Kabut menelan hutan. Putihnya menempel di kulit seperti keringat dingin, merayap masuk ke setiap celah pakaian. Bau logam darah bercampur dengan aroma tanah basah, menusuk hidung. Setiap napas terdengar jelas, berat, seolah udara pun enggan bergerak.Di tanah yang penuh bekas retakan sihir, Verek berdiri goyah. Paha kanannya masih ditembus shotel, darah menetes deras, tapi senyum tipis masih melekat di bibirnya. Nafasnya kasar, dada naik turun, namun sorot matanya tak menunjukkan putus asa—melainkan gairah sakit yang aneh, seperti seseorang yang menikmati luka sendiri.Anza, beberapa meter darinya, meraba tanah, mencoba berdiri. Tubuhnya gemetar hebat. Kakinya nyaris tak bisa menopang, tapi ia tetap berusaha. Sekali lagi… aku harus berdiri.Namun tubuhnya tak sanggup.Tiba-tiba, darah merembes dari telinga, lalu dari hidung, dan akhirnya dari kedua matanya. Pandangannya kabur, dunia berputar. Tubuhnya terhuyung ke depan, sebelum akhirnya tersedak. Muntah darah menyembur deras, membasa
Last Updated : 2025-08-25 Read more