Tamparan keras mendarat di pipi Arfan, bukan dari Rafa, melainkan dari Nafeeza.Ruangan mendadak senyap. Waktu seolah membeku. Rafa menegang, siap melindungi jika Arfan bereaksi kasar. Tapi Arfan hanya terpaku, matanya membelalak, bukan karena rasa sakit di wajahnya, tapi karena hantaman yang jauh lebih menyakitkan: di hatinya.Itu bukan sekadar tamparan fisik. Itu adalah luapan luka. Cinta yang dikhianati. Harapan yang diruntuhkan.“Aku pernah mencintaimu, Arfan,” suara Nafeeza bergetar, lirih namun jelas. “Bukan karena kamu sempurna, tapi karena kamu pernah menjadi rumah, tempat aku merasa aman. Tapi kalau ini wajahmu sekarang, penuh curiga, dendam, dan kebencian, maka aku bersyukur pernah pergi.”Arfan membuka mulutnya, tapi tak satu kata pun keluar. Seolah kebenaran telah menyayat hatinya, dan ia tak punya kekuatan untuk membantahnya.Nafeeza menatapnya, matanya berkaca-kaca, tapi tak ada keraguan di sana. Hanya keberanian yang lahir dari luka yang dalam.“Kamu tahu kenapa aku mas
Last Updated : 2025-04-16 Read more