Langit sore di Veranza perlahan gelap, seolah semesta turut berduka atas jiwa yang terhantam keras oleh kenyataan yang tak terduga. Di dalam ruang kerjanya, Arfan berdiri membelakangi jendela. Setelan jasnya masih terlihat rapi, namun kerahnya sudah longgar, dasinya terlepas separuh. Tangan kanannya mengepal di sisi meja, menahan amukan yang seolah tak ada habisnya, amarah yang belum sempat ia keluarkan.Bayangan Nafeeza kembali datang, memantul di dalam benaknya. Sosok itu, dengan mata yang penuh luka, tak pernah meminta belas kasihan. Tidak pernah. Mungkin justru karena itu, hati Arfan semakin tak karuan. Perempuan itu, meski semua yang terjadi, masih mampu menatapnya dengan cara yang bisa membuatnya hampir runtuh.“Aku benci dia,” bisik Arfan lirih, seperti berusaha meyakinkan diri sendiri. “Tapi kenapa... wajahnya tak mau pergi?”Matanya terpejam, namun justru di saat itu wajah Nafeeza semakin jelas muncul di benaknya. Matanya, suaranya, sentuhan lembut yang dulu membuatnya percay
Last Updated : 2025-05-04 Read more