"Mas, how do i look?" tanya Kanya saat ia menggunakan lingerie seksi untuk melayani Brian diatas ranjang. "sini, sayang. kita liat seberapa kuat kamu diatas ranjang," ucap Brian dengan senyuman manis dan bersiap untuk membuat bayi. Model cantik dan seksi bernama Kanya, diam-diam memiliki seorang anak laki-laki dari hasil pemerkosaan terhadap dirinya yang dilakukan lebih dari 3 orang, dimasa lalu yang ia rahasiakan. Demi sang buah hati, Kanya bangkit untuk membalas dendam terhadap apa yang telah terjadi pada hidupnya dengan cara yang terpaksa ia menggunakan seorang Manager di sebuah perusahaan bernama Brian yang juga secara kebetulan telah dijodohkan dengan dirinya oleh kedua orang tua mereka sejak lama. kesempatan ini digunakan Kanya untuk memanfaatkan Brian sebagai senjatanya demi membalas dendamnya terhadap pelaku utama dalam kasus pemerkosaan yang telah ia alami.
Lihat lebih banyak"Bri, nanti malam anterin mama sama papa ya." Isi pesan itu.
"Kemana ma?" Brian membalasnya. "Kerumah temen mama, kita udah lama nggak ketemu, bisa kan?" Ibunya membalas lagi. "Ehm... tumben ma? Biasanya pergi berdua?" Isi balasan pesan dari Brian. "Ih, nurut aja deh, sekali kali ini. Pokoknya mama tunggu nanti jam 8 malam kita pergi, Brian jemput kerumah mama sama papa ya," balasan pesan dari ibunya. "Ya udah, tunggu aja ya ma," Brian membalas pesan itu. "Tumben, biasanya nggak gini?" Brian bergumam sambil menatap layar ponsel yang baru saja menampilkan pesan dari ibu. Brian mengerutkan dahi, mencoba memahami nada pesan itu. Ada sesuatu yang terasa berbeda kali ini. Namun, Brian tidak bisa memastikan apa. Apakah ada yang sedang terjadi di rumah? Atau ibunya hanya mencoba menyampaikan sesuatu yang penting dengan cara yang tak biasa? Kenapa tiba-tiba Brian merasa tidak tenang dan Brian menarik napas dalam-dalam, mencoba mengusir bayangan buruk yang mulai memenuhi kepala. Pukul 6 sore, Brian terjebak macet. Brian kembali mengirim pesan pada ibunya, "Mama, kayaknya nggak bisa, macet parah nih,* "Duh... gimana ya? Penting banget loh, Brian..." "Penting?" "Iya, penting, kamu harus ada..." "Emang ada apa sih ma?" "Gini aja deh. Kamu nyusul ya, mama kasih alamatnya aja, jadi mama sama papa naik taksi sekarang," "Ya udah, oke, tunggu aja ya ma, hati-hati, ma." "Okey!" Usai membaca pesan dari ibu untuk kesekian kalinya, Brian masih saja terjebak macet. Merasa gerah, ia membuka beberapa kancing pakaiannya "Ac kayak nggak fungsi kalo lagi macet gini," Ucapnya sambil melihat sekitar. Sementara itu, ditempat lain. "Wah... udah lama nggak ketemu, akhirnya, apa kabar Richard?" Abi Atmaja, baru saja menyapa sahabat lamanya. Richard Wicaksana, ayah dari Brian. Persahabatan mereka yang telah berlangsung sejak masih usia 8 tahun hingga kini menginjakkan usia 51 tahun. Sekian lama, mereka bertemu kembali. Berbincang ringan, menikmati makanan ringan dan bercengkrama. "Jadi, gimana kabar Brian? Ah, dia pasti lupa sama saya nih?" ucap Abi. "Hahaha... dia udah kerja di perusahaan orang asing. Semoga dia masih inget sama kamu, terakhir kan kita tetanggaan, waktu di Surabaya kan?" ucap Richard. "Apa dia masih sendiri?" tanya