Semua Bab Silakan Ambil Suamiku, Nona Pelakor: Bab 361 - Bab 370

“Pa, bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Nyonya Ana.Kedua orang tua Deasy baru bisa dihubungi siang hari, beberapa jam usai kematian Deasy. Mereka langsung bertolak ke tanah air dan tampak terpukul begitu mendengar berita kematian putrinya.Kini keduanya sudah berada di kantor polisi dengan wajah kebingungan.Tuan Henry yang duduk di sebelah Nyonya Ana hanya diam sambil sesekali mengelus tangan istrinya.“Silakan isi formulir dan tanda tangan di sini, Pak, Bu. Setelah itu besok, kami akan mulai melakukan autopsi jenazah putri Anda,” ujar salah satu petugas polisi.Meski hari sudah sangat larut, tapi masih ada beberapa polisi yang bertugas. Tuan Henry hanya mengangguk.Sekilas ia menoleh ke istrinya, seolah sedang meminta pertimbangan. Bagaimanapun ini menyangkut penyebab kematian putrinya.Akhirnya setelah beberapa saat, mereka memutuskan untuk memberi izin pihak berwajib untuk mengauto

“Nenek!! Apa sudah selesai kontrol kesehatannya?” sapa Lea.Ia senang saat melihat Nyonya Danira mengunjunginya di kantor. Lea pikir Nyonya Danira sedang kontrol kesehatan diantar oleh Tommy tadi pagi. Itu sebabnya ia bertanya mengenai kesehatan neneknya.Nyonya Danira hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala.“Iya, Lea. Sudah selesai dan semuanya baik saja. Bagaimana kamu? Apa ada kesulitan?”Lea menggeleng. Ia bangkit dari kursi kerjanya dan menghampiri Nyonya Danira kemudian duduk bersebelahan di sofa.“Semuanya bisa aku handle, Nek. Hanya saja, beberapa hari ini aku sulit fokus.”Nyonya Danira terdiam sambil memperhatikan Lea.“Aku kepikiran Ghalib, Nek. Gara-gara Nyonya Emilia terlibat dengan kematian Deasy. Ghalib jadi bersedih.”“Kemarin saja, ia pulang sangat larut. Wajahnya sedih saat datang. Ia juga bilang jika Nyonya Emilia menolak pertolongannya.”

Seketika Kenan tercengang kaget. Mulutnya sedikit terbuka dengan mata menatap dengan tajam. Tidak ia duga jika kedua orang tua Deasy juga menginginkan harta itu.“Apa kamu tahu dimana Deasy menyimpannya, Kenan?” tanya Nyonya Ana.Kenan membisu. Ia ragu untuk menjawab. Inginnya Kenan berterus terang tentang keberadaan dokumen itu, tapi kematian Deasy baru kemarin bahkan jasadnya belum dikubur. Rasanya tidak etis membicarakan warisan di saat seperti ini.“Saya tidak tahu, Tante.”Akhirnya Kenan memilih berbohong. Ia tidak mau kecolongan. Dokumen itu belum seratus persen berganti kepemilikan menjadi namanya. Ia harusnya bersabar hingga semuanya beres.“Ya sudah kalau tidak tahu. Kami tidak menyalahkanmu.”Kenan hanya diam tidak bereaksi. Ia tidak mau menimbulkan kecurigaan pada kedua orang tua Deasy. Kalau bisa, Kenan akan bersabar menunggu hingga semua kekacauan ini reda lalu dia akan menunjukkan ke semua or

“Iya, benar sekali. Dia meniru caramu untuk mendapatkannya,” ujar Ghalib.Lea terdiam sambil menghela napas beberapa kali. Bahunya terlihat naik turun mengolah udara sambil menerawang jauh ke depan.“Sepertinya yang pernah kulakukan pada Kenan, telah ia tiru dengan baik, Sayang.”Ghalib tersenyum sambil memperhatikan Lea. Entah mengapa reaksi Lea seperti orang bersalah saja.“Sudahlah, kamu tidak perlu merasa bersalah. Kenan menirumu karena kamu pintar, tapi dia lupa ada beberapa hal yang harusnya tidak dia lewatkan.”Lea mengernyitkan alis sambil menatap Ghalib dengan bingung.“Memangnya apa yang dia lewatkan?” Lea penasaran.“Belakangan ini kondisi perusahaan itu tidak sehat. Karena kebijakan yang dilakukan Deasy, banyak inves tormenarik dana investasinya. Bahkan kalau tidak salah Deasy juga kena penalty dari Tuan Dayu.”Lea mengangguk. Ia sudah pernah mendengar hal

“Maaf … saya hanya sekedar cari angin tadi dan tidak sengaja ---”Tuan Dayu terdiam, tidak meneruskan kalimatnya. Namun, matanya sudah menatap Ghalib dan Lea bergantian.Lea tersenyum sambil menganggukkan kepala, berbanding terbalik dengan Ghalib yang masih terlihat kesal. Lea tahu jika Tuan Dayu juga diundang di acara ini. Ghea mengenal baik putrinya. Apalagi Chika merupakan pasien tetap di rumah sakit tempat Ghea bekerja sekarang.“Kalau begitu saya permisi dulu. Maaf, sudah mengganggu.”Tanpa menunggu jawaban Ghalib, Tuan Dayu sudah berlalu meninggalkan balkon lebih dulu. Wajahnya semakin muram dan berjalan sambil menunduk. Ia berharap bisa secepatnya menghilangkan rasa aneh ini. Tidak seharusnya ia tertarik pada istri orang apalagi kalau sampai menjadi pebinor.“Kita juga pulang yuk, Ghalib. Pamitan ke Ghea dan Arifin dulu.”Seketika sebuah senyum terkembang menghapus wajah kesal Ghalib beberapa