Langkah Rio terhenti. Ruangan megah itu tak ubahnya perangkap berlapis emas—lampu kristal bergoyang perlahan, memantulkan cahaya di ujung pistol yang kini menempel di pelipis Alinda. Darah mengering di sudut bibir perempuan itu. Napasnya berat, wajahnya lebam, namun tatapannya—masih utuh. Antara pasrah dan perlawanan. Pria bertopeng berdiri tegap di belakangnya, tangannya stabil menodongkan pistol. Suaranya dingin, setiap kata seolah dipahat dari es. “Satu peluru, satu keputusan, Rio. Kau datang untuk menghancurkan kami. Tapi malam ini, kau harus memilih: dia, atau misimu.” Rio tak menjawab. Tapi jantungnya berdentum keras, mengalahkan suara langkah Kayla yang mendekat dari belakang, senapannya terangkat, siaga.
Last Updated : 2025-05-11 Read more