Ratna, istri Abi. "Kayaknya sih, dia masih sendiri. Soalnya dia nggak pernah bawa pacar atau kenalin kita juga, ya kan pa?" ucap Indira lalu bertanya pada Richard. "Iya, dia juga udah punya rumah sendiri. Jadi kita jarang kumpul, tapi dia nanti kesini jemput kita." ucap Richard. "Oh gitu... sama kaya Kanya." ucap Ratna. "Kanya, mana?" tanya Indira, "janji kita? Gimana? Oke kan?" ucap Indira lagi. "Oh... jelas, jadi dong, sudah nggak sabar liatnya. Tunggu ya, dia ada kok. Aku panggil bentar ya." ucap Ratna. Ratna berjalan menuju kamar Kanya, "Kanya ... sibuk nggak? Turun yok." "Bentar mama..." Sahut Kanya dari dalam kamar. Segera Kanya mengganti pakaian dan merapikan rambutnya, sedikit memberikan parfum lalu ia membuka pintu kamar. "Teman mama udah sampe?" tanya Kanya. "Udah dong, ayo turun, mungkin kamu lupa lupa inget deh sama mereka," ucap ibu Kanya. "Masa sih?" tanya Kanya, sambil berjalan menggandeng tangan Ratna, menuruni anak tangga. Tiba di ruang tengah, Kanya menyapa ramah kedua orang tua Brian. Duduk bersama dengan mereka dan terlihat menikmati suasana kekeluargaan. "Kamu cantik banget sih." ucap ibu Brian, sambil tersenyum dan menggenggam tangan Kanya. "Masa sih tante? Jadi malu ah, tante sama mama tuh yang paling cantik, " ucap Kanya, membalas pujian. Kanya Atmaja, anak satu satunya. Cantik, cerdik dan seksi, walau hanya dapat menyelesaikan sekolah hingga SMA, Kanya tak peduli. Sebab, ia lebih memilih karir sebagai model catwalk brand pakaian ternama sejak kelas 2 SMA hingga saat ini. "Ini Kanya yang buat risol mayonya, tante. Enak nggak?" tanya Kanya pada ibu Brian. "Enak banget, kamu jago masak ya?" ucap ibu Brian. "Dia jago buat itu doang, lainnya dia nggak bisa." ucap ibu Kanya. "Mama ah, mendingan kan tante Indi, dari pada nggak bisa sama sekali." ucap Kanya, sambil menahan tawa, "Saran Kanya, kalau makan risol buatan Kanya, harus siap tisu. Nanti muncrat," ucap Kanya dengan kerling mata genit dan senyuman penuh arti. Mereka bertiga tertawa di ruang makan, sambil menunggu kehadiran Brian. Tak lama kemudian, Brian pun datang ke kediaman keluarga Kanya. "Wah, Brian? Inget nggak sama om?" ucap ayah Kanya, menyambut kedatangan Brian. "Om, apakabar?" ucap Brian dengan ramah dan memeluk ayah Kanya. Duduk bersama, berbincang, hingga akhirnya semua menjadi kacau bagi Brian. "Nikah?" tanya Brian, dengan wajah bingung. "Iya. Kita udah jodohin kalian dari belum ada sampe saat ini dan ya ini saatnya kalian berdua ketemu." ucap ibu Brian. "Iya, tante sama om juga sepakat, buat jadiin kamu menantu kita. Dari dulu banget." ucap ibu Kanya. Abi dan Richard mengiyakan. Sementara Brian, "ta ... tapi, Brian nggak kenal sama anak om, tante, terus ... dia mungkin udah ada pacar, Brian juga udah ada," ucap Brian memberikan penjelasan. Mereka saling pandang, kemudian Ratna memutuskan untuk meminta Kanya kembali ke lantai dasar dan duduk bersama. Datanglah Kanya, dengan segala pesonanya. Duduk berseberangan dengan Brian. Brian semakin terlihat bingung dan sedikit gugup. Sementara Kanya hanya menunduk saja tanpa melihat Brian. "Kalian belum kenalan kan?" ucap ibu Kanya. Keduanya mengangguk