Yuta tidak menyangka akan bertemu dengan mantan kekasihnya setelah beberapa tahun tidak berjumpa. Ia kini bukan lagi pria ramah dan hangat seperti yang dulu dikenalnya. Sekarang, pria itu telah menjadi sosok yang dingin dan posesif. Kesalahpahaman yang terjadi di masa lalu membuat hubungan mereka tak seindah dahulu. Namun, Yuta tahu bahwa ia harus menjauh dari pria yang sampai saat ini masih tinggal di hatinya. Sayangnya, takdir tak sejalan dengan keinginannya. Hidup yang telah ia rencanakan runtuh seketika saat mereka bertemu kembali di tengah misi yang sedang dijalankannya. Berbeda dengan Yuta yang berusaha menjauh, Gio merasa sangat bahagia bisa kembali bertemu dengan pujaan hatinya setelah sekian lama mencari keberadaan wanita itu. Rasanya, ia tidak akan membiarkannya pergi lagi. Ia pastikan wanita itu akan tetap berada di dunianya. Kepergian sang kekasih dan keluarganya dulu telah membuatnya terpuruk. Hal itu pula yang mendorongnya kembali masuk ke dunia gelap yang telah ia tinggalkan. Padahal, pertemuannya dengan Yuta dulunya menjadi alasan ia keluar dari dunia itu. Kini, ia merasa tidak memiliki alasan lagi untuk menjauh. Hanya dengan cara itu ia bisa menjerat wanita itu kembali ke dalam dunianya. “Tidak ada lagi alasan untuk kembali. Kita sudah memiliki dunia masing-masing. Aku bukan wanita yang dulu kamu kenal. Wanita itu telah pergi bersama kebahagiaan yang turut terenggut.” ucap yuta. “Aku tak peduli dengan semua kata-katamu itu. Aku hanya ingin kamu kembali menjadi milikku, meskipun harus dengan cara kasar.” ucap Gio
View MoreToko bunga kecil di sudut Via delle Magnolie itu selalu sibuk saat jam makan siang. Aroma segar dari mawar, lili, dan baby’s breath membaur di udara, menarik pejalan kaki dan pegawai kantor yang butuh secercah keindahan di tengah rutinitas. Namun, bukan hanya bunga yang membuat toko itu begitu ramai. Desas-desus yang beredar sejak lama menyebut sang penjaga toko adalah wanita cantik yang misterius—sosok yang membuat pria-pria mampir hanya untuk membeli sebatang mawar, atau mencari alasan agar bisa berlama-lama di toko itu.
Yuta.
Begitulah nama yang mereka bisikkan. Wanita bermata tajam dan dingin, rambut hitam legam digulung rapi, dan senyum yang nyaris tak pernah terlihat.
“Hey, tersenyumlah sedikit,” ucap Geisha, sahabat sekaligus rekan kerjanya, yang sedang mengikat celemek di pinggangnya. Rambut cokelat muda Geisha diikat tinggi, dan wajahnya polos tanpa riasan.
“Aku tidak menjual senyuman di toko ini. Jadi, tidak ada kewajiban bagi mereka untuk mendapatkannya,” jawab Yuta datar, tangannya tak berhenti merangkai bunga.
Gerakannya cepat dan terampil. Jarang sekali matanya terangkat menanggapi pelanggan. Dunia Yuta adalah bunga-bunga di hadapannya—dan diam.
“Satu rangkaian mawar. Silakan, Tuan. Totalnya tiga belas dolar,” katanya tenang kepada seorang pria yang justru mematung, lebih tertarik mengagumi wajahnya ketimbang membayar.
“Tuan, kami tidak sedang memberikan rangkaian bunga secara cuma-cuma. Segera bayar atau silakan keluar,” lanjutnya, tetap tanpa emosi.
Pria itu tersadar, tersenyum gugup. “Anda selalu tampak cantik dan menarik, Nona Yuta.”
“Terima kasih. Tapi saya tidak dibayar untuk menerima pujian Anda. Jadi, silakan pergi,” ujarnya, nadanya dingin namun tajam. Geisha hanya bisa mengelus dada.
“Yuta! Kamu berulah lagi,” tegur Geisha, menatap kesal.
“Come on, Geisha. Toko ini menjual bunga, bukan makan siang romantis. Mereka terlalu sering datang hanya untuk mengajak kita keluar. Menjijikkan, bukan?” Yuta menggerutu, pandangannya masih tertuju ke pintu toko yang baru saja tertutup.
“Ya, ya, ya... aku bosan mendengar keluhanmu,” sahut Geisha. Ia melangkah ke depan, menggantungkan papan Tutup Sementara. Waktu istirahat mereka sudah lewat, dan pelanggan yang datang hari ini cukup royal membeli buket mahal.
“Malam ini aku ada tugas. Kamu bisa pulang sendiri, kan?” tanya Yuta.
Geisha mengangguk pelan. “Kamu tak ingin berhenti dari pekerjaan berbahaya itu?”
Yuta memandangi bunga di hadapannya, matanya kosong. “Entahlah. Aku belum bisa.”
“Apa yang kamu kejar? Kebenaran? Mereka tidak akan senang melihatmu hidup seperti ini.”
“Lalu aku harus hidup seperti apa? Aku bahkan tak tahu cara menikmati hidup lagi,” balas Yuta lirih. Bayangan kematian saudara kembarnya masih melekat kuat di benaknya.
“Yuta, kamu bisa—”
“Bisa apa? Hidup seperti orang normal? Aku tak bisa, Geisha. Hari saat aku melihat keluargaku dihancurkan tanpa alasan... itu sudah cukup membuatku masuk ke dunia itu.”
“Yuta…”
“Sudahlah. Aku hanya perlu menyelesaikan semua ini, lalu aku bisa ikut mereka.” Yuta menatap Geisha sesaat. “Maaf, aku pulang lebih awal. Gajiku kamu potong saja.”
“Toko bunga ini milikmu, bodoh!” seru Geisha, namun Yuta sudah melangkah pergi.
Geisha teringat hari ketika ia pertama kali bertemu Yuta. Wanita itu hendak bunuh diri. Butuh waktu sebulan penuh untuk menariknya keluar dari jurang gelap. Tapi setelah itu, Yuta menghilang selama setahun. Saat kembali, ada luka menganga di perutnya, dan tatapannya tak lagi sama.
Kini Geisha tahu—Yuta adalah agen rahasia. Seorang pemburu dalam bayang-bayang, berusaha mengungkap siapa yang menghancurkan keluarganya. Tapi tak ada yang bisa menghentikan Yuta. Bahkan rasa peduli dari satu-satunya sahabat yang ia miliki.
Malam itu, Yuta menerima pesan di ponselnya. Sebuah tugas.
Transaksi gelap. Hanya tugas pengawasan. Tapi di balik semua itu, ia tahu akan ada informasi penting mengenai orang yang membunuh keluarganya.
“Hey, kamu yakin ingin mengambil pekerjaan ini?” tanya seorang pria yang baru saja masuk ke apartemennya.
“Tentu saja. Bayarannya menarik.”
“Bukan bayaran yang kamu kejar, tapi informasi dari pertemuan mafia itu, kan?” tanya pria berambut abu-abu dengan