All Chapters of ASI Untuk Bosku: Chapter 131 - Chapter 140

Rian dan Kina saling tatap satu sama lain. Setelah mereka turun dan pesawat, mereka berdua terdiam sejenak. Sedangkan Radit dan Elina sudah lebih dulu pergi. “Kenapa kita tidak mengikuti mereka saja?”umpat Kina. Rian menoleh kearah Kina dengan sekilas. “Kalau kita langsung menyusul mereka, maka mereka akan curiga kalau kita mengikutinya. Jadi kita diam dulu.”"Terus kita mau ke mana? Ini kita bawa koper.""Kita pesan hotel saja untuk menyimpan barang. Setelah itu kita makan di restoran, sepertinya aku lapar,” kata Rian. “Baiklah, kita pilih hotel saja, setelah itu kita berdua pesan makan," kata Kina. Rian mengangguk sambil tersenyum, lalu mereka berdua memesan mobil untuk berangkat ke hotel. Setelah memesan mobil lewat aplikasi, Rian dan Kina menaiki taksi online menuju hotel yang telah mereka pilih tidak jauh dari bandara. Sepanjang perjalanan, keduanya masih terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Kina menatap ke luar jendela, memperhatikan jalanan kota yang tampak asing n

Radit dan Elina menuju kearah bawah dan memastikan sendiri, dia ingin tahu apa yang sudah terjadi sekarang. Apalagi dia masih penasaran, dia tidak yakin kalau hal ini akan terjadi. "Astaga!""Di mana mereka?" tanya Elina sambil melirik kearah kanan dan kiri. Sampai mata Radit kini sudah tertuju pada seseorang yang memang tidak jauh dari tempatnya berada sekarang. Dia tidak yakin kalau hal ini pasti akan terjadi dengan dirinya. "Itu dia," kata Radit yang berlari kearah Rian dan Kina. "Kalian tidak apa?" tanya Elina yang kini melihat kearah Rian dan Elina. Sampai Radit melihat Rehan yang ada di sana, dia yang langsung terbawa emosi, tanpa aba-aba dia langsung memukul Rehan dengan keras. BughBughBeberapa pukulan dilayangkan oleh laki-laki itu dengan begitu saja, dia sekarang sudah dipenuhi oleh emosi. "Apa maksudnya?" ujar Rehan yang kini sudah ikut terbawa emosi juga. Dia berusaha untuk tenang dan melakukan semuanya dengan baik. Sampai dia teringat akan sesuatu, kalau dia tida

Part 136Rian dan Kina tengah berpose untuk foto prewedding mereka, sengaja memilih kota Lombak karena pemandangan yang indah. Terlebih tadinya ingin mengawasi Elina dan Radit. Tetapi setelah semuanya selesai, sekarang Rian bisa bebas bersama dengan Kina. "Pemandangan sangat bagus," puji Kina. "Iya memang bagus. Kita cek hasil fotonya," kata Rian. Kebetulan sekali Rian sudah menyewa seorang fotografer yang memang berada di daerah sini. Orang itu juga banyak membantu mereka dan memberitahu tempat pariwisata di ini. "Bagaimana hasilnya?" tanya Kina. "Kalian bisa lihat sendiri," kata seorang kameramen tersebut. "Baik, terima kasih banyak."Rian mengatakan itu dengan semangat, lalu dia memperlihatkan semuanya pada Kina tentang hasil fotonya. "Coba Kina, kamu lihat," kata Rian. Kina melihat kearah layar kamera yang sedang diperlihatkan oleh sang fotografer. Begitu gambar-gambar itu mulai bergulir, matanya membelalak pelan. "Wow... ini cantik banget!" serunya, senyumnya mengembang

Radit dan Elina sudah duduk nyaman di bangku kelas bisnis pesawat yang akan membawa mereka kembali ke Jakarta setelah beberapa hari menikmati liburan romantis di Lombok. Elina menyandarkan kepalanya di bahu Radit, sementara tangan pria itu dengan lembut menggenggam jemari istrinya. Suasana pesawat tenang, dan mereka hanya menunggu waktu tinggal landas.“Capek?” tanya Radit pelan sambil menoleh ke arah Elina.“Sedikit,” jawab Elina sambil tersenyum kecil. “Tapi aku senang. Liburan kita kali ini menyenangkan.”Radit mengecup kening Elina. “Aku juga. Nanti kita ulangi lagi, ya?”Belum sempat Elina menjawab, terdengar suara seorang pria menyapa mereka dari arah lorong.“Eh, Radit?”Radit menoleh dan langsung menemukan sosok Rian berdiri tidak jauh dari kursi mereka. Pria itu tampak santai mengenakan hoodie hitam dan celana jeans, matanya berbinar ramah. Di sampingnya, berdiri Kina yang juga tampak kaget melihat Elina dan Radit di sana.“Wah, nggak nyangka ketemu kalian di sini,” ujar Rian

Hari yang dinanti-nanti akhirnya tiba. Sebuah momen sakral yang sudah dipersiapkan sejak berbulan-bulan lalu, hari pernikahan antara Kina dan Rian. Undangan telah tersebar, dekorasi megah menghiasi ballroom hotel mewah di pusat kota Jakarta, dan para tamu berdatangan dengan penuh semangat dan senyuman. Sementara itu, di sebuah apartemen yang hanya berjarak lima belas menit dari lokasi acara, Radit terlihat berdiri tak sabaran di depan pintu kamar. “Elina, cepet! Kita bisa telat!” serunya, melirik jam tangan dengan raut cemas. Kemeja birunya sudah rapi, dasi telah terpasang sempurna, dan rambutnya disisir rapi. Tapi wajahnya tidak bisa menyembunyikan kecemasan. Dari dalam kamar, terdengar suara Elina, “Iya, tunggu dulu! Aku tinggal pakai anting!” Radit mendengus, lalu duduk di sofa sambil menatap buket bunga kecil yang ia bawa untuk Kina. Dalam hati, ia merasa sedikit aneh. Hari ini sahabatnya menikah. Elina menjadi lebih pendiam, seolah menyimpan sesuatu. Beberapa menit kemud