tak bersuara. Richard meminta Brian untuk mengajak Kanya duduk di tempat lain, agar dapat saling mengenal. Maklum saja, mereka berdua tak pernah bertemu. Apalagi terpaut usia antara Brian dan Kanya, 6 tahun. Melangkah ragu, Brian lebih dulu berjalan menuju kursi taman, Kanya pun menyusul dengan membawa makanan dan minuman. "Aku nggak kenal sama kamu," ucap Brian, sambil berdiri, melihat langit malam dan mengantungi kedua tangannya, pada saku celana. "Aku juga nggak kenal sama mas. Soalnya jelek," ucap Kanya, saat ia duduk di kursi taman dan menyilang kakinya, tanpa melihat wajah Brian. "Hah? Apaan tadi? Jelek?" ucap Brian, sambil menoleh pada Kanya dengan nada protes. Kanya menatap Brian dan Brian pun membalas tatapannya. Keduanya saling pandang untuk pertama kalinya. "Owh! Nggak mas. Nggak jelek sih, cakep, maaf, minum mas? Makan mungkin? Duduk mas atau kita pangkuan?" ucap Kanya yang mendadak genit sambil menahan tawa. Sementara Brian, masih memandangi wajah cantik dan tubuh yang seksi itu yang sedang menggodanya. "Apaan nih?" ucap Brian, dalam hatinya saat melihat Kanya. "Gede banget pasti punya dia, dia aja gede banget badannya, tinggi lagi, aduh..." ucap Kanya, saat melihat Brian, atas hingga bawah. "Apaan liat-liat?" ucap keduanya, bersamaan. "Ih, mas yang liatin aku, kok." ucap Kanya, sambil melipat kedua tangannya. "Kamu yang liatin aku duluan." ucap Brian, dengan tangan yang masih ia masukan dalam saku celana. "Ih... enak aja, langit pun tau, kalo situ yang liatin aku duluan! Dasar mesum!" Ucap Kanya pada Brian. "Sembarangan kamu bilang aku mesum?" Brian protes. "Emang! Ih kamu pikir aku mau nikah sama cowok kayak gini? Hah?" Kanya membela diri. "Hah apa? Kamu pikir aku mau nikah sama cewek kayak kamu?" Brian menjual mahal. "Jelas lah, kamu tadi liatin aku kok? Atas bawah depan samping kiri kanan aku? kamu liatin! Suka kamu sama aku kan?" ucap Kanya sambil sedikit menyibak rambutnya dan sedikit menggigit bibirnya. "Sok cantik." Brian bereaksi. "Emang aku cantik kok! Kamu sok cakep!" Kanya tak mau kalah. "Emang aku cakep, dih? Kenapa juga," Brian terlihat lebih tak mau kalah. "Kamu nggak punya kuku kayak aku!" ucap Kanya samni memperlihatkan kuku cantiknya. "Astaga! Ngapain aku pake kuku gituan?" Brian terlihat menggeleng heran. "Kamu juga nggak punya cewek kayak aku. Aku yakin cewek kamu tuh orangnya kaku! Kayak kamu tuh!" ucap Kanya sambil menantang. "Hahaha, sok tau," Brian tertawa remeh. "Iyalah! Bener kan?" Kanya merasa benar. Brian tak menjawab dan benar apa yang Kanya ucapkan tentang kekasihnya yang kaku itu. "Diem kan? Kalah deh sama aku. Awas ya, sampe kamu cinta ke aku?!" Kanya hendak melontarkan ancaman. "Apa? Apa coba?" tanya Brian sambil melihat wajah Kanya dan berjalan mendekat. "Tuh kan? Deketin aku kan? Suka kan? Sange kan kamu kan?" ucap Kanya sambil tersenyum genit dan perlahan mundur. "Ampun deh! Dah ah, males. Buang waktu. Aku nggak akan nikah sama kamu," Brian bersumpah. "Ya udah sana, pulang kerumah kamu, awas kesini lagi sampe bawa gono gini! Awas aja!" ucap Kanya sambil kemudian menghentak kaki dan berbalik arah meninggalkan Brian di