All Chapters of Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda: Chapter 81 - Chapter 90

Begitu sampai di rumah, Arina langsung meletakkan tasnya di sofa dan tanpa membuang waktu menuju dapur. Perutnya sebenarnya lapar, tapi ada hal lain yang lebih membuatnya bersemangat yakni memasak sesuatu yang sederhana tapi tetap terlihat cantik untuk makan malam kali ini.Askara bilang akan sampai pukul setengah delapan malam. Sekarang sudah pukul enam lewat empat puluh menit. Kalau kalkulasi Arina tepat dan pergerakannya semua sinkron, maka seharusnya dia bisa menyelesaikan semua tepat waktu dan sesuai dengan rencana.Pertama-tama, dia menanak nasi putih pulen di rice cooker—nasi yang tidak terlalu lembek tapi juga tidak keras, wangi pandan yang harum segera memenuhi dapur kecil itu. Sambil menunggu nasi matang, Arina menyiapkan bahan untuk lauk utama yakni daging sapi tumis lada hitam.Potongan daging sapi yang sudah dipresto agar empuk dia tumis dengan bawang bombay, bawang putih, irisan paprika merah, dan saus lada hitam yang kental. Asap tipis mulai naik dari wajan, menyebarkan

Lampu-lampu kristal berkilauan, memantul indah di permukaan laut yang gelap ketika kapal pesiar mewah itu berlayar pelan. Musik jazz lembut mengiringi suasana malam, berpadu dengan deru ombak yang sesekali terdengar. Para tamu dengan setelan elegan berbaur, membawa gelas kristal berisi wine dan sampanye, bercakap hangat seputar bisnis, investasi, dan prestasi masing-masing.Di antara keramaian itu, Askara melangkah mantap dengan jas hitam slim fit bermaterial wol Italia, kemeja putih bersih, dasi satin biru tua, serta jam tangan klasik yang memantulkan cahaya lampu gantung. Sementara di sisinya, Arina tampak memesona dalam gaun panjang berpotongan elegan berwarna champagne dengan detail renda di bagian lengan. Rambutnya ditata bergelombang lembut, dihiasi anting berlian kecil yang memancarkan kilau sederhana namun berkelas.Setiap langkah mereka jelas menarik perhatian. Pasangan itu tampak serasi—Askara dengan aura tegas penuh wibawa, dan Arina dengan pesona anggun yang membuat banyak

Arina masih menahan napas panjang, jemarinya menggenggam erat dress-nya seakan itu bisa meredam gejolak emosi. Tatapannya sesekali melirik ke arah sudut, tempat Jefan tadi berdiri dengan wajah seolah tak bersalah. Rasanya sulit dipercaya, mantan kekasihnya itu bisa dengan santai muncul, lalu melempar kata-kata pedas seakan dia adalah korban dari apa yang terjadi.Askara menyadari betul kegelisahan Arina. Ia mendekat, sengaja menurunkan nada suaranya, memberi ruang yang terasa lebih aman bagi Arina. “Hei…” ujarnya lembut, menepuk pelan punggung tangannya. “Kamu hebat tadi. Bisa tetap tenang. Aku tahu, itu nggak gampang.”Arina mengalihkan pandangan, berusaha menyembunyikan kerlip marah di matanya. “Tenang apanya? Dalam hati aku mau teriak rasanya. Dia benar-benar nggak tahu malu,” gumamnya ketus, masih menahan sebal.Askara tersenyum tipis, menatapnya penuh keyakinan. “Justru itu yang bikin aku kagum. Kamu nggak meledak di depan semua orang, kamu pilih diam. Itu bukti kalau kamu jauh l

Malam itu, Arina merasa kepalanya berdenyut pelan. Pusing yang menyerang tiba-tiba membuatnya sadar kalau mungkin energi sosialnya sudah terkuras habis setelah seharian harus tersenyum dan berbaur dengan orang-orang asing di pesta. Ia memutuskan untuk undur diri lebih cepat, melangkahkan kaki menuju lorong kabin di kapal pesiar itu. Meninggalkan Askara yang nampaknya masih akan cukup lama berada disana. Pria itu tengah dikelilingi, dan Arina tidak berniat menjadi pusat perhatian dengan menyelinap kesana.Pikirnya, dia bisa memberi informasi nanti via chat saja. Zaman sudah semakin maju, itu bukan masalah, bukan?Langkahnya teratur menyusuri lorong yang sedikit sepi. Namun, di tengah perjalanan, bulu kuduknya meremang. Ada rasa ganjil, seolah-olah ada seseorang yang berjalan beberapa langkah di belakangnya, menjaga jarak tapi tetap mengikuti. Degup jantung Arina mulai terasa tidak wajar, kencang dan teratur seperti tanda bahaya.Tidak ingin membuat gerakan mencurigakan yang bisa memanc

Seorang wanita dengan pakaian serba tertutup berdiri memantau kamar dimana Arina dan Askara saat ini berada. Giginya gemeretak menahan amarah dan kedua tangannya terkepal erat penuh kekesalan. Rencananya gagal lagi. Wanita itu hendak berbalik, tapi belum apa-apa, tubuhya sudah ditarik paksa oleh seseorang yang juga tengah mengawasinya. Saat penutup wajahnya terlepas, si penarik sudah tidak kaget lagi kala menemukan siapa yang berada dibalik penyamaran. "Sedang apa kamu disini?" Jefan menemukan istrinya dengan pakaian mencurigakan itu sejak tadi mengawasi lorong. Satu yang dia ketahui, lorong itu bukan tempat dimana kamar mereka berada. Nindy dan Jefan hadir dalam pesta malam ini mengingat Jefan juga mendapatkan undangan. Sayangnya, sang istri mengeluh tidak enak badan beberapa saat setelah acara dimulai lantas menghilang dari pandangan suaminya. Baru kembali Jefan temukan setelah beberapa saat. Herannya, dia berada di lorong yang tidak seharusnya. Netra Nindy membulat, wanita it