All Chapters of Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran: Chapter 961 - Chapter 970

"Benar juga, saya juga berpikir begitu.""Waktu itu, cacing merah itu bahkan bisa memecahkan botol kaca giok. Tapi sekarang, kekuatannya sama sekali tak terlihat."Daud menatap Aska dan bertanya, "Tuan Aska, apa ini ada hubungannya dengan jimat-jimatmu?"Aska menjawab, "Jimat-jimat itu hanya berfungsi membatasi gerakannya agar tidak keluar dari lingkaran tertentu, bukan untuk sepenuhnya menekannya.""Selain itu, kambing hitam itu masih hidup dengan baik. Bisa dilihat bahwa makhluk ini menolak darah hewan."Sura berkata, "Kalau begitu, biar aku coba teteskan darahku untuk melihat reaksinya?""Kamu gila?" Dika segera menyikut Sura. "Kalau makhluk itu benar-benar bisa mengenali orang lewat darah, lalu malah menyerangmu, bagaimana?"Sura tertawa. "Aku ini bukan orang lemah, nggak akan celaka semudah itu." Dia menatap Luis, lalu berlutut dengan satu kaki. "Yang Mulia, makhluk ini sangat berbahaya. Kalau kita nggak segera memahami kelebihan dan kelemahannya, itu akan menjadi masalah besar."

Mina bertanya, "Apa saya perlu minum obat penguat kandungan?"Anggi menjawab, "Tubuhmu sehat, nggak ada masalah. Nggak perlu obat penguat kandungan. Nanti kalau anakmu sudah mulai besar, baru boleh minum ramuan penambah stamina, tapi jangan berlebihan. Kalau terlalu banyak, malah akan berpengaruh buruk untuk tubuhmu sendiri.""Baik, terima kasih, Permaisuri. Benar-benar nggak terpikir sebelumnya, yang pertama tahu aku hamil justru Permaisuri." Kemudian, Mina menatap Puspa dan meneruskan, "Juga Puspa."Puspa tersenyum. "Itu kehormatan untuk hamba."Setelah berbincang sebentar, Anggi memerintahkan Puspa menyiapkan makanan dan kue kecil.Mina makan beberapa suap saja. Sambil mengingat-ingat sesuatu, dia berkata, "Saya masih ingat waktu itu Permaisuri nggak banyak reaksi waktu hamil, malah Kaisar yang mual."Mengingat hal itu, Anggi ikut tertawa dan mengangguk. "Benar juga."Mina berkata, "Sebelumnya saya hanya mengira rasa makanan memang berubah, tapi setelah tahu hamil, rasanya semakin a

Bahkan saat itu dia tidak sempat segera datang ke sisi Anggi dan hanya bisa mengutus Damar ke Kediaman Putra Mahkota untuk melihat keadaannya.Dengan wajah yang merona, Mina menatap Sura dua kali.Sura mengangguk cepat. "Benar, saya memang terlalu bahagia." Beberapa waktu lalu, dia baru saja berkata ingin punya anak. Sekarang, anak itu benar-benar datang."Yang Mulia, saya ingin memohon izin." Sura benar-benar tidak bisa menahan kegembiraannya. Dia tidak ingin makan di istana, apalagi duduk semeja dengan Kaisar dan Permaisuri.Bagaimanapun, dia harus bersikap formal. Dengan kabar sebaik ini, yang dia inginkan hanyalah pulang, melayani Mina dengan baik, lalu mengabarkan berita gembira ini kepada Dika dan juga Daud ....Luis berkata, "Katakan saja.""Saya ... saya ingin membawa Mina pulang dulu."Begitu ucapan itu dilontarkan, Luis hendak menolak, tetapi Anggi segera menyela, "Biarkan saja mereka pergi."Luis hanya bisa diam."Terima kasih, Permaisuri." Sura menangkup tangan memberi horm

Ajeng memandang ke arah sumber suara itu dan matanya langsung berbinar. Orang yang datang ternyata Rizal. Dia menangis sambil menatap Rizal, berusaha mengeluarkan suara rintihan.Melihat itu, alis Darias berkerut. Begitu Rizal mendekat, Darias bertanya, "Kamu kenal dengan Tuan Rizal?"Rizal juga menatap Ajeng dan menggeleng ringan. "Aku nggak kenal dia."Ajeng semakin panik, matanya penuh permohonan. Darias melepas kain yang menyumpal mulutnya."Tuan Rizal, tolong aku .... Kumohon, tolong keluarkan aku dari sini ...."Bertemu seseorang yang dikenalnya di tempat sekelam ini membuat Rizal terkejut setengah mati. Namun kemudian, dia teringat siapa pun yang sudah dibawa ke tempat ini tidak mungkin bisa keluar hidup-hidup. Jadi, hatinya agak tenang.Darias bertanya lagi, "Tuan Rizal, kamu benar-benar nggak mengenal perempuan ini?"Rizal menggeleng, "Nggak kenal."Sambil berkata begitu, dia kembali menyumpal mulut Ajeng dengan kain.Ajeng berusaha menolak mati-matian. "Tuan Rizal, meskipun k

Rizal berkata, "Dia bagian dari pasukan bayangan dan pasukan siap mati. Dia menguasai ilmu bela diri. Kalau bisa dijadikan bayi setia milikmu, satu orang saja bisa menandingi sepuluh orang."Darias mendengus. "Aku dibuat marah sampai lupa diri."Dia menarik kembali cambuknya.Di sisi lain, pemuda yang tadi diserang meringis kesakitan. Pupil matanya mula-mula merah penuh darah, lalu perlahan berubah menjadi abu-abu seperti mata bangkai ikan. Tak lama kemudian, napasnya lenyap, tak ada lagi tanda-tanda kehidupan.Darias memberi perintah, "Bawa ke penjara bawah tanah. Setelah darahnya tersedot habis, kirim ke kolam darah anak-anak."Pengawal bertopeng tidak menjawab, hanya langsung melaksanakan perintah itu.Melihat semua itu, Sutris kini sudah benar-benar paham. Kasus anak-anak yang hilang, juga manusia cacing yang sedang diselidiki para tuannya, semuanya ternyata berakar dari orang di depan matanya ini.Namun ... di mana ini sebenarnya? Apakah ini Kediaman Kinanta?Darias menatapnya taj