Nafeeza menarik napas panjang, dalam-dalam, seolah ingin mengumpulkan serpihan nyawanya yang nyaris tercerai. Dingin lantai rumah sakit merayap melalui telapak kakinya yang hanya berlapis sandal tipis, namun bukan itu yang membuat tubuhnya menggigil. Yang membuatnya gemetar adalah kenyataan yang menghantamnya lebih dingin dari lantai manapun, kata-kata Aurel yang penuh tuduhan, sikap Arfan yang semakin menjauh, dan bayang-bayang masa lalu yang terus menghantuinya, tak memberi jeda.Ia telah kehilangan terlalu banyak. Rumah, kepercayaan, harga diri… Dan kini, satu-satunya harapan yang masih ia genggam erat, Arfan pun mulai melepas dirinya perlahan, seperti pasir yang lolos dari sela-sela jemari.“Aku tidak akan membela diri lagi,” ujarnya akhirnya, suaranya lirih tapi penuh keteguhan. “Kalau kau ingin percaya kebohongan yang sudah mereka bentuk, silakan.”Matanya bertemu dengan sorot mata Arfan, tajam, jujur, dan penuh luka yang tak lagi bisa ditahan. Tak ada lagi air mata di pelupukny
Last Updated : 2025-04-21 Read more