Lembut, nyaris seperti bisikan angin, tangan Gio menyusuri rambut Yuta. Sentuhan itu menyadarkannya dari lamunan. Perlahan ia mendongakkan kepala. Tatapan mereka bertemu, dalam, penuh sejarah yang tak pernah benar-benar selesai.Setetes air mata jatuh di pipi Yuta—tak diminta, tak disadari. Hanya kenangan yang datang tanpa diundang. Gio tertegun, lalu memutar tubuh Yuta hingga keduanya saling berhadapan.“Apa yang membuatmu menangis?” tanyanya lirih, menyentuh wajah wanita itu dengan hati-hati seolah takut menyakitinya.Yuta menggeleng pelan. “Hanya... kenangan buruk yang datang tiba-tiba.”Suara Gio melembut, seperti sedang berbicara dengan bayangan masa lalu. “Honey... kamu tahu aku tidak pernah menduakanmu, bukan? Wanita itu... hanya pion. Suruhan seseorang yang ingin menjebak kita berdua.”Yuta tersenyum samar, getir. “Aku tahu, Gio. Beberapa tahun lalu, aku menemukan fakta itu. Tapi saat itu... rasanya aku malu untuk sekadar menatap matamu. Aku harusnya percaya padamu... bukan?”
Last Updated : 2025-05-25 Read more