taman. "Ih, sumpah. Kalau bukan perempuan, udah?" ucap Brian yang menahan amarahnya. "Apa? Apa kalo aku bukan perempuan? Mau apa ke aku? Maju sini lo kalau berani!" Tantang Kanya. "Kamu pikir aku takut?" ucap Brian yang datang mendekati Kanya. "Kamu pikir aku berani?" sahut Kanya yang tiba-tiba mundur perlahan.Kanya tersipu malu dan berlari kecil mendekati Brian bak anak kecil saat pulang sekolah. Brian beranjak dari motor nya dan menyambut Kanya dengan pelukan. "Suami..." ucap Kanya sambil mendongak melihat Brian. "Hai, pake helm dulu, istri," ucap Brian, sambil mengenakan helm pada Kanya. "Pak manager takut ketahuan orang ya?" Kanya bertanya sambil tertawa kecil, saat melihat Brian yang masih mengenakan helm. "Iya, nanti kamunya yang kenapa-napa," ucap Brian. "Pacaran boleh kok yang, kata mami Intan," ucap Kanya. "Masalahnya mami Intan kenal sama Sintia, sayang," ucap Brian. "Owh gitu," sahut Kanya. "Pulang atau..." tanya Brian memberikan pilihan. "Pulang kerumah kamu kan, bukan kerumah mama?" tanya Kanya. "Iya, kita kesana," ucap Brian. "Diperkosanya jadi kan, yang?" tanya Kanya yang kembali jahil. "Hahaha... ada aja. Ayo, bisa nggak naiknya?" tanya Brian sambil melihat Kanya yang mungkin kesulitan untuk menaiki motor itu. "Ih nggak sampe, yang..." Sambil melepa
Dalam cahaya studio yang memukau, Kanya berpose dengan penuh semangat, energi positifnya terpancar jelas dalam setiap kilasan lensa kamera saat sesi pemotretan terakhir ini. Brian, dengan langkah penuh antisipasi dan dada berdebar, turun dari lantai atas menuju ke lantai dasar. Sesampainya di bawah, dia langsung menyapa calon ibu mertuanya dengan senyum yang tak bisa disembunyikan, menandakan kebahagiaan mendalam yang sulit diungkapkan dengan kata-kata, hanya beberapa saat sebelum ia menjemput calon istrinya yang paling cantik sedunia. "Tante," ucap Brian saat bertemu ibu Kanya. Ia menyapa dengan ramah. "Eh Bri? Mau kemana?" tanya ibu Kanya saat Brian mencium punggung tangan calon ibu mertuanya ini. "Izin, mau jemput Kanya, tante," ucap Brian. "Oh, siap deh. Kamu udah makan?" tanya ibu Kanya. "Brian udah makan, tante," ucap Brian. "Eh iya Bri? Maaf ya, kalau tante tanya soal pernikahan, apa benar kalian sudah ambil keputusan untuk nikah?" tanya ibu Kanya, dengan serius. "Iya ta
Sambil menunggu kehadiran Irvan, mereka berdua melanjutkan perbincangan hangat dengan candaan, sambil duduk diatas sofa."Mas, aku nggak punya duit tunai. Aku mau minta duit," ucap Kanya yang masih terlihat nyaman dipangkuan Brian."Oh, aku tadi taruh dompet dimana, ya?" Brian mencari keberadaan dompetnya."Itu, aku taruh diatas meja rias, aku," sahut Kanya, sambil melirik dompet milik Brian."Ya udah, ambil aja," ucap Brian sambil tersenyum menatap Kanya."Beneran ya mas? Aku boleh minta duit kamu?" tanya Kanya sambil tersenyum bahagia."Iya, boleh. Kenapa?" sahut Brian yang tampak kebingungan.Kanya senang mendengar itu, ia meraih dompet Brian dan mencari uang tunai didalamnya."Cuma 300 ribu mas, yah masih kurang dong," ucap Kanya sambil tersenyum melihat isi dompet milik pak manager."Aku emang jarang bawa duit tunai, tapi ada di mobile banking, aku transfer aja, ya," ucap Brian."Beneran?!" ucap Kanya yang tampak bersemangat."Iya, beneran," sahut Brian sambil tersenyum menatap
