All Chapters of Dalam Genggaman Tiran Tampan: Chapter 151 - Chapter 160

Kepulangan Edward “Eddie” Kingsley ke kota bukanlah peristiwa mengejutkan dengan konferensi pers atau pesta penyambutan para elite. Tidak ada yang menyambutnya di bandara pribadi milik keluarga, tidak juga mobil limosin panjang yang biasa digunakan ayahnya, Charles Kingsley, dalam setiap acara formal. Eddie kembali dengan mobil biasa, mengenakan setelan semi kasual dan membawa hanya satu koper. Namun kehadirannya tetap menjadi pusat perhatian.Beberapa tahun terakhir, Eddie dikenal sebagai pewaris keluarga Kingsley yang lebih memilih melarikan diri ke desa. Ia membantu mengelola restoran kecil milik keluarga Belle, menjalani hidup yang jauh dari standar kemewahan dan ekspektasi yang selalu membayanginya sejak kecil. Banyak yang mengira ia menyerah. Banyak pula yang menganggapnya terlalu lembut untuk mewarisi kerajaan rumah sakit Kingsley.Tapi hari-hari itu telah berlalu.Kini Eddie berdiri di lobi utama salah satu cabang rumah sakit Kingsley dengan postur tenang dan kepala tegak. Buk

Sore mulai merambat ke langit kota saat Eddie menyelesaikan kunjungannya ke salah satu rumah sakit utama milik keluarganya. Ia baru saja menutup pertemuan dengan tim manajemen dan melakukan inspeksi kilat ke ruang rawat baru yang baru saja direnovasi. Wajahnya lelah, tapi tetap menunjukkan ketenangan khas Edward Kingsley. CEO muda yang kini semakin disukai karena kedekatannya dengan semua kalangan, dari direktur hingga pasien.Di sisi lain lorong, sekretarisnya yang rajin, Arlene, menyodorkan tablet digital sambil berjalan cepat di sebelahnya. Membaca jadwal hari esok. “Pukul sembilan pagi Bapak akan bertemu dengan tim keuangan, lalu lanjut presentasi dengan vendor alat medis, dan siangnya—”“Kirimkan semua ke emailku. Aku akan pelajari malam ini,” sela Eddie, lantas tersenyum kecil.Arlene mengangguk, “Baik, Pak Edward.”Eddie menoleh ke arah pintu utama rumah sakit, dan pandangannya terpaku pada sosok perempuan di kejauhan yang berdiri canggung dekat lobi. Clara Zheng. Masih mengen

Tawa rendah dan ejekan halus mulai kembali mengisi udara ketika Lex mengangkat gelasnya tinggi-tinggi, diikuti oleh Jamie dan Victoria. Namun, Dante tidak ikut bersulang. Matanya tidak berpaling sedikit pun dari Eddie. Tatapannya tajam, seolah mencoba membaca sesuatu yang tidak diucapkan. Eddie tampak tenang di permukaan, tetapi Dante cukup lama mengenalnya untuk melihat sesuatu yang berbeda malam ini. Ada bara di balik sorot mata itu.Tanpa berkata-kata, Dante mendorong kursinya perlahan. Ia menatap Eddie, lalu mengangguk pelan. Mengajak bicara secara pribadi.Eddie membalas anggukan itu, bangkit, lalu mengikuti Dante ke luar ruangan melalui koridor panjang yang mengarah ke balkon terbuka. Malam di luar dingin, angin mengusik kerah jas mereka, namun Dante tidak peduli. Ia bersandar pada pagar balkon, menatap gemerlap kota di bawah sana sebelum akhirnya menoleh ke arah Eddie.“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanyanya pelan.Eddie terdiam sejenak. Rahangnya mengeras. “Aku melihatnya den

Malam turun pelan di pelataran rumah sakit Kingsley. Hujan tipis baru saja reda, meninggalkan aroma aspal basah yang bercampur dengan wangi antiseptik samar dari lobi utama. Clara Zheng menurunkan masker medisnya sedikit, menarik napas panjang setelah seharian penuh mengurus administrasi dan pasien di bangsal rawat intensif. Ia melirik jam di pergelangan tangan. Hampir pukul sepuluh malam. Di depan pintu rumah sakit, sebuah taksi telah menunggu. Sopirnya melirik ke arah Clara, memberi tanda bahwa ia siap. Namun sebelum langkahnya mencapai taksi, sebuah mobil sedan hitam berhenti tepat di sisi trotoar. Jendela pengemudi menurun perlahan. Di balik kemudi, sosok yang sangat ia kenal menatapnya dengan tatapan tajam. “Masuk.” 

Pagi di rumah sakit Kingsley selalu dimulai dengan rutinitas yang teratur. Suara roda troli obat, langkah cepat para perawat, dan percakapan dokter di koridor. Namun di lantai VIP, suasana berbeda.Clara masih tertidur lemah di ranjangnya. Tirai jendela sedikit terbuka, membiarkan cahaya pagi masuk samar. Eddie duduk di kursi samping, masih mengenakan setelan yang sama seperti semalam. Ia tidak meninggalkan posisinya sejak membawa Clara ke sini.Ketukan pelan terdengar di pintu. Arlene masuk dengan langkah pelan. “Tuan Kingsley, ada seseorang yang ingin bertemu. Ia menunggu di ruang duduk lantai ini.”Eddie mengangkat alis. “Siapa?”Arlene menunduk sedikit. “Tuan Calloway.”Eddie menatap Clara sejenak, memastikan ia masih terlelap. Lalu berdiri. “Pastikan tidak ada orang lain yang masuk ke sini selama aku pergi.”Arlene mengangguk patuh.Eddie melangkah menuju ruang duduk lantai VIP. Ruangan itu luas, dengan jendela lebar yang menampilkan pemandangan kota. Jamie berdiri membelakangi p