All Chapters of Cinta Sang Pengantin Bulan Jadi Rebutan: Chapter 111 - Chapter 120

Malam pun telah tiba tepat pukul dua belas malam Rigel terbangun dari tidurnya. Ia memandangi kedua tangan yang masih dirantai. Rigel sudah kehilangan kekuatannya selama satu bulan ini tepat saat ia tiba dikediaman itu. Rigel masih tidak tahu alasan dari hilangnya kekuatan miliknya. Jika saja masih memiliki kekuatan, Rigel pasti dengan mudah kabur melarikan diri dari Mansion ini. "Aku benar-benar tak berguna," ucap Rigel merutuki dirinya sendiri. Rigel yang malang, tak pernah lagi tersenyum melainkan murung. Ia masih cantik namun tak lagi bersinar. Ketika tengah termangun melamuni nasibnya yang lara belum lagi merindukan sosok anak dan suaminya. Pintu berdecit terbuka menampaki sosok Ascella yang datang membawa segelas jus buah delima. Rigel tidak mengerti alasan Ascella terus memberinya jus serupa setiap malam tapi untuk menolak pun sulit karena Ascella tidak akan segan untuk memaksa Rigel meminumnya. Rigel memalingkan wajahnya. "Pergi! kau hanya bedebah bajingan yang menjual kebeb

"Namun dia tak pernah lelah untuk belajar memahami," sahut Rigel. Brakkkkkk! Pintu mansion seketika terbuka lebar menampaki sosok Pria berambut pirang berdiri dengan murka. Satu jentikan tangannya langsung membuat seluruh benda-benda di mansion melayang-layang. Ascella yang tahu jika akan terjadi ancaman langsung menguarkan bayangannya. "Kembalikan istriku!" bentak Adriel menggelegar ke seluruh penjuru mansion. Rigel langsung membelalakkan kedua matanya menatap hadirnya Sang Suami yang sangat ia rindukan. "Adriel!" teriak Rigel sembari hendak berlari menghampiri Adriel bahkan tangan kanannya sudah menjulur untuk meraih Sang Suami. Seketika saat itu pula seluruh isi mansion dipenuhi oleh kabut hitam yang tebal. Kabut tebal itu menutupi pandangan Rigel terhadap Adriel. Sosok suaminya itu juga perlahan-lahan terhalang kabut dan Rigel terus meneriaki namanya dengan frustasi. Belum lagi sepasang lengan kekar Harlan memeluknya dari belakang atau bahkan sengaja menahan tubuhnya. "Rigel

"Jadi kau coba katakan jika Pengkhianat ini adalah saudaramu rahasiamu?" celetuk Adriel bertanya sambil melipat kedua tangan di depan dadanya. Rigel beranjak berdiri sembari mengulurkan tangannya pada Ascella. "Seperti itulah katanya," jawab Rigel. "Psycho satu ini tak lebih dibentuk karena kegilaan ayahku sendiri jadi meski perbuatannya tercela dan tak termaafkan, kurasa sebaiknya mengurung dia lebih dulu saja," saran Rigel sembari melirik Suaminya itu. Adriel menghela napas cukup panjang. "Void, rengkuhan aktif." Adriel berucap sembari mengarahkan tangannya pada Ascella seketika membuat Pemuda itu terikat oleh rantai hitam. "Lepaskan aku! kau monster sialan!" bentak Ascella yang mencoba memberontak. "Hentikan, itu sia-sia Ascella ... lebih baik kau renungkan kesalahanmu dan ideologi sesat dari ayah kita," ujar Rigel menyela Ascella. Rigel menghampiri Adriel kemudian merentangkan kedua tangannya untuk memeluk tubuh kekar nan besar itu. "Ah, aku sangat merindukanmu," ucap Rigel m

"Yang Mulia, Anda dan keluarga Anda dalam bahaya," ucap Kaelar sembari berlari. Hal yang tak diduga-duga itu adalah sosok Rigel dan Adriel yang kebetulan berdampingan baru keluar dari aula istana. Mereka terkejut mendapati Kaelar yang berlari dengan wajah panik sementara itu Rigel sudah merasakan ancaman dari kejauhan. "Menyingkirlah Yang Mulia!" teriak Kaelar.Rigel membelalakkan kedua matanya, insting dari dalam dirinya menajam seketika saat sebuah belati dengan dorongan bayangan nyaris mengenai Adriel. "Adriel!" teriak Rigel sembari menarik pergelangan tangan Adriel agar pindah ke dekat dirinya, guna menghindari ledakan itu. "Kau pengacau Permaisuri Rigel, mahluk dari planet lain yang senantiasa jadi tameng Raja Bejat itu!" bentak Ascella dengan kedua tangan diselimuti oleh bayangan hitam. Rigel tahu dan memahami jika Pria itu dalam fase tak terkendali. Rigel bisa melihat energi bayangan yang menguar terus menerus dari Ascella. "Adriel, jika anak-anak itu berada di New Neoma, k

15 tahun kemudian Memasuki musim semi dengan setiap kelopak bunga yang mulai bermekaran. Sepanjang jalan setapak pada bagian kiri dan kanannya pohon-pohon wisteria berwarna seri, berkat setiap kelopak bunga yang mulai bermekaran harum. Sepasang kaki dibalut sepatu boots kulit hitam tampak melangkah perlahan menyusuri jalan. Pria muda memakai topi jerami menutupi wajahnya dan jubah merah kusam menutupi tubuhnya. Penghujung jalan tentram ini menghantarkannya pada sebuah bangunan ditengah hamparan padang bunga lily putih yang tumbuh subur. Ia melangkah masuk ke dalam bangunan dari keramik putih itu. Ia mendekati sebuah peti kaca putih yang ada ditengah-tengah ruangan bundar ini. Pria Muda itu melepaskan topi jeraminya. Paras rupawan dengan sepasang mata biru cerah memandangi seorang wanita di dalam peti kaca itu. Tangannya menyentuh permukaan peti kaca. "Ibu ... bagaimana kabarmu? Ayah, semakin hari hanya tenggelam pada pekerjaan, kenapa kau lama sekali tertidur Ibu?" tanya Pria Muda i