Semua Bab Kamulah Jodohku, Alyana!: Bab 271 - Bab 280

"Jadi ... kamu sudah tahu sejak awal kalau Nathan bawa pergi Alyana?""Ya."Harison menunduk, mendekatkan kepalanya ke belakang leher Cecilia, menghirup aroma tubuh Cecilia, seolah mencari penghiburan untuk mengisi kekosongan dalam hatinya.Tanpa bisa dikendalikan, dia kembali teringat malam itu, saat Nathan menyematkan cincin di jari Alyana ....Dalam lamunannya, terngiang teriakan Alyana, "Harison, aku nggak mencintaimu lagi! Aku sudah lama nggak mencintaimu!"Sekejap, amarah dan cemburu membanjiri dirinya seperti badai yang meluluhlantakkan segalanya.'Mana mungkin Alyana dengan begitu mudah nggak mencintaiku lagi! Mustahil dia langsung menikah dengan pria lain!'Harison tidak bisa menerima hal itu sampai terlintas sebuah pikiran kejam. 'Mungkin bagus juga kalau Alyana mati di tangan Nathan.''Kalau aku nggak bisa memilikinya, orang lain pun nggak bisa!'Merasakan pelukan Harison terus semakin erat, Cecilia pun mengingatkan dengan pelan, "Harison, kamu memelukku terlalu kuat ..."Ha

"Sekarang dia nggak ada, suasana keluarga kita jadi jauh lebih baik, 'kan? Sebelum dia kembali ke Keluarga Imano, kita juga selalu merayakan Tahun Baru seperti ini."Bagi Arifin, keberadaan Alyana di Keluarga Imano selama ini seperti sebuah kesalahan pada sistem. Sekarang kesalahan itu sudah diperbaiki, jadi Keluarga Imano kembali ke bentuk idealnya.Karena terlalu senang, dia menenggak tiga gelas berturut-turut.Di bawah pengaruh alkohol, Arifin makin bersemangat. "Aku nggak mau Alyana kembali! Toh dia juga sakit parah, cepat atau lambat pasti mati ....""Cukup."Imelda menegur dengan alis berkerut. "Hari perayaan seperti ini, jangan ngomong hal sial begitu.""Bu, jangan pura-pura lagi. Di antara kita memangnya ada yang nggak berharap Alyana cepat mati?"Arifin bersendawa. "Meski dia sedarah dengan kita, dari awal dia nggak pernah sejalan dengan kita.""Kalau dia mati, anggap saja kita kembali ke empat belas tahun lalu. Waktu itu Alin masih dua belas tahun, dan kita semua hidup bahagi

"..."Arah opini publik langsung berbalik tajam, dan Keluarga Imano kembali menjadi sasaran kecaman.Alina hampir tidak bisa menahan senyum sinisnya. 'Sungguh alur yang nggak asing. Keluarga Imano lagi-lagi jatuh karena Alyana.'Siapa yang bisa menyangka hal ini?Bahkan hingga ajal menjemput, Alyana masih membela Nathan.Alina mengusap hidungnya, lalu menatap anggota Keluarga Imano lain dengan mata berkaca-kaca. "Kak Alya sampai mati pun nggak maafin kita ...."Secara tersirat, dia menuduh surat wasiat itu sengaja ditinggalkan Alyana untuk menjatuhkan Keluarga Imano. Kini, mereka benar-benar jadi sasaran hujatan di dunia maya, persis seperti yang diinginkan Alyana.Menyadari hal itu, semua orang langsung tersadar dari kesedihan mereka.Arifin menggertakkan gigi dengan marah. "Benar! Mati pun, dia masih ingin menyeret kita! Kenapa kita harus bersedih?""Tapi dia ...." Imelda menyeka air matanya. "Dia sudah pergi ....""Bu, nggak pantas menangisi orang seperti dia! Dia cuma tahu membela

"Ayo pulang ...." Cecilia menatap Harison dengan mata berkaca-kaca. "Kamu pernah janji padaku, kamu nggak akan ikut campur urusan Keluarga Imano lagi. Kamu sudah lupa?"'Alyana sudah meninggal. Kamu masih belum bisa benar-benar melupakannya?'Kalimat itu hanya bergema dalam hati Cecilia, tidak berani mengucapkannya. Dia takut Harison akan ragu, dan keraguan itu sendiri sudah cukup menjadi jawaban.Dia menggenggam tangan Harison erat-erat. "Ayo kita pulang."Melihat wajah Cecilia yang penuh kecemasan, amarah di mata Harison perlahan mereda. Setelah terdiam beberapa saat, akhirnya dia mengangguk pelan. "Ya."Saat mereka berjalan pergi sambil bergandengan tangan, Arifin mencibir, "Heh! Dasar pria nggak tahu malu, sok-sokan jadi pahlawan cinta!""Diam."Sam langsung membentak Arifin dan menatapnya tajam sebagai peringatan.Cecilia berhenti sejenak, lalu menoleh ke arah Sam dan berkata, "Biaya pengobatannya akan aku tanggung. Tolong kalian jangan ganggu Harison lagi.""Nggak perlu. Adikku m

"Hari ini sudah dianggap batas waktu terakhir. Saat sarapan, Kakek sempat marah-marah, mengumpat Paman Nathan karena rela melepaskan segalanya demi orang yang sudah meninggal. Kakek ingin memenuhi keinginan pamanmu itu."Manda menatap Andreas dari atas ke bawah. "Makanya, jangan sampai Kakek melihat tampangmu ini. Bisa-bisa kamu juga ikut kena marah."Andreas mengangguk. "Terima kasih, Bu, sudah selamatin nyawaku."Manda menghela napas, lalu mengelus kepala Andreas dan berkata, "Ibu bisa mengerti kamu. Waktu bicara di telepon, Ibu tahu kamu dan Nona Alyana sangat dekat.""Ibu pulang terlalu terlambat ...."Manda tampak menyesal. "Kalau nggak, Ibu pasti bisa bertemu gadis itu. Ibu ingin tahu seperti apa orangnya sampai bisa membuat pamanmu begitu peduli padanya."Saat Manda menjadi menantu Keluarga Moran, Nathan yang masih duduk di bangku dasar sudah terlihat dewasa dan tenang dibandingkan anak lain yang seumur dengannya.Dia menyaksikan sendiri bagaimana Nathan tumbuh menjadi pria semp