All Chapters of RAHASIA MENANTU IDAMAN : Chapter 21 - Chapter 30

Balkon apartemen Brian malam itu.Angin pelan mengayun tirai transparan. Lampu temaram dari dalam ruangan menciptakan siluet manis pasangan muda yang lagi jatuh cinta.Kanya duduk santai di pangkuan Brian. Tubuhnya rebah santai, kepala bersandar di bahu cowok itu. Tangannya memegang ponsel dengan kamera depan aktif — lagi video call sama mamanya.Di layar, wajah Mama dan Papa muncul berdampingan.Kanya senyum lebar. "Mama, aku diculik Mas Brian," ucapnya dramatis sambil mengatur gaya rambutnya yang ditiup angin.Brian langsung nutup mulut Kanya pakai telapak tangan, ekspresi panik-panik manja."Jangan fitnah dong sayang..." bisiknya pelan, lalu ikut nyengir ke kamera.Kanya ngakak, mulutnya tertutup tangan Brian tapi tetap bisa nyolek pinggang cowok itu biar dia lepasin."Mama..." Kanya mengadu. "Aku ditahan di apartemen, nggak boleh pulang... disuruh tidur bareng tiap malam, dikasih makan enak, dipeluk terus... dan

Udara subuh itu dingin. Tapi bukan dingin yang menusuk, lebih kayak dingin yang pelan-pelan menenangkan. Brian duduk bersila di lantai, tepat di depan Kanya yang masih melamun di sofa dekat balkon. Ia menatap cewek yang dia cintai itu—matanya sembab, kakinya memeluk lutut, rambutnya berantakan tapi tetap cantik, tetap Kanya-nya dia. “Yang…” Brian memanggil pelan, suaranya serak. Kanya nggak jawab. “Kamu bisa pelan-pelan, nggak harus sekarang. Tapi jangan simpan semua ini sendiri. Kamu bisa bagi sebagian ke aku.” Brian bicara dengan sabar, penuh kasih. Kanya masih diam. Jemarinya menggenggam kain selimut yang dia ambil sebelum keluar dari ranjang. "Aku nggak tau, Mas... Aku pengen cerita tapi aku takut. Aku takut kalau kamu tau semuanya, kamu nggak bakal lihat aku sam

“Aku udah bilang, aku nggak mau lanjut. Aku juga udah lama kembalikan cincin itu ke orang tua kamu, dan aku udah minta maaf. Tapi mereka tahu… dan mereka setuju sama keputusan aku.”“Karena mereka juga tahu, kamu bukan cewek yang bener buat aku.”“Dan kamu mau nikah sama cewek kayak dia?”Sintia menunjuk Kanya yang masih terbaring.“Iya. Sama wanita yang nggak pernah pura-pura.”“Kamu pilih dia yang nggak jelas asal usulnya, model murahan, daripada aku yang udah lama sama kamu?”Brian menatap Sintia tajam.“murahan? Justru karena kamu terlalu jelas kelakuannya, makanya aku pergi.”“Dan kamu mau nikah sama... model kayak dia?”Sintia menunjuk Kanya yang masih terbaring, masih lemas setelah drama taksi tadi.Brian mendekat ke Sintia, tatapannya datar. Tegas.“Iya. Aku mau nikah sama Kanya.”“Kamu serius…? Kamu milih dia yang baru kenal sebentar?”Suara Sintia serak. Emosinya campur aduk.

Di parkiran, Brian bawa sendiri dus-dus besar itu ke bagasi mobil Mercy SUV-nya.Kanya berdiri di samping pintu, membukakan pintu belakang buat naruh mainan.Kanya bicara dengan lembut,“Thank you ya, Mas…”Brian cuma angguk kecil sambil nutup bagasi.Di matanya, pertanyaan soal siapa Daniel dan buat siapa mainan ini masih belum hilang. Tapi... dia memilih diam dulu.•••DALAM MOBIL — DI JALAN MENUJU TEMPAT BERIKUTNYAHening. Mobil Mercy SUV itu melaju mulus, menyusuri jalanan kota yang mulai redup ditelan senja.Di dalam kabin, AC dingin. Tapi ada kehangatan lain yang lebih terasa—tangan Kanya dan Brian bertaut erat di antara console tengah.Kanya nyender ke lengan Brian, matanya menatap keluar jendela. Nggak banyak omong. Tapi sentuhan tangan itu lebih dari cukup buat nunjukin bahwa dia nyaman. Bahwa dia lagi butuh diam.Brian melirik Kanya sebentar.Brian bicara pelan,“Arah selanjutn

Saat merasakan ada sedikit pergerakan, saat itulah Kanya terbangun. Matanya yang masih berat terbuka sedikit, dan ia melihat pemandangan yang membuat hatinya hangat.Kanya bisik, senyum kecil,“Mas... lucu banget sih. Daddy vibes-nya kerasa.”Brian menoleh, senyum malu,“Bangunin kamu ya? Sorry...”Kanya bilang, “Nggak, malah bahagia liatnya.”Ia menyentuh lengan Brian, lalu memiringkan badan, masih dalam posisi tiduran.Kanya dengan senyum genit, bisik pelan, “Habis ini, nyusu sama aku ya, Mas...”Brian kaget dikit, tapi langsung senyum dan ngangguk cepat, “Siap, Mommy Daniel... siap!”Kanya ketawa pelan sambil cubit tangan Brian,“Ganjen banget sih. Awas ya, aku cakar juga lo nanti.”Brian ketawa pelan, “Cakar juga gapapa. Yang penting jangan ninggalin aku.”Kanya tersenyum, kali ini tanpa ragu. Dia mendekat, menyandarkan kepala di pundak Brian yang masih memangku Daniel, sambil memandangi