Kanya yang awalnya berkata sesuatu yang membuat Brian kebingungan, memandang wajahnya yang tampak tak mengerti. Untuk menghapus kebingungannya, Brian memutuskan untuk berbaring di atas kasur, berusaha mencari kenyamanan di antara tumpukan bantal yang telah Kanya atur rapi. Dengan gestur yang lembut, ia kemudian mengajak Kanya untuk bergabung dengannya, berharap bisa tidur dengan tenang sambil merasakan kehangatan pelukan satu sama lain. Sambil berbisik - bisik, keduanya terlihat berkomunikasi. "Sini," ucap Brian sambil merentang tangan kanannya agar Kanya tidur di atasnya. "Nggak usah di minta juga, tujuan aku emang mau dipeluk sama kamu sampai pagi," ucap Kanya sambil berbaring dalam pelukan Brian. "Iya deh..." Ucap Brian pelan dan memeluk Kanya. "Badan kamu kok masih panas banget, mas. Kenapa nggak pake baju sih, mas?" ucap Kanya, saat merasakan suhu panas tubuh Brian. "Tadi kan kamu yang suruh aku buka Hoodie?" ucap Brian, yang mengingatkan Kanya. "Aku kira mas itu pa
Akhirnya, Kanya baru saja tiba di dalam rumah dan segeramasuk kedalam kamar tidurnya, ia terlihat sangat lelah dan hendak segera beristirahat Namun seketika saja ia teringat akan Brian. Kanya segera meraih tasnya dan ia kemudian mencari ponselnya yang ia simpan didalam tas, "Oh iya, dia bilang dia kirim email," ucap Kanya kala teringat jika Brian mengirimkan email padanya. Kanya membuka pesan yang terkirim melalui surel, beberapa surel lain ia abaikan dan hanya membaca pesan surel dari Brian. "Dia kira aku tuh juga nggak sebel liat Sintia, ada di dalam apartemen? Dan mereka berduaan!" ucap Kanya dengan suara lantang dan melempar ponselnya diatas ranjang. Segera Kanya membuka pakaiannya dan buru-buru masuk ke dalam kamar mandi. Ia membersihkan tubuhnya sambil teringat bagaimana pertemuannya dengan Brian saat itu di apartemen dan ia berpikir tentang apa saja yang Brian lakukan dengan Sintia. Kanya terisak sambil memikirkan kenangan yang begitu menyakitkan saat melihat Sintia
Makan malam berdua bersama Irvan, sesekali Irvan dan Kanya tertawa kecil saat menceritakan masa lalu mereka waktu masih duduk di bangku sekolah. Usia keduanya terpaut 6 tahun. Namun walau demikian, Kanya dapat mengimbangi Irvan yang lebih tua darinya. "Kanya, kita ke apartemen Brian, mau nggak?" ucap Irvan. Tentu saja Kanya sangat ingin, namun ia kini tengah mencoba menjaga jarak dengan Brian. "Aku langsung pulang aja deh mas," ucap Kanya. "Yah, nggak asik dong, masa aku sendirian di jalan. Ya udah deh, aku anterin kamu balik terus aku kerumah Brian sendirian," ucap Irvan. "Iya mas, titip salam aja buat dia, bilangin semoga dia cepet sembuh," ucap Kanya sambil tersenyum. "Oke deh, temenin aku dulu, beli buah buahan buat Brian," ucap Irvan. "Oke, boleh," ucap Kanya. Makan malam usai, keduanya melanjutkan untuk berbelanja makanan dan minuman. "Jadi beneran nggak ikut nih?" Irvan mencoba meyakinkan lagi. "Ehm... gimana ya mas?" Kanya terdengar ragu. "Ikut aja deh, Kanya. Pleas
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen