All Chapters of Duda Incaran Shana: Chapter 131 - Chapter 140

Untuk yang pertama kali setelah beberapa bulan terakhir Ndaru terlihat antusias untuk berkunjung ke rumah ayahnya. Tidak ada perasaan terpaksa, tidak ada wajah tak suka, dan tidak ada rasa gelisah di dada. Yang ada hanya perasaan tak sabar menanti apa yang akan terjadi selanjutnya. Sesuai rencana, dua hari kemudian Ndaru benar-benar mengumpulkan keluarganya. Berniat untuk membicarakan masalah keluarga yang cukup pelik untuknya. Mencoba memancing tersangka yang pasti akan berbuat hal tak terduga. Jika prasangkanya benar, maka dipastikan kejutan akan didapat Ndaru dan keluarga. Selama dua hari terakhir Ndaru benar-benar dibuat sibuk. Bukan hanya dirinya, melainkan Gilang yang juga terus mencari informasi sampai hari tiba. Benar saja, sudah banyak informasi yang Ndaru kantongi saat ini. Sekarang dia tahu jika semuanya memang berkaitan dan terdengar masuk akal. Selain itu, Ndaru juga tetap meminta Gilang untuk menyebarkan berita palsu. Yaitu kabar bahwa ia sudah mengetahui semuanya.

Shana sadar jika hidupnya tak sempurna. Perasaan bahagia sangat jarang dirasa. Sesekali saja ia tersenyum meski tak sampai mata. Memilih untuk berpura-pura baik-baik saja. Shana juga merasa jika ia bukanlah orang jahat. Dia selalu berusaha baik pada orang-orang terdekat. Tidak peduli jika beban yang ia pikul begitu berat. Dia selalu bertindak dengan akal sehat. Namun apa yang sekarang ia dapat? Kali ini Shana tak bisa lagi menahan diri. Tak lagi berpura-pura untuk berani. Kekuatannya untuk berdiri kokoh telah pergi. Terbawa oleh fakta yang menyakitkan hati. Bukan hanya cobaan, hidup Shana juga penuh dengan kejutan. Sayangnya kali ini kejutan yang tak ia harapkan. Mengingat jika ternyata dugaannya salah sasaran. Untuk saat ini, Shana hanya butuh Ndaru seorang. "Sampai kapan kamu nggak mau makan?" Suara berat itu terdengar kecewa. Sama seperti sebelumnya, Shana memilih untuk menutup mulutnya. Mengabaikan pria yang setia menunggunya. Padahal dalam hati dia berteriak untuk

Setelah bertahun-tahun, Ndaru kembali merasakan perasaan yang ia benci. Perasaan yang ia harapkan tak pernah ada. Perasaan akan takut kehilangan. Perasaan yang tak ia sangka akan ia rasakan pada Shana. Handaru Atmadjiwo adalah pria yang tertutup, pendiam, dan tak banyak bicara. Namun percayalah, bukan mau Ndaru menjadi pribadi yang demikian. Ada hal yang membentuknya menjadi pribadi yang dianggap misterius. Orang-orang menganggapnya sebagai pria sempurna tanpa cela, sayangnya banyak yang tidak tahu akan kelemahannya. Ndaru adalah sosok yang penakut. Bukan pada hal lain, melainkan pada dirinya sendiri. Sejak kecil Ndaru sudah merasa jika dirinya adalah pembawa sial. Setiap orang yang dekat dengannya akan mengalami kesialan. Pertama adalah ibunya, wanita yang rela mengorbankan nyawanya agar bisa melahirkannya. Meski orang lain tidak menganggapnya demikian, tetapi seiring berjalannya waktu, ketika dia dewasa, Ndaru berpikir lain. Andai saja dia tak lahir, maka ibunya akan tetap a

Waktu berjalan begitu lamban. Hari terlewati tanpa bisa ditentukan. Pasrah adalah satu-satunya hal yang bisa dilakukan. Meratapi nasib serta juga keadaan. Shana seperti boneka hidup. Tak berbicara atau melakukan apapun. Gairah hidupnya seolah redup. Terbawa oleh masalah yang datang tanpa ampun. Melamun adalah kegiatan yang sering ia lakukan akhir-akhir ini. Mengabaikan para manusia yang silih berganti unjuk diri. Bukan mereka yang ingin Shana temui. Karena yang ia rasa saat ini hanya rasa benci. Untuk yang entah ke berapa kali pintu kamar itu terbuka. Tanpa perlu menoleh Shana tahu siapa yang tiba. Nendra Hasan adalah pelakunya. Yang sampai saat ini masih tidak menyerah untuk menarik perhatiannya. Tidak akan bisa. Seperti yang sudah Shana katakan. Hanya ada rasa benci yang ia rasakan. Hela napas terdengar. Shana mengabaikannya. Malah mencemooh dalam hati. Apa yang membuat seorang Nendra Hasan menghela napas? Apa itu lebih buruk dari keadaannya saat ini? "Makanan kamu

Wajah itu mulai memerah. Sorot matanya penuh dengan amarah. Kemungkinan menyerang tentu tak terbantah. Beruntung ada tangan yang dengan sigap mencegah. Semua orang tampak waspada. Mengawasi dengan seksama. Mengamati barang di sekitar yang tampak berbahaya. Agar bisa dengan segera menyingkirkannya. "Masih ada guci punya Kakek," bisik Mala pada ibunya. Dayanti melirik guci itu dan mengangguk. Secara perlahan dia berjalan mendekat berusaha untuk mengambilnya. Namun sepertinya dia terlambat. Pergerakannya ternyata telah dibaca. Satu detik kemudian, guci itu sudah terlempar sempurna. Ke arah pria yang saat ini tengah membungkuk dan melindungi dirinya dengan kedua tangan. Teriakan tak bisa lagi terhindarkan. Beruntung guci itu mendarat tepat di tembok. Sehingga tidak ada luka yang tercipta. "Cukup! Kamu mau hancurkan rumah saya?!" teriak Harris marah. Bukannya takut, wanita yang masih diselimuti amarah itu menatap Harris tajam. Lupakan sopan santun. Apa yang ia rasakan saa