Todos os capítulos de Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran: Capítulo 881 - Capítulo 890

Mina menghitung dengan jarinya, teringat bahwa tahun itu Kaisar menganugerahkan pernikahan antara Gilang dan Nabila pada awal Mei. Setelah itu, pasangan itu meninggalkan ibu kota untuk mencari para ahli dan orang-orang sakti.Waktu itu, Anggi sedang mengandung dan belum melahirkan. "Kalau begitu, berarti Putri Zahra hanya lebih tua enam atau tujuh bulan dari putri Jenderal Gilang?"Nabila mengangguk. "Benar sekali, yang dikatakan Nyonya Prawiro memang tepat."Dalam hati Mina berpikir, 'Baru menikah dua bulan saja mereka sudah mengandung. Alangkah baiknya kalau aku juga bisa hamil secepat itu.'Anggi tentu saja tahu apa yang sedang dipikirkan Mina. Dia meraih tangan wanita itu dan menasihati dengan lembut, "Semakin terburu-buru, justru semakin sulit berhasil. Seperti yang sudah kukatakan, jangan gelisah dulu.""Baik, saya mengerti."Nabila pun menangkap makna tersirat dalam percakapan itu. Mina dulunya adalah pelayan pribadi Anggiariani. Kini sudah berumur lebih dari dua puluh tahun bar

Jadi, menggunakan tubuhnya untuk mengikat pria itu hingga benar-benar tak bisa lepas darinya ... itu juga merupakan salah satu cara.Tora menghela napas panjang terakhirnya, lalu memeluk tubuh lembut di pelukannya. "Langit dan bumi bisa menjadi saksi betapa tulusnya aku pada Nyonya.""Aku sudah keracunan. Mungkin suatu hari nanti ... entah besok, entah tahun depan ... aku akan mati ....""Tidak, Nyonya. Aku ingin kamu tetap hidup.""Hidup ...." Najwa merenung dengan tatapan kosong, seolah memikirkan sesuatu yang jauh. Setelah lama terdiam, dia akhirnya berkata pelan, "Kalau kamu benar-benar ingin aku hidup, aku harus meninggalkan ibu kota dalam satu tahun.""Kalau nggak, begitu racunnya kambuh ... aku takkan bisa bertahan lama.""Kenapa?" Tora benar-benar tak mengerti.Najwa tersenyum pahit. "Aku punya sejenis racun. Asalkan aku meminum penawarnya setiap bulan, racunnya takkan aktif. Kalau kamu mau meminumnya, aku akan memberitahumu segalanya.""Nyonya ....""Kamu ragu?" tanya Najwa.T

Mendengar ucapan Luis itu, Aska tentu bukan orang bodoh. Dia segera menatap tajam dan bertanya, "Apakah maksud Yang Mulia ... Harfi yang bermasalah?"Luis menggeleng pelan. "Aku hanya mencurigainya. Bagaimanapun juga, selama bertahun-tahun ini belum pernah terjadi ada Kepala Biro Falak yang bermasalah. Dan orang ini adalah pilihanmu sendiri ... seharusnya nggak akan salah."Aska mengangguk perlahan. Dia juga sebenarnya merasa Harfi tak mungkin punya masalah. Saat dia menyelamatkan pemuda itu dulu, semua sudah dihitung dengan cermat. Kecuali kalau setelah hidup kembali, nasib Harfi benar-benar berubah.Melihat ekspresi Aska yang tampak ragu, Luis mencondongkan tubuh. "Kenapa? Apa kamu juga merasa ada yang aneh?"Aska menjawab lirih, "Awalnya, aku menghitung bahwa umurku takkan lebih dari tiga atau empat tahun lagi. Tapi nyatanya ... aku nggak mati. Aku bahkan masih bisa meninggalkan Biro Falak dan berjalan ke sini.""Aku hanya berpikir, mungkinkah takdirku telah berubah ... dan perubaha

Aska menatap sekeliling dengan tenang. Dia tahu bahwa Jelita saat ini sedang bertugas di Kantor Medis Wanita, jadi suasana cukup aman untuk berbicara. "Pernikahanmu itu sudah nggak berlaku lagi, Jenderal Daud. Aku pikir kamu sendiri seharusnya sudah tahu."Daud menundukkan kepala, lalu tersenyum tipis. "Tampaknya memang nggak ada yang bisa disembunyikan dari Tuan Aska. Hanya saja, soal bintang asmara yang kamu sebut itu, kurasa kamu keliru.""Aku nggak pernah keliru dalam hal-hal kecil seperti ini. Jadi, kenapa kamu terlihat gugup?""Tuan Aska ...." Daud mulai merasa tidak nyaman. Dia dan Aska tidak pernah punya dendam pribadi, bukan? Namun setiap kali mereka bertemu, hasilnya selalu saja membuatnya gusar. Dulu saat mereka berbicara tentang jodoh, Aska mengatakan bahwa jodohnya adalah bencana. Sekarang, pria itu datang lagi dan malah menyinggung isi hatinya? Apa-apaan ini?"Kalau kamu ingin memutuskan takdirmu yang buruk ...," kata Aska pelan, lalu sengaja berhenti di tengah kalimatnya

"Isi buku-buku di sini juga kaya sekali, membuatku benar-benar kagum," kata Miftah sambil tersenyum tulus. Dia memang tampak seperti orang yang sedang mengagumi dunia baru dengan sepenuh hati."Baiklah," ujar Aska datar. Setelah berbasa-basi sejenak, dia tahu tak ada alasan untuk terus berlama-lama.Saat hendak pergi, pandangannya sempat tertuju pada taman buatan di halaman belakang. Di sana ada sebuah kolam dengan air mancur kecil dan bangunan air paviliun di atasnya."Air yang terus mengalir di kolam ini memang tampak indah," katanya tenang. "Tapi pada dasarnya, ini air mati. Bagaimanapun juga, air mati adalah pertanda yang tidak baik ...."Miftah hanya tersenyum kecil. Dia sama sekali tidak menganggap ucapan itu serius.Aska menatapnya sekilas lagi dan berkata, "Kedatanganku hari ini pasti sudah membawa ketidakharmonisan pada rumahmu. Kalau kamu keberatan, lakukan saja seperti yang kukatakan, agar segalanya berjalan dengan lancar untukmu."Belum sempat Miftah menanggapi, Aska menunj