkan dan Louis yang membuat surat ini sendiri melalui pengacara, dia juga menandatanganinya secara sadar. Bahkan, aku terkejut mengetahui dia bertindak duluan sebelum aku melakukannya." Hanna masih terlalu sedih sampai ia tidak bisa mencerna satu pun ucapan Indira, tapi lagi-lagi Indira tidak peduli dan terus bicara. "Apa yang terjadi adalah kesalahan, Hanna. Dan kesalahan ini akan kita akhiri hari ini. Tentu saja harga dari sebuah kesalahan yang harus kubayar sangat mahal, aku lumpuh dan tidak tahu kapan aku bisa berjalan lagi." "Tapi bukankah semua perbuatan pasti ada konsekuensinya? Karena itu, aku menerimanya. Kehidupan kita akan kembali seperti dulu setelah kalian bercerai. Hanya bedanya, kau tidak bisa bekerja untukku lagi." "Dan akan lebih baik kalau kau pergi menjau

Untuk sesaat, semua orang terdiam sejenak mendengar ucapan dokter. Begitu juga Hanna yang masih begitu syok. Hanna mual. Ya, Hanna mengalami beberapa gejala seperti masuk angin, tapi sumpah Hanna tidak pernah berpikir dirinya hamil. Bahkan, ia tidak ingat lagi kapan terakhir ia datang bulan. Sepertinya sudah lama, mungkin sebelum acara hash perusahaan. Jantung Hanna memacu makin kencang. Ia hamil anak Louis. Akhirnya ia hamil anak Louis. "Jadi tolong dijaga kondisinya, Bu Hanna. Jangan terlalu stres karena hamil muda masih sangat rentan, apalagi kehamilan kembar. Maaf, apa sebelumnya Anda belum tahu tentang kehamilan ini?" Suara sang dokter membuyarkan lamunan Hanna sampai ia menatap dokter itu. Dokter itu tersenyum. "Kalau Anda belum tahu, berarti ini adalah kabar baik. Selamat ya, Anda akan punya dua bayi sekaligus. Ini hasil USG-nya. Maaf, kami berikan pada Ibu saja." Dokter itu menyerahkan hasil USG dan hasil lab pada Sena karena Sena yang meminta semua pemeriksaan itu dila

"Selamat pagi, ini kiriman makanan dari Bu Sena." Hanna membuka pintunya pagi itu dan ia begitu terkejut mendapati Sena mengirim begitu banyak macam makanan. "Ya ampun, dari Bu Sena?" "Iya, makanan sehat untuk ibu hamil.""Itu ... terima kasih." Hanna menatap makanan di mejanya sampai tidak tahu harus bagaimana. Ia hanya menggoreng telur untuk sarapan pagi ini, tapi ia malah mendapat kiriman begitu banyak. "Wah, banyak makanan!" pekik Gio yang langsung menyantap makanannya. Hanna pun langsung menelepon Sena untuk berterima kasih. "Jangan sungkan, Hanna! Tante pikir kau pasti tidak sempat memasak. Maaf, Tante tidak sempat ke sana jadi Tante hanya mengirim makanan saja." "Ah, tidak apa, Tante. Kebetulan ada acara di sekolah Gio, aku akan ada di sana sampai siang nanti.""Oh, begitu ya? Kalau begitu, makanlah dulu sebelum pergi. Perut harus kenyang. Jangan lupa minum vitaminnya. Dan jangan terlalu lelah. Jangan memakai sepatu hak tinggi juga ya, pakai flat shoes saja." Sena berp

Saat sebuah kejahatan dan kebohongan tidak kunjung terungkap, bukan berarti kejahatan selalu menang, melainkan hanya menunggu waktu yang tepat untuk terbongkar. Begitulah saat semua kebohongan dan rekayasa Indira akhirnya terdengar, bukan oleh orang lain, tapi oleh Louis langsung. Louis sama sekali tidak bisa mencegah air matanya yang meluncur begitu saja. Amarah berkumpul di dadanya, tapi ternyata rasa sedihnya tetap mendominasi sampai Louis menangis. Sungguh, Louis pernah merasa sangat mencintai Indira, tapi detik ini, ia tidak tahu makhluk apa yang pernah dicintainya itu. Dengan penuh emosi, Louis pun membuka pintu kamar itu dengan kasar. Brak!Dan pemandangan yang ia lihat membuat darahnya makin mendidih. Indira dan Ruben sedang berdiri berpelukan. Leher Indira mendongak dan Ruben sedang membenamkan wajah ke leher wanita itu. Sontak keduanya membelalak kaget sampai Indira langsung mendorong Ruben menjauh. "L-Louis?" lirih Indira dengan mata yang membelalak begitu lebar. "K