Arina membuka pintu kamar perlahan, membiarkan cahaya pagi yang lembut menerobos masuk. Di dalam, Askara duduk di tepi ranjang—punggungnya membungkuk sedikit, siku bertumpu pada lutut, sementara jemarinya saling mengait dengan gelisah. Tatapannya kosong menembus lantai, namun di balik diamnya, masih ada sisa amarah yang belum reda.Arina menatapnya beberapa saat tanpa berkata apa-apa. Ia bisa merasakan betapa tegang udara di ruangan itu, seolah setiap tarikan napas Askara masih menahan bara dari pertemuan dengan Clarissa barusan.Pelan, ia melangkah mendekat. “Aku buatkan teh hangat, ya?” tanyanya lembut, sekadar memberi alasan untuk berbicara.Askara tak menjawab, hanya mengangguk kecil tanpa menatapnya. Arina tahu, ini bukan saatnya memaksa. Ia tahu Askara bukan tipe yang mudah menenangkan diri, apalagi setelah diseret kembali pada masa lalu yang penuh luka.Arina duduk di sisi ranjang, menjaga jarak cukup untuk memberi ruang, tapi cukup dekat agar kehadirannya terasa. “Kamu nggak p
Terakhir Diperbarui : 2025-10-15 Baca selengkapnya