All Chapters of Diam-diam Menikahi Bos Besar: Chapter 271 - Chapter 280

Kalau tidak seperti ini, akan sangat sulit untuk menenangkan kemarahan Nenek Widjaja. Benar saja, melihat Nindy mengajari putrinya seperti ini, wajah Nyonya Widjaja mulai terlihat tenang.Dia menghela napas, kemudian menggosok pelipisnya dan berkata dengan tidak sabar, "Kalian berdua cepat bawa dia pergi. Aku tidak mau melihatnya berkeliaran di hadapanku lagi.""Bu, jangan marah. Aku akan membawa dia pergi sekarang," kata Robi Mahendra sambil membawa Yunita pergi."Nenek, nenek tidak bisa melakukan ini padaku. Nenek, anda terlalu memihak..."Yunita belum berhenti menangis dan berteriak, tapi dia sudah ditarik pergi.Setelah memasuki lift Yunita mulai menangis, "Ayah, ibu, kenapa kalian tidak membantuku? Memang benar wanita jalang itu yang memukulku duluan. Dia menamparku dua kali dan menarik rambutku di toilet. Aku berlari keluar dan memukulnya untuk membalas. Aku tidak berbohong.""Apa ada yang melihatnya? Siapa yang akan percaya dengan perkataanmu ini?" Robi Mahendra merasa kesal ka

"Rania sayang, aku sudah berada di sini dari jam enam. Jadi aku sudah menunggu selama tiga jam. Aku lapar. Aku benar-benar kasihan ya."Rania merasa lega ketika dia mendengar suaranya yang lembut, "Baguslah, kupikir dia tidak akan datang.""Mana mungkin? Aku baru saja menelpon untuk mendesaknya. Dia bilang Risa tidak enak badan dan dibawa ke rumah sakit. Dia akan datang ke sini ketika semuanya selesai. Aku sangat kesal. Begitu jalang kecil itu pulang, dia langsung membuatku kesal. Sepertinya dia memang melakukan ini dengan sengaja!"Kemudian tiba-tiba saja Mirna mengubah topik pembicaraan, "Ngomong-ngomong, menurutmu apa aku harus mandi terlebih dulu? Atau menunggu Rio datang lalu mandi bersama? Tapi bagaimana mungkin aku memakai piyama kelinci...""Baiklah, baiklah, terserah kamu, anak baik, aku masih ada urusan lain. Aku tutup dulu.." Rania memutar matanya dan dengan cepat menutup teleponnya.Setelah pergi ke sana-kemari sepanjang hari, akhirnya Rania bisa bersantai sepenuhnya.Aaro

Itu adalah suara Rudi Harmoko.Mirna membalikkan badannya, dia melihat ayahnya dan di belakangnya juga ada sosok pria yang terlihat acuh tak acuh.Rio masih berpakaian seperti kemarin, yang membedakan hanya pakaian itu terlihat kusut, serta ada noda darah di kemejanya yang putih.Mirna berjalan sambil menahan sakit di kakinya, "Rio, apa kamu terluka?"Dengan hati-hati ia akan memeriksa suaminya, tapi pria itu mundur ke belakang saat ia akan menyentuhnya.Rio hanya mundur satu langkah, tapi tetap saja langsung membuat Mirna sakit hati.Dia mengangkat kepalanya dan menatap wajah dingin pria itu. Mata di balik lensa kacamata itu terlihat gelap dan tatapannya dingin.Mirna mencibirkan mulutnya."Apa dia marah karena aku baru saja memukul Risa?""Jangan kotori tanganmu," kata Rio.Mirna merasa seperti sedang mengendarai roller coaster, dan suasana hatinya membaik dalam sekejap, "Apa yang kamu bicarakan, bagaimana mungkin aku tidak mau mengotori tanganku karena kamu."Selesai berbicara, dia

Dia sempat memperhatikan jam. "Baru jam 07:40 pagi?" Dia menjawab telepon, "Mirna, kamu sudah gila ya, meneleponku pagi-pagi..." "Rania, aku sangat sedih, aku sangat sedih." Mirna terdengar menangis dari seberang telepon. "Ada apa lagi denganmu?" Rania bertanya dengan khawatir. "Pergelangan kakiku terluka. Dokter berkata aku harus beristirahat di rumah selama seminggu. Aku tidak bisa pergi ke upacara pembukaan sekolah besok lusa. Aku hanya bisa menyuruh Aaron untuk menemanimu pergi." "Hanya begitu saja?" Rania memutar matanya dengan tajam, "Haruskah kamu meneleponku sepagi ini?" "Eh, aku tidak sadar, aku bangun terlalu pagi hari ini." Rania tidak banyak berpikir, dan langsung menutup teleponnya tanpa mengeluarkan sepatah kata. Baru saja dia meletakkan teleponnya… "Ahhhhhhhhh..." Rania berteriak keras karena terkejut dan ketakutan. "Dasar tidak berperasaan!" Aaron baru saja terbangun, dia langsung melihat rambut hitam lebat yang berantakan dan membuat wajah Rania

Rnia turun setelah bus sampai di pusat kota, lalu dia harus naik bus umum. Karena terlambat, Aaron mengirim pesan teks, [Sayang, kamu sudah pulang?] Rania membalas, [Masih lima halte lagi.] [Kenapa kamu tidak naik taksi?] [Tidak ada uang.] Kemudian tidak ada balasan dari Aaron. Tapi beberapa detik kemudian dia mendapat notifikasi dari bank. Rania terlihat senang, dan segera memeriksa. "Sialan!" "100 ribu?" "hhmm, bos perusahaan Widjaja hanya mengirim uang segitu kepada istrinya?" "Dasar pelit!" Jelas terlihat, Rania sangat kesal sampai berteriak, "Kurang ajar". Dia pun mengirim pesan, [Aku ingin memukulmu sampai mati] Karena masih belum merasa lega. Baru saja dia ingin mengirim lagi [Aku akan membunuhmu suami sialan] Aaron membalas dengan stiker "senyum" Melihat stiker itu, Rania seperti melihat pria itu menatapnya dengan tajam dan dalam... Dia pun takut, dan langsung buru-buru menghapus stiker terakhir itu dan menggantinya dengan "Berlutut dan berterima k