All Chapters of Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar: Chapter 151 - Chapter 160

Balasan Evan sesuai dengan dugaan Ivy. Walaupun sebenarnya pria itu tidak bermaksud untuk membentak, namun menurut perempuan seperti Ivy yang hatinya sensitif, perkataan pria itu begitu menyakiti perasaannya. Sekarang Ivy menyesal karena sudah mencemaskan Evan. Ia menganggap suaminya itu tidak menghargai usahanya. Padahal sebenarnya seorang pria memang cenderung berpikir menggunakan logika, tidak seperti dirinya yang lebih berpikir menggunakan perasaan.Evan menganggap kalau dirinya akan makan dengan sendirinya tanpa disuruh oleh orang lain, sementara Ivy berpikir sebaliknya. Ivy pun langsung berdiri dari kursi. Ia menatap Evan yang kini menatapnya dengan bingung. Pria itu tidak tahu kalau ucapannya sudah membuat istrinya tersakiti. “Aku emang salah ya udah cemasin kamu. Kamu semenjak kita pulang dari klinik belum keluar dari ruang kerja sama sekali. Aku Cuma pengin tahu kamu udah makan malam atau belum tapi itu salah? Salah kalau sebagai istri kamu, aku perhatian sama kamu?” tanya

Ivy terbangun dengan kepala yang terasa berat. Ia beberapa kali mengerjapkan matanya, dan menatap Evan yang tertidur di bawahnya. Ia kini mengerti mengapa tubuhnya terasa begitu lengket.Ivy mencoba untuk bangun karena merasa tidak nyaman di bagian inti tubuhnya, seperti ada yang mengganjal di bawah sana. Saat itulah ia sadar bahwa penyatuan mereka belum dilepas semenjak tadi malam. Ia tersenyum tipis saat mengingat kejadian tadi malam.Namun senyumnya perlahan memudar saat Ivy merasakan gatal dan perih yang luar biasa di wajahnya. Padahal ia sudah memperingatkan Evan untuk tidak menyentuh wajahnya, namun pria itu sepertinya lupa dan mengabaikan peringatan itu.Dengan perlahan Ivy menarik tubuhnya, dan mengubah posisinya menjadi duduk. Ia lalu mencari pakaiannya yang entah kemana. Ia ingin segera kembali ke kamar untuk mandi, namun tanpa pakaian ia takut akan ada pelayan melihatnya. "Lagi cari apa?" tanya Evan dengan suara serak.Ivy seketika menoleh ke arah pria yang ternyata sudah

“Jadi, kapan kita bisa ketemu?”Pesan singkat dari Adelia kembali muncul di layar ponsel.Ivy menatapnya dengan perasaan frustasi. Nama itu sebenarnya bukanlah nama asli. Ia sengaja mengganti nama kontak Adelia di ponsel agar Evan tidak curiga jika suatu saat tanpa sengaja melihat isi pesannya. Hanya memikirkan kemungkinan itu saja sudah membuat Ivy merasa waswas.Sudah hampir empat hari sejak Adelia mengajaknya bertemu, tetapi Ivy belum juga memberanikan diri untuk berbicara dengan Evan untuk sekadar meminta izin keluar dari rumah.Selama empat hari terakhir, kesempatan untuk berbicara pun nyaris tak ada. Evan selalu pulang larut malam ketika Ivy sudah tertidur, lalu berangkat ke kantor lebih pagi dari jam bangunnya. Seolah-olah mereka tinggal di rumah yang sama, tapi berbeda dunia.Ivy sempat bertanya-tanya dalam hati. Apa sebenarnya yang pria itu kerjakan di luar sana? Setahunya jabatan Evan cukup tinggi di perusahaan. Seharusnya pria itu tidak perlu begadang sampai selarut itu. N

Hari ini adalah hari yang sudah ditandai Ivy sejak lima hari lalu. Hari di mana ia akhirnya akan bertemu langsung dengan Adelia. Pagi ini Ivy berdiri di depan cermin kamar. Jemarinya sibuk merapikan rambut, sementara matanya tak lepas dari bayangan wajahnya sendiri.Senyum kecil terbit di bibirnya saat melihat bekas kemerahan di wajahnya yang kini hampir tak terlihat.Ivy mengenakan pakaian kasual berwarna hitam yang nyaman namun tetap rapi, agar tidak terlalu menarik perhatian. Dalam hatinya, Ivy merasa campuran antara gugup dan tak sabar.Sementara itu Evan sudah berangkat ke kantor sejak pagi buta. Atau, setidaknya itulah yang Ivy kira. Karena sebenarnya, pria itu punya rencana lain yang tidak Ivy ketahui.Sebenarnya jauh di dalam hatinya, Ivy merasa bersalah. Ia sadar betul bahwa apa yang akan ia lakukan pagi ini telah melanggar perintah Evan. Pria itu jelas tidak suka dirinya bertemu dengan Adelia. Tapi Ivy juga tidak punya pilihan lain selain menemui perempuan itu agar rasa pe

“Maksud kamu saya selingkuh?” tanya Adelia, matanya melebar karena kaget.“Iya, dulu dokter selingkuh sama temannya Mas Evan, kan?” tanya Ivy sambil mengingat-ingat cerita yang ia dengar dari Owen.Mendengar pengakuan Ivy, Adelia justru tertawa terbahak-bahak hingga beberapa pengunjung di sekitarnya menoleh heran. Ivy menatapnya bingung dan tak menyangka reaksinya akan seperti ini. Tadinya ia khawatir Adelia akan marah atau tersinggung, tapi yang terjadi malah sebaliknya."Kenapa dok? Apa saya salah?" tanya Ivy hati-hati.Adelia menepuk-nepuk pahanya, berusaha menenangkan diri sambil tetap tertawa."Eh... maaf... maaf," ucap Adelia di sela-sela tawanya. Wanita itu terlihat berusaha keras untuk menghentikan tawanya."Aduh... maaf ya kalau saya ketawa mulu. Lagian apa yang kamu bilang lucu banget sih," ucap Adelia setelah ia tenang.Ivy mengerutkan keningnya. "Apanya yang lucu dok?" tanyanya merasa heran. Adelia tersenyum tipis. "Nah, itu juga sebenarnya alasan kenapa saya ngajak kamu