Elina Zanima ditawari bosnya untuk menyusui? Itu hal gila menurut Elina selama dia bekerja. Terlebih pikiran mesumnya sudah berkeliaran di otaknya itu. "Apa? Pak CEO butuh Asi." "Kamu akan dijadikan seorang sekertaris jika memenuhi semua persyaratan." Bagaimana nasib dari Elina? apa dia akan menerima tawaran gila tersebut? Apa yang akan terjadi dengan Elina selanjutnya?
View MoreElina menatap dengan kesal ke arah Radit, CEO baru yang baru saja memaksanya untuk menerima tawaran kenaikan jabatan yang sebenarnya tidak pernah ia inginkan. Sebagian orang mungkin akan merasa bahagia dengan hal itu, terutama karena jabatan baru berarti lebih banyak pengakuan dan kesempatan. Namun, bagi Elina, ada sesuatu yang membuatnya tidak bisa begitu saja menerima perubahan ini.
"Kenapa melamun, Elina?" Suara Radit yang berat membuat Elina terkejut. "Eh, iya maaf, Pak Radit." Tanpa banyak bicara, Elina menundukkan kepala dan mengikuti perintah untuk masuk ke ruang kerja pribadi Radit. Begitu berada di dalam, ia terperangah melihat tumpukan berkas yang menggunung di atas meja. Pekerjaan yang seharusnya menjadi tanggung jawab sekretarisnya kini dialihkan padanya. "Kerjakan semuanya dengan cepat," ujar Radit tanpa ragu. "Tapi, Pak... saya..." Elina hendak berargumen, namun Radit dengan cepat memotong kalimatnya. "Kenapa? Mau cari alasan lagi? Jangan sampai ada hal lain yang mengganggu kerjaanmu." Elina terdiam sejenak, merasa ada yang aneh dengan sikap Radit. Ia mengangkat sebelah alis. "Maksud Bapak bagaimana?" Radit mengalihkan pandangannya, lalu dengan nada santai berkata, "Sudah, jangan banyak bicara. Berkas-berkas itu harus segera selesai." Elina memilih untuk menahan segala pikirannya. Tidak ada gunanya menunda-nunda atau berbicara lebih banyak. Dalam diam, ia mulai menyusun berkas yang menumpuk di meja. Tugas ini sebenarnya bukan tanggung jawabnya, tetapi ia tahu, jika tidak segera menyelesaikannya, situasi ini bisa menjadi lebih buruk. Namun, tanpa Elina sadari, Radit memperhatikan setiap gerak-gerikannya. Matanya tak sengaja melirik ke arah lehernya yang tampak jenjang. Sesuatu dalam dirinya membuatnya merasa gelisah, pikirannya mulai berkelana. Radit menelan saliva dengan kesulitan, matanya mulai bergerak dengan pola yang tidak bisa dia kendalikan. Pikirannya melayang ke tempat-tempat yang seharusnya tidak ia bayangkan—berimajinasi tentang apa yang mungkin terjadi jika keadaan ini berbeda. Elina tampaknya fokus pada tugasnya, sementara Radit semakin tidak bisa menahan hasrat yang datang begitu mendalam. Mungkin, dalam benaknya, ada pikiran tentang kekuasaan dan kendali, tapi ia mencoba mengesampingkan perasaan itu untuk saat ini. Tapi, sesuatu dalam interaksi mereka yang terasa tegang ini, membuat keduanya berada di tepi ketegangan yang tak terucapkan. Akankah Elina menyadari apa yang sedang terjadi? Atau, apakah Radit bisa menahan diri dari godaan yang perlahan tumbuh di dalam hatinya? Dia memainkan bunda itu dengan membuka kancing baju kemeja yang digunakan oleh Elina Dia mempermainkan benda tersebut dan mencoba untuk menyentuhnya. "Pak Radit." "Ah iya." Radit mengumpat kesal, dia menggelengkan kepalanya ketika sadar tadi hanya melamun saja. Padahal dia membayangkan ketika main dengan Elina. Sial, Radit mengumpat dalam hati ketika dia hanya melamun saja. Dia sudah membayangkan bermain panas dengan Elina. Elina menaikan sebelah alisnya heran, dalam hati dia mengumpat kesal. Apalagi setelah melihat bosnya itu melamun. Memangnya apa yang ada di dalam pikiran laki-laki tersebut. "Pak Radita lagi mikir