Anya berdiri di dapur apartemen dengan tangan gemetar, memandangi cangkir teh yang sudah dingin. Matanya sembab, rambutnya terurai tidak rapi, dan wajahnya masih menyimpan jejak tangis panjang malam sebelumnya. Suara langkah pelan terdengar dari arah ruang tengah.“Kamu nggak tidur sama sekali?” tanya Rio yang baru keluar dari kamar, mengenakan kaus abu-abu dan celana santai.Anya tidak menjawab. Ia hanya menggeleng pelan, masih terpaku pada meja dapur.Rio menarik kursi, duduk di seberangnya, lalu berkata, “Aku sudah telepon Kevin. Dia bantu urus semua kebutuhan pemakaman.”Anya menggigit bibir. “Makasih, Rio...”Suara Anya nyaris tak terdengar. Ia lalu mengusap matanya yang mulai berkaca lagi.“Kalau kamu mau ke rumah sakit lagi, aku bisa antar,” kata Rio, datar tapi tidak dingin.“Aku... aku cuma takut, Rio. Rasanya belum siap...” Anya menunduk. “Aku bahkan belum percaya kalau Ibu beneran pergi...”Rio diam beberapa saat, menatap Anya tanpa mengganggu. “Nggak ada orang yang benar-b
Last Updated : 2025-05-21 Read more