Semua Bab Kamulah Jodohku, Alyana!: Bab 51 - Bab 60

"Benar, Kak Alyana adalah penyelamat besar kita!"Setelah berjalan mendekat, Andreas menyadari bahwa Alyana tengah menutup matanya. Andreas terkekeh pelan sebelum berkata, "Kak, jangan takut, mereka semua orang baik kok."Dia tidak menyangka, candanya justru dianggap serius oleh Alyana."Paman mengajak teman-temannya main kartu malam ini, dan dia terus menang. Beberapa dari mereka sudah hampir nggak punya modal lagi."" ... "Alyana kemudian perlahan membuka matanya. Tatapan tajamnya langsung diarahkan kepada Andreas, yang malah tertawa semakin terbahak-bahak."Kak, aku kenalin dulu. Ini Evin Deris, yang di sebelahnya Wira Haron, dan Dokter Jacob ... kayaknya nggak perlu aku kenalin lagi, 'kan?"Mendengar nama keluarga mereka saja sudah cukup bagi Alyana untuk memahami latar belakang masing-masing.Di Kota Anjelo, terdapat empat keluarga besar. Moran adalah yang utama, diikuti oleh keluarga Deris, Haron, dan Hyonda.Dalam keadaan sosial saat ini, kalangan atas tetap tidak banyak beruba

Setelah bergegas membereskan semuanya, Alina keluar dari kamar mandi. Dia memasang senyum yang tampak alami sebelum membuka pintu kamar.Di sana, ibunya berdiri sambil membawa secangkir susu hangat, matanya menyiratkan rasa curiga. "Kenapa lama sekali baru buka pintu?""Oh, aku tadi lagi di kamar mandi."Alina menerima susu dari ibunya. "Bu, sudah malam. Ibu sebaiknya istirahat lebih awal," katanya lembut.Namun, tatapan ibunya jatuh ke arah kakinya dan mengernyit. "Kenapa kamu masih pakai sepatu?""Aku ...."Otaknya bekerja cepat, dan tanpa berpikir panjang, Alina menutup perutnya dengan satu tangan. "Aku tadi sakit perut, makanya buru-buru ke kamar mandi.""Kamu makan sesuatu yang salah?" tanya ibunya dengan penuh perhatian. "Perlu Ibu ambilkan obat?""Nggak, nggak usah," jawab Alina cepat sambil tersenyum kecil. "Sakitnya sudah berkurang kok. Besok pasti baik-baik saja."Ibunya terlihat ragu sebelum mengangguk. "Baiklah, istirahatlah dengan baik malam ini."Setelah pintu kamar tertu

Hampir satu bulan berlalu sejak sesi kemoterapi pertama, dan kini sudah waktunya Alyana menjalani rawat inap untuk sesi kemoterapi kedua.Penderitaan dari sesi sebelumnya masih melekat dalam benaknya, menjadi alasan kuat bagi Alyana untuk menghindari rumah sakit. Alhasil, dia terus-menerus menunda pemeriksaan.Dalam keheningan sore, Alyana menikmati waktu bermalas-malasan di tempat tidur, memeluk selimut dengan nyaman. Namun, suara pintu yang terbuka mendadak membuatnya tersentak hingga bangkit duduk.Di ambang pintu, Nathan muncul dengan setelan jas rapi, melangkah cepat ke arahnya. Tanpa sepatah kata, dia langsung meraih pergelangan tangan Alyana.Alyana panik. "Apa yang kamu lakukan?""Membawamu ke rumah sakit.""Aku nggak mau pergi ...."Nathan tidak memberinya ruang untuk protes. Dalam satu gerakan cepat, dia membungkuk dan menggendong Alyana, lalu melangkah keluar kamar."Turunkan aku!"Alyana mencoba meronta, tetapi tidak berhasil.Kekuatan Nathan benar-benar di luar perkiraanny

Tubuh Alina bergetar, tetapi tatapannya memancarkan keteguhan. "Ayah, jangan tanya lagi .... Ini masalahku sendiri, aku akan menanggungnya sendiri ...."Royan, yang sudah diliputi amarah, mencengkeram pergelangan tangan Alina lebih kuat."Apa yang kamu tanggung?" teriaknya. "Kami telah mengorbankan banyak hal untukmu, dan ini balasanmu? Kamu sudah membuat nama Keluarga Imano tercoreng!""Maafkan aku ...."Alina menundukkan kepala, air mata mengalir di pipinya, hanya berani menggigit bibir dan menangis pelan.Imelda melangkah maju, lalu bertanya dengan suara yang serak, "Alin, anak ini sebenarnya milik siapa? Kalau kamu nggak bilang, anak ini nggak bisa dibiarkan lahir ...."Alina buru-buru menggelengkan kepala. "Nggak, nggak boleh, kalian nggak boleh menyakiti anakku ...."Imelda memegang lengannya, mencoba membujuk dengan penuh perhatian. "Kamu masih muda, dan masih harus menikah. Membawa seorang anak hanya akan menghancurkan hidupmu. Kalau kamu melahirkan anak ini, kamu pasti akan me

"Ini adalah anak kita!"Alina meletakkan tangannya di perutnya, tersenyum cerah. "Kak Harison, aku pasti akan melahirkan anak ini ....""Nggak boleh!"Harison dengan tegas memutuskan niat Alina. "Anak ini nggak boleh dilahirkan."Malam itu adalah sebuah kesalahan, dan dia tidak bisa membiarkan kesalahan itu berlanjut.Jika anak ini benar-benar lahir, hubungannya dengan Alyana akan benar-benar hancur.Melihat Alina tertegun, Harison melunakkan nada suaranya, mencoba menjelaskan dengan sabar. "Apa yang terjadi malam itu kesalahan besar. Kalau sampai tersebar, reputasi kedua keluarga akan hancur.""Alin, dengarkan aku. Anak ini nggak boleh dipertahankan."Harison melangkah maju, meletakkan tangannya di bahu Alina. "Bukankah kita sudah sepakat malam itu? Kita anggap saja nggak pernah terjadi apa-apa. Sekarang tiba-tiba muncul anak, apa maksudnya ini?"Alina menatap Harison dengan tatapan tidak percaya. "Kamu ... bu ... bukan seperti itu ....""Alin."Harison memanggilnya, mengambil alih pe