kotor yah?" tebak Elina. Radit langsung memalingkan wajahnya ke arah lain. Akan sangat memalukan jika dia mengatakan yang sebenarnya kepada Elina. "Tidak usah sok tahu kamu." Radit mengatakan itu dengan sedikit gugup. Elina malah tersenyum dengan penuh arti ketika mendengar hal tersebut. "sudah mengaku saja." Radit berdiri ketika Elina benar-benar menantang dirinya. Dia berjalan mendekati wanita itu dengan penuh keberanian. Dia memojokkan wanita itu sampai ke dekat mejanya. "Pak Radit mau ngapain?" tanya Elina yang tengah merasa gugup sekarang. Elina benar-benar tidak tahu harus melakukan apalagi setelah ini. Apalagi Elina menatap dirinya dengan penuh arti. Apa yang akan dilakukan oleh bosnya itu. "Menurut kamu, saya akan ngapain?" tanya Radit dengan jarak yang begitu sangat dekat. Membuat Elina merasa gugup sekarang. Radit mendekatkan wajahnya pada telinga Elina dan meniupnya membuat wanita itu merinding dan gugup. Jarak yang begitu sangat dekat dengan beberapa senti saja, membuat jantung Elina menjadi deg-degan. Ingat kalau dia sekarang adalah seorang singel peren, apa Radit sengaja ingin menggoda dirinya. "Kenapa gugup sekali?" bisik Radit pada telinga Elina. Elina tidak menjawab, dia malah berusaha untuk mendorong tubuh Radit agar jauh dari dirinya. Dia tidak mau kalau sampai jarak seperti ini membuat dia tidak tahan. "Jangan macam-macam yah Pak Radit atau saya akan teriak!" ujar Elina dengan nada yang sedikit mengancam. Apalagi dengan perlakuan dari Radit barusan. Radit hanya tersenyum miring sambil melirik kearah Elina yang ada dihadapannya. Dia mendekatkan tubuhnya kearah Elina dan mencoba untuk menggoda wanita itu. Radit menghirup aroma tubuh dari Elina yang begitu sangat memabukkan untuk dirinya. Sampai Radit menarik pinggang Elina dengan jarak mereka tinggal beberapa senti sama. "Tidak akan ada orang yang mendengar kamu beteriak di sini karena tempat ini kedap suara," kata Radit dengan santai. Elina tidak menyangka sama sekali kalau hal ini akan terjadi padanya. Rupanya ruangan ini sudah dipersiapkan oleh Radit. "Pak Radit." Elina tidak bisa berkata apalagi setelah ini. Radit mendekatkan wajahnya dan secara tiba-tiba dia sudah memberikan sebuah kecupan manis pada bibir wanita itu. Elina yang merasakan sensasi tersebut pun hanya memejamkan matanya. Dia tidak bisa mendeskripsikan sentuhan manis itu, sekolah membuat dirinya merasa melayang sekarang. Elina bahkan tidak menyadari kalau tangan Radit kini sudah berkeliaran menyentuh kemeja yang dia gunakan. Sebelum kesadaran dari Elina kini kembali. Dia langsung menyuruh bosnya itu sedikit menjauh dari dirinya. "Eh Pak Radit saya lupa belum menyelesaikan berkas itu," kata Elina yang menjauhi dirinya sendiri dari Radit. Elina menghela napas panjang setelah dia berhasil kabur dan kembali ke tempat duduknya. Hampir saja dia melakukan hal yang tidak-tidak tadi dengan bosnya. Radit mengumpat dirinya dalam hati, bisa-bisanya dia tadi lepas kendali seperti itu. Biasanya dia tidak lepas kendali, tetapi bersama dengan asisten barunya itu, dia tiba-tiba tidak bisa mengendalikan dirinya. "Erika," panggil Radit kembali. "Iya Pak Ramon?" tanya Elina kembali dengan nada yang sedikit santai. Dia tidak mau terlihat begitu canggung ketika dekat dengan bosnya tersebut. "Nanti kamu sebelum pulang, ke rumah saya dulu." "Mau ngapain Pak?" tanya Elina dengan was-was, dia khawatir kalau Radit akan melakukan sesuatu di rumahnya. "Saya yakin kalau kamu sudah mendengar rumor tentang saya, jadi turuti keinginan saya." Elina terdiam membeku ketika teringat