All Chapters of Anak Kembar yang Kau Tinggalkan : Chapter 31 - Chapter 40

"Kamu tidak apa-apa? Mana yang sakit? Ayo bilang sama Mamah, mana yang sakit?" Amna menyuruh kedua anaknya berdiri di depannya dan dia mer*ba dan memutar tubuh anaknya untuk mengecek kondisi Lia dan Lio."Mamah, kita tidak apa-apa," jawab Adelio dengan mata masih berkaca, dia sangat takut melihat Amna mengomel dengan menangis."Kenapa kalian di sini? Kalian sedang apa?" Amna yang terduduk mendongakan kepalanya menatap dua bocah itu dengan derai air mata dan penuh tanda tanya. Jadi ini alasan yang membuat mereka makin tampak dekil?Diaz yang sejak tadi masih diam di tempat ikut larut dengan kesedihan Amna. Jelas sekali sorot penuh kekecewaan di matanya, kecewa pada keadaan dan kecewa pada diri sendiri. Tadinya Diaz berniat memarahi Amna karena ternyata pengamen cilik ini adalah anaknya, tapi melihat Amna sekarang tentu saja dia menjadi pihak yang paling tidak tahu apa-apa. "Mamah, maafin kita ...." Adelia menunduk begitu juga dengan Adelio. Tanpa perlu dijelaskan, Amna pun bisa meneb

Amna tidak menyiakan untuk menarik kedua anaknya saat Fifin masih terbengong dengan nyali yang menciut karena ancaman dari Elvis."Aku masih berbaik hati tidak menuntut apa pun padamu, Bu. Tapi aku tidak bisa lagi menitipkan anak-anak!" Amna memeluk kedua anaknya. "Amna, maafkan aku. Tolong, aku sangat membutuhkan uang!" Wajah garang Fifin berubah mengiba dan dia bersimpuh di hadapan Amna. "Cucuku mengidap penyakit ginjal yang sudah parah, membutuhkan banyak biaya, Amna. Aku hanya sedang memgumpulkan uang untuk berobat cucuku!" Fifin meraung. Sekali pun alasan Fifin terdengar kasihan, namun Amna tetap tidak bisa membiarkan anak-anaknya jadi korban."Tapi bukan berarti Ibu harus tega mengorbankan anak-anakku kan? Mereka juga butuh merdeka dan kebebasan seperti anak-anak lain. Ibu sangat jahat selama ini, Ibu memanfaatkanku dan anak-anak bahkan sudah hampir satu tahun lebih. Tega sekali. Sekarang tanggung sendiri semuanya! Ibu rasakan bagaimana sulitnya mencari uang sendiri di saat b

Diaz berganti menoleh pada pamannya yang kini menunggu-nunggu jawaban darinya dengan air wajah datar. Diaz menghela napas dan terkekeh pelan. Berbeda dengan Elvis yang terlihat selalu serius, Diaz lebih bisa ramah dan santai. "Hei, Paman. Aku dan bocah kecil ini best friend, kita kenal sudah cukup lama. Iya kan, Bocil?" Diaz melirik pada si kembar yang mengangguk antusias. "Mamah, Kak Diaz orangnya baik. Niatnya aku pengen kenalin ke Mamah, biar Mamah sama Kak Diaz juga bisa temenan!" sahut Adelia dengan girang. Amna masih mematung, sedari kemarin dia belum merespon apa pun perihal Diaz dengan kedua anaknya. 'Mereka sudah kenal lama? Apa maksudnya semenjak Kak Diaz pindah ke sini lagi dia sudah kenal anak-anak? Tapi kenapa dia mau kenal anak-anak yang dia tahu hanya pengamen jalanan? Atau Kak Diaz sudah tahu kalau mereka ....' batin Amna mulai overthinking."Mamah, kok, diem ajah?" tegur Adelia menarik lengan Amna agar tidak melamun dan mengacuhkannya. "Eh iya, Sayang?" Amna memf

"Apa kamu sedang bermimpi? Kalau iya, cepat bangun!" Amna memukul dada Diaz dan menatapnya begitu kesal."Bukan mimpi tapi impan, anggaplah seperti itu. Percayalah aku pasti bisa membuatmu kembali jatuh cinta lagi!""Sinting!" Amna berdecih lalu tertawa miris. "Harusnya kamu belajar dari pengalaman, Kak Diaz, kalau hanya cinta tidak bisa membuat takdir berubah. Kalau hanya cinta tidak bisa membuat kita bersama." Diaz menyunggingkan senyum miring dia bisa melihat tatapan Amna yang begitu meremehkannya. "Aku tahu. Menurutmu kalau hanya cinta tidak bisa merubah segalanya? Aku akan membuktikannya Amna! Aku akan buktikan kalau cinta kita yang akan membuat takdir kita untuk bersama!" "Kalau dulu, cinta yang membuat kita khilaf dan berpisah. Kali ini cinta punya alasan untuk menyatukan kembali, aku percaya itu!""Terserah! Percayai saja apa yang kamu mau! Aku tidak ingin terjebak dan gila karenamu!" ketus Amna lalu mendorong tubuh Diaz lebih kencang sampai termundur dan Amna bisa melolosk

Amna tersedak saking kagetnya dengan ucapan Adelia tadi. Untung saja mulutnya tidak sampai menyemburkan susu."Minumnya pelan-pelan, enggak ada yang bakal minta punyamu, kok. Kan kita udah punya sendiri-sendiri," canda Diaz yang disahuti tawa oleh anak-anak Amna.Di sini cuma Amna yang berasa kaku dan canggung, berbeda dengan Diaz dan si kembar yang terlihat luwes bersama. Amna duduk dengan mencebikkan bibir di samping Adelia. Sedari tadi dia merasa terpojok sendirian karena kedua anaknya begitu kompak menjadi tim pendukung Diaz. Heran, Amna."Oiya, Nenek di mana?" Diaz yang duduk di samping Adelio berhadapan dengan Amna dan Lia."Ibuk lagi tidur siang. Makanya kalian jangan berisik!" jawab Amna. Diaz menggut-manggut. "Kak Diaz, ayo cobain kuenya! Ini bikinan Mamah, loh!" Adelia berdiri dengan menekuk kaki di kursi lalu tangannya mengulur untuk menyuapi Diaz. Terlihat sekali jika bocah itu sangat menyukai Diaz. "Mmm, enak banget! Browniesnya lembut!" puji Diaz yang memang jujur.Am