All Chapters of IBU SUSU UNTUK ANAK KONGLOMERAT : Chapter 81 - Chapter 90

Tatapan Laksmi lurus menatap seseorang yang tidak lain adalah Mona. Begitu pun dengan Mona, ia terpaku saat melihat Laksmi ada di tempat Gala. Namun, sebuah tepukan kecil berhasil membuatnya tersadar dari lamunannya.“Kenapa bengong? Ayok, pulang!” ajak Bayu.Laksmi kemudian melanjutkan langkahnya. Saat berpapasan dengan Mona, mereka tampak saling melirik sekilas. Setelah itu Laksmi pun keluar dari gerbang rumah Gala.Mona menatap kepergian Laksmi. Ia begitu syok melihat wanita itu. Tidak disangka setelah sekian lama, kini mereka dipertemukan lagi tanpa disengaja.“Mama kenapa, sih, kok bengong? Mama kenal sama dia?” tanya Akbar.Mona menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Lantas ia melajukan kembali langkahnya ke dalam rumah Gala. Di dalam sana, Mona langsung mendekati keluarga Gala.“Jeng Mona, kok nggak ngabarin kalau mau ke sini?” tanya Erina, ia langsung menyambut kedatangan Mona dan suaminya.Mona berdiri mematung, menatap tajam ke arah Gala dan juga Nabila yang masih mengenakan pak

Keesokan harinya, Nabila dan Gala tengah melakukan persiapan mereka untuk pergi ke villa sesuai rencana Gala sebelumnya.Mereka hendak melakukan bulan madu di tempat itu. Namun, mereka juga membawa Sandi untuk ikut bersamanya. Tidak mungkin bayi itu mereka tinggalkan, sedangkan Sandi masih membutuhkan asi Nabila.“Sudah siap?” tanya Gala, ia telah bersiap diri di depan cermin.“Sudah, Mas!” jawab Nabila.Mereka pun segera pergi ke garasi, untuk menaiki mobil.“Mam, kami pamit pergi dulu. Kami tidak akan lama, kok!” pamit Gala.Erina hanya mengangguk saja, tanpa menyahut ucapan Gala sedikit pun. Bahkan saat Nabila hendak menyalaminya, Erina terdiam sama sekali tidak menerima uluran tangan Nabila. Tampaknya Erina masih belum bisa menerima pernikahan Gala bersama Nabila.Nabila menghela napas kasar, kemudian menarik kembali tangannya, urung menyalami Erina. Ia mengerti atas ekspresi yang ditunjukkan oleh mertuanya itu. Namun, Gala selalu berusaha untuk menguatkan Nabila.“Kamu yang sabar

Gala beranjak dari posisi tidurnya, kemudian keluar dari kamarnya, untuk mencari tahu apa yang terjadi di lantai bawah.“Sayang, apa yang pecah?” tanya Gala setengah berteriak.Tidak ada sahutan sama sekali dari Nabila. Gala pun kemudian turun dari lantai atas, untuk menemui Nabila.“Sayang!” panggil Gala.Lagi dan lagi, Gala tidak mendengar adanya sahutan dari Nabila. Suasana dan villa itu tampak sepi. Hanya deburan ombak yang saling bersahutan yang terdengar malam itu.“Nabila, kamu di mana, Sayang?” teriak Gala, ia mulai bingung dengan keadaan ini.Hingga kakinya menginjak anak tangga yang terakhir, Nabila tidak muncul setelah beberapa kali Gala panggil.“Ke mana Nabila? Kenapa dia nggak jawab panggilanku?” gumam Gala.Gala melangkahkan kakinya menuju dapur. Namun, saat Gala telah berada di dapur, ia tidak mendapati Nabila di sana. Hanya ada pecahan gelas yang berserakan di lantai.“Nabila!” batin Gala, seketika perasaan Gala menjadi tidak enak.Gala mendekati pintu kamar mandi di

“Ya Tuhan!” pekik Gala.Gala terkejut ketika melihat sepasang kaki berayun di atas pohon, dan ternyata kaki itu milik pak Imran.“Pak Imran sedang apa di atas?” tanya Gala, beberapa kali ia mengusap dadanya karena kaget.Pak Imran menoleh ke sana kemari, lalu turun dan menarik tangan Gala untuk bersembunyi di balik pohon.“Pak Imran kenapa ada di atas pohon? Lalu kenapa narik-narik tangan saya?” tanya Gala.“Ssst … jangan berisik. Nanti bu Nabila dengar,” ujar pak Imran dengan suara bisik-bisik, sambil menempelkan jari telunjuknya ke bibir.Gala menautkan kedua alisnya menatap pak Imran.“Pasti Pak Gala bertanya-tanya kenapa saya berbicara seperti itu. Pak Gala mesti tahu, istri Pak Gala ternyata tidak sebaik yang Pak Gala kira. Baru saja bu Nabila habis mengejar saya sambil membawa pisau. Ibu Nabila mau membunuh saya,” jelas pak Imran dengan wajah ketakutan.Gala menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Ia tidak percaya akan ucapan pak Imran barusan.“Tidak mungkin, istri saya tidak mungki

Nabila terbangun dengan kondisi sekujur tubuh terasa sakit. Beberapa luka goresan pun terasa perih yang ia rasakan.Tempat yang asing, suasana yang sepi, dan lebih parahnya, kaki dan tangan terikat dengan mulut tertutup lakban.“Mmmmm!”Nabila tidak mengerti, kenapa bisa ia berada di tempat asing itu. Entah bagaimana caranya Nabila bisa masuk ke dalam rumah yang entah milik siapa. Lantas siapa yang melakukan semua ini?Beberapa kali Nabila mencoba berteriak, berharap ada seseorang yang mau membuka tali yang melilit tangannya. Namun, ia tidak bisa karena lakban di mulutnya begitu erat melekat, sehingga suaranya teredam.“Siapa yang melakukannya? Aku ada di mana?” batin Nabila bertanya-tanya.Tiba-tiba ingatan Nabila tertuju pada kejadian semalam. Nabila yang hendak mengambil air minum di dapur di dalam villa, seseorang dengan penutup kepala hingga wajah, tiba-tiba muncul dan membekap mulutnya, dan berhasil menyeretnya keluar. Sempat berhasil lolos melepaskan diri. Namun, ternyata tidak