kembali dengan percakapan antara teman-teman kantornya yang katanya Pak CEO membutuhkan Asi. Itu memang sangat konyol, dia kira itu hanya gurauan semata dari teman-temannya. Tetapi kalau memang benar seperti itu, dia sendiri yang akan merasa malu. Kalau dia tidak menuruti keinginan bosnya, tidak lucu kalau dia tiba-tiba dipecat. "Apa kamu keberatan Elina?" Elina terkejut ketika mendengar lagi pertanyaan tegas dari Radit. Sampai akhirnya dia hanya bisa mengangguk menuruti keinginan dari bosnya. "Eh baik Pak." Elina menjawab dengan cepat karena dia sedikit gugup. Tetapi pikiran dirinya sudah menjurus kearah lain, Radit memang pria dewasa dan terlihat begitu gagah, terlebih dengan otot kekar dibalik kemeja yang dia gunakan sekarang. "Bagaimana kalau bercinta dengan pria itu?" batin Elina dalam hati, sebelum kesadarannya kembali. "Kamu seperti menatap saya dengan pandangan lapar Elina, apa kamu mau sesuatu dari saya?" tanya Radit Deg Jantungnya tiba-tiba berdetak kencang. Dia terkejut ketika pandangan mata mereka bertemu satu sama lain. "Pak Radit mau apa?" BERSAMBUNGAmbulans tiba tepat saat Dina dan Elina sampai di depan gerbang rumah sakit. Elina sudah dalam kondisi lemah, wajahnya pucat dan keringat dingin membasahi pelipisnya. Dina terus berada di sisinya, menggenggam tangan Elina sambil terus membisikkan doa."Sedikit lagi, sayang... tahan ya, Elina. Kamu kuat," ucap Dina, meski hatinya sendiri penuh kegelisahan.Begitu masuk ruang IGD, tim medis langsung sigap menangani Elina. Seorang perawat muda menghampiri Dina dan berkata, "Ibu bisa tunggu di luar sebentar. Dokter akan segera memeriksa kondisi ibu dan bayinya."Dina mengangguk, meski berat hati. Ia menatap Elina yang kini mulai menangis pelan, tak kuat menahan kontraksi yang semakin sering datang.Tak lama setelah itu, langkah tergesa terdengar di lorong rumah sakit. Radit muncul, napasnya memburu, wajahnya panik tak karuan."Ma! Mana Elina? Gimana keadaannya?"Dina segera berdiri dan menenangkan anaknya. "Dokter masih memeriksa. Ketubannya pecah di rumah, tapi Mama langsung bawa ke sini
Sudah sekitar tujuh bulan berlalu sejak hari bahagia pernikahan Dani dan Kina. Sejak saat itu, waktu terus berjalan membawa perubahan besar dalam kehidupan semua orang termasuk Elina. Kini Elina menjalani hari-harinya sebagai seorang calon ibu. Perutnya yang semakin membesar menjadi bukti nyata bahwa kehidupan baru sedang tumbuh dalam dirinya. Setiap pagi ia terbangun dengan rasa syukur, meski tubuhnya terasa lebih berat dan kadang-kadang emosinya tak menentu. "Elina.""Eh iya, maaf." Elina menundukkan kepalanya. Radit tahu kalau Elina pasti tengah menahan ingin sesuatu. Ibunya selalu bilang untuk terus menuruti keinginan dari Elina. "Kamu melamun hm? Apa kamu menginginkan sesuatu?" tanya Radit pada Elina. "Em..,""Katakan saja, jangan di tahan." Elina tersenyum ketika melihat raut wajah dari Radit barusan. Radit selalu ada di sisinya, tanpa keluhan. Ia akan buru-buru pulang dari kantor hanya demi memenuhi permintaan kecil dari istrinya yang sedang mengidam, entah itu buah mang
Elina senang karena melihat Rian dan Kina sudah menikah sekarang. Dia juga memberikan kado spesial untuk dirinya. Dia bahkan tidak menyangka akan mempersiapkan semuanya. "Kira-kira dia akan suka gak yah dengan kado yang aku kasih?" tanya Elina. Radit merangkul Elina dengan semangat. "Tentu saja dia akan menyukainya.""Kamu terlalu yakin," ujar Elina. "Aku selalu yakin dengan apa yang terjadi," kata Radit.Sampai mata Elina melihat kearah Dani dan Bela yang tengah makan bersama. Rasanya enak juga jika mereka makan sepiring berdua. "Radit, kamu lihat mereka?" tunjuk Elina pada Bela dan Dani. "Iya, aku melihatnya. Kenapa?""Ke sana yuk," ajak Elina. "Boleh."Akhirnya Radit mengajak Elina untuk datang ke tempat ini. Rasanya memang senang ketika semuanya saling bersatu seperti ini. Elina kembali menyapa pasangan tersebut. "Kalian sudah duluan makan, memangnya udah salaman dengan pengantin?" sindir Radit. "Kita sudah lebih dulu, asal kamu tahu," jawab Dani dengan santai. Elina hany
Hari yang dinanti-nanti akhirnya tiba. Sebuah momen sakral yang sudah dipersiapkan sejak berbulan-bulan lalu, hari pernikahan antara Kina dan Rian. Undangan telah tersebar, dekorasi megah menghiasi ballroom hotel mewah di pusat kota Jakarta, dan para tamu berdatangan dengan penuh semangat dan senyuman. Sementara itu, di sebuah apartemen yang hanya berjarak lima belas menit dari lokasi acara, Radit terlihat berdiri tak sabaran di depan pintu kamar. “Elina, cepet! Kita bisa telat!” serunya, melirik jam tangan dengan raut cemas. Kemeja birunya sudah rapi, dasi telah terpasang sempurna, dan rambutnya disisir rapi. Tapi wajahnya tidak bisa menyembunyikan kecemasan. Dari dalam kamar, terdengar suara Elina, “Iya, tunggu dulu! Aku tinggal pakai anting!” Radit mendengus, lalu duduk di sofa sambil menatap buket bunga kecil yang ia bawa untuk Kina. Dalam hati, ia merasa sedikit aneh. Hari ini sahabatnya menikah. Elina menjadi lebih pendiam, seolah menyimpan sesuatu. Beberapa menit kemud
Suasana hangat menyambut kepulangan Radit dan Elina sedikit mereda, Elina pun bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah koper kecil berwarna cokelat muda yang dia bawa dari kamar.“Aku bawa sedikit oleh-oleh dari Lombok kemarin,” ujarnya sambil membuka resleting koper dan mengambil satu tas kain kecil berisi berbagai barang. Senyumnya manis dan penuh semangat.“Wah, kamu inget bawa oleh-oleh juga,” celetuk Dani sambil tertawa kecil.“Tentu dong,” jawab Elina sambil menyodorkan satu bungkus kain tenun Sasak pada Dani. “Ini buat kamu. Katanya suka motif-motif etnik, kan?”Dani langsung girang. “Makasih banyak, Elina!”Elina terus membagikan oleh-oleh satu per satu. Untuk Bela, ia memberikan kalung kerang yang cantik.“Wah, ini lucu banget! Cocok buat dipakai ke pantai lagi,” ujar Bela, memeluk Elina.Kemudian Elina menghampiri Dina, memberikan sebuah selendang khas Lombok yang halus dan ringan.“Ini buat Mama. Waktu lihat ini di toko, aku langsung kepikiran Mama,” ucap Elina tulus.Din
Radit dan Elina sudah duduk nyaman di bangku kelas bisnis pesawat yang akan membawa mereka kembali ke Jakarta setelah beberapa hari menikmati liburan romantis di Lombok. Elina menyandarkan kepalanya di bahu Radit, sementara tangan pria itu dengan lembut menggenggam jemari istrinya. Suasana pesawat tenang, dan mereka hanya menunggu waktu tinggal landas.“Capek?” tanya Radit pelan sambil menoleh ke arah Elina.“Sedikit,” jawab Elina sambil tersenyum kecil. “Tapi aku senang. Liburan kita kali ini menyenangkan.”Radit mengecup kening Elina. “Aku juga. Nanti kita ulangi lagi, ya?”Belum sempat Elina menjawab, terdengar suara seorang pria menyapa mereka dari arah lorong.“Eh, Radit?”Radit menoleh dan langsung menemukan sosok Rian berdiri tidak jauh dari kursi mereka. Pria itu tampak santai mengenakan hoodie hitam dan celana jeans, matanya berbinar ramah. Di sampingnya, berdiri Kina yang juga tampak kaget melihat Elina dan Radit di sana.“Wah, nggak nyangka ketemu kalian di sini,” ujar Rian
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments