All Chapters of ANOTHER TOXIC STORY: Chapter 11 - Chapter 20

Kling kling kling. Ponsel Adra kembali berdering.Eca yang sedang mengeringkan rambut hanya menoleh memastikan kalau pemilik ponsel itu akan bangun dan mengangkatnya.Kling kling kling.Masih belum juga diangkat oleh Adra, Eca memutuskan untuk menghampiri ponsel itu.Dilihatnya nama kontak ‘Radit Kriwil’. Eca berpikir sejenak, dia hanya menebak kalau itu adalah sahabat suaminya, yang juga dikenal olehnya.Eca hendak membangunkan Adra, tangannya yang sudah hampir menepuk bahu pria itu kembali tertahan karena dia baru menyadari kalau selama ini dia belum pernah memanggil pria itu.“Adra,” ucap Eca ragu.Ponsel itu tak kunjung berhenti berdering. Eca memberanikan diri untuk menepuk pelan tubuh Adra yang masih terbungkus selimut.“Hey ponselmu bunyi terus! Adra!”“Hmm?” Adra menarik selimut, menampakkan wajah kantuknya.“Telpon dari Radit,” ujar Eca sambil menyerahkan ponsel.“Oh ...,” Adra kembali memejamkan kedua matanya.“Hey! Kayaknya ini penting. Sudah lebih tiga kali dia menelepon!”

Pagi kedua menjadi seorang istri. Eca menikmati tidur di malam pertamanya tinggal di rumah Adra. Kondisi tubuh yang maish lelah akibat proses pindahan dilanjut dengan berbelanja hingga larut malam, membuat Eca ingin berlama-lama merebahkan tubuhnya kali ini.Dia dapat merasakan hangatnya cahaya matahari yang mulai menembus celah gorden yang sedikit terbuka. Rupanya sudah tidak lagi dini hari, namun sudah pagi menjelang siang.Eca segera terbangun dengan bingung. Dipandanginya sekeliling, tidak ada siapapun. Segera diraihnya ponsel yang ia letakkan di meja, namun ternyata mati karena ia lupa mengisi daya.Hanya mengumpat pada dirinya sendiri, Eca melihat jam dinding dan kembali terkejut saat dilihatnya sudah pukul 9 pagi.“Apa dia sudah berangkat kerja?” Eca bergegas keluat dan turun menuju ruang makan.Ia mendapati Bi Ita sedang mencuci piring, dengan meja makan yang tertutup rapi.“Pak Adraa sudah berangkat, Bi?” tanya Eca sambil mengingat rambut pendeknya.“Eh Nona sudah bangun ...

Suasana di meja makan cukup hening, setelah candaan Adra yang tidak lucu bagi Eca.Bi Ita agak menjauh, dia memilih untuk berberes di ruangan yang lain. Eca memilah semua bumbu yang dipotong besar, seperti tomat, cabai dan juga bawang bombay. Semuya ia singkirkan dan hanya menyisanqyam dengan kuahnya. Setelah itu, barulah perempuan berambut pendek itu memakannya bersama dengab nasi dan juga timun."Sini!" Adra mendorong piringnya, meminta Eca untuk memberikan semua bumbu yang menepi di piringnya itu pada Adra."Nggak apa-apa?" Eca ragu.Adra mengangkat kedua alisnya, tanda setuju."Kalau kamu enggak suka, kenapa harus memakai bumbu sebanyak ini?" tanya Adra yang bisa disebut juga mengeluh."Masakan tanpa bumbu itu enggak enak," jawab Eca."Tapi kamu membuangnya," sahut Adra tana memberi kesempatan Eca menjelaskan."Emm rasanya aneh," celetuk Eca dengan polosnya.Adra mengerutkan dahinya. Dia tidak habis pikir kalau istrinya itu tida menyukai makanan dengan sedikit bumbu, tapi dia bah

Sejak pulang dari lapangan futsal, Eca banyak diam. Tawa dan senyum ramahnya seketika menghilang saat ia memasuki mobil bersama dengan Adra.Dia merasa lelah, namun juga senang karena kali ini dia melihat bocah ajaib yang dulu ia sukai saat masa remaja dimana Adra menjadi atlet lari jarak pendek untuk Pekan Olahraga Nasional (PON). Larinya kencang, perhitungannya bagus, itu kesimpulan sementara dari Eca yang melihat permainan Adra yang berhasil membawa timnya memenangkan permainan.“Mereka memberikan pertanyaan yang tidak mengenakan hati?” tanya Adra, yang rupanya memperhatikan sikap diam istrinya.Eca menggeleng.“Lalu kenapa?” tanya Adra lagi. Dia menyetir mobil dengan cukup pelan karena jalanan yang mulai macet.“Dua perempuan berseragam pegawai itu, staf di kantormu?” tanya Eca.“Yang minta tandatangan? Iya.”“Ohh,” ucap Eca singkat.“Kenapa? Mereka membuatmu nggak nyaman?”Eca menggeleng. “Terlalu berisik,” ujarnya. “Aku mungkin enggak akan merasa berisik kalau kami sudah kenal s

Adra segera masuk ke kamar dan mandi. Dia tidak menghiraukan Eca yang sedang menyusun pakaiannya ke dalam koper untuk pergi.Eca juga tidak menanyai apapun, dia hanya menduga kalau suaminya itu sedang lelah dan ingin segera membersihkan diri lalu istirahat.Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, Adra keluar dan tidak kembali ke kamar hingga hampir tengah malam.Eca menyadari itu saat ia sudah hendak tidur dan mematikan lampu, namun Adra sama sekali tidak ada kabar. Dia sudah turun untuk memastikan kalau mobil masih ada di garasi, ponselnya juga ditinggal di atas meja dekat dengan ponsel Eca.Eca mencari Bi Ita dan mendapatkan jawaban kalau kemungkinan Adra sedang berada di ruangan yang hanya dirinya saja yang boleh masuk.Seketika Eca ingat dengan isi kontrak pernikahannya yang menyebutkan adanya satu ruangan yang tidak boleh diganggu oleh siapapun.Eca pergi menuju ruangan yang dimaksud oleh Bi Ita, namun tidak berani untuk mengetuk. D