All Chapters of Bayang Cinta sang Tuan : Chapter 11 - Chapter 20

“Ma-maksud Kakak apa?”Anne tak menyangka Nicho akan langsung bangun, dan menyapu benda-benda yang ada di sekitarnya dengan sebelah tangan. “Jangan pura-pura lugu, katakan yang sebenarnya!”Rahang tegas itu mengetat seperti sedang berusaha menahan amarah yang memuncak."A-ku sama sekali tidak mengerti." Anne bahkan tak berani melihat wajah pria yang baru hari kedua menjadi suaminya.Apalagi ketika Nicho mengepalkan tinjunya dengan erat. "Aku pikir gadis sepertimu selalu menjaga diri agar tidak disentuh pria manapun. Tapi baru aku sadar kalau nyatanya dugaanku salah, aku malah menikah dengan wanita yang sudah tidak perawan!”Anne semakin ketakutan, berkali-kali dia mendengar Nicho menarik nafas berat sambil mengusap kasar wajahnya tanpa ada kebaikan di matanya.“Kak Nicho…” Namun, pria itu mengabaikannya dan segera pergi setelah mengenakan pakaiannya.“Kak, kamu mau kemana?” Melihat suaminya itu akan pergi, Anne ikut berdiri dan menahannya.“Jangan halangi aku, kemana pun aku pergi itu

SEBULAN KEMUDIAN…Nicho terbangun dari komanya dan bangkit ketika tubuhnya terasa baik. “Apa yang terjadi denganku? Sejak kapan aku suka pakai piyama tidur?”Heran dengan perubahan itu dia memilih keluar ruangan, namun di luar pintu keningnya mengeryit ketika melihat seorang wanita berdiri menatapnya sambil tersenyum “Kak, akhirnya kamu sadar.” Saking senangnya wanita itu langsung memeluknya dengan erat. “Ternyata penantianku menunggu kesadaranmu selama ini tidak sia-sia.”“Si-siapa kamu?” Ekspresi gembira tadi langsung lenyap ketika Nicho mengelakkan diri dan keadaan menghening seketika.“Kak Nicho, kamu tidak ingat aku?”Nicho mendengus kasar sebelum pergi. “Tunggu dulu kak Nicho…”Langkahnya menghentak saat berhenti seakan terpaksa, tanpa menoleh sedikitpun.“Kamu benaran tidak ingat aku? Aku ini istrimu...”“Jangan bercanda, kenapa wanita sepertimu selalu ngotot mengaku-ngaku sebagai istriku? Aku tahu kamu sedang berpura-pura demi memanfaatkanku, jadi tolong menyingkir dan perg

Ide iseng muncul saat Nicho sendirian dikamar, dia yang tak sengaja melihat barang-barang Anne di laci nakas menyeringai dan ingin mengerjai wanita itu. “Setidaknya aku akan menyimpan barang-barangnya yang berantakan ini agar dia jadi kalang kabut.”Geraknya terhenti ketika mendapati sebuah map yang berisi catatan acak. Nicho mengerutkan dahi saat memeriksanya. “Ini mirip catatan jurnal, tapi kenapa seperti buku diary?” ***Anne berhenti dengan kegiatan daringnya mengerjakan konten berupa karya fiksi daring saat mendengar azan ashar. Namun, telinganya tiba-tiba mendenging setelah meletakkan ponsel dan berdiri dari kursinya. “Haruskah aku percaya pada mitos? Aku tidak tahu kebenarannya, jika telinga berdenging berarti seseorang sedang membicarakanku.”Anne menggeleng, berusaha menghilangkan penasarannya dan bergegas mengajak ibunya berwudhu, lalu melakukan shalat Ashar.“Anne…”Felicia memanggil putrinya setelah salam kedua.“Ya Bu…”“Kamu dan Nicho masih akur kan?” Wajah gugup Anne

Saking penasarannya Anne pamit untuk istirahat dengan alasan kelelahan. Namun, di dalam dia mengendap-endap mengunci diri dalam kamar dan memutar musik slow pengantar tidur. Pada kesempatan itu, dia membuka paket kecil yang terbungkus cantik pemberian kurir tadi. “Isinya apaan sih?”Begitu Anne merobeknya dan membuka kotak itu perlahan dia berteriak histeris. “Astaga!” kotak kecil itu hampir terlepas dari tangannya hingga isi didalamnya berserakan di mana-mana. “A-apa semua ini?” Anne tak menyangka bahwa kotak yang diduga pemberian Nicho itu ternyata isinya hanya selebaran kertas foto. “Inikah kejutan itu?”Diawal Anne agak kesal, namun ketika dia memungutnya perutnya langsung mu4l. Dia tak menyangka akan mendapat kiriman hasil potret yang di luar nalar. Anne membekap mulutnya tak percaya. “Siapa pengirim gambar s4d1s dan dan b*rd4r4h ini?” Logikanya Nicho tak mungkin mengiriminya foto d4g1ng dalam wadah yang sudah dicincang, dan potongan rambut manusia disekitarnya. “Siapa yang s

“Anne, Anne. Aku nggak nyangka kamu benar-benar datang mencari ibumu kemari.” Suara pria yang sangat familiar disertai dengan tepuk tangan yang keadaannya semakin mencekam, membuat Anne bergerak hati-hati menerobos pria itui. “Ibu…” Anne menahan tangisnya, lalu beralih pandang menatap Raffaele. “Aku nggak nyangka kamu bakalan sekejam itu pada orang lain.” ujar Anne dengan binar kebencian. "Sudahlah, aku sudah melakukannya. Kamu bahkan nggak akan berani menghentikanku." Anne tak peduli dengan ucapan dingin Raffaele. Dia berusaha menerobos mereka untuk menyelamatkan ibunya."Aku bahkan akan membunuhmu jika hari ini kamu tak mengabulkan permintaanku.”Anne kini diancam. "Apa lagi yang kamu inginkan? Kamu renggut semuanya dariku, dan kini aku sedang ham1l, kamu mungkin nggak peduli bagaimana aku menanggung beban ini sendirian. Tapi, aku hanya berharap kamu akan dapat balasannya.”Siapapun itu pasti tahu kalau ucapan Anne barusan mewakili isi hatinya yang dipenuhi rasa sakit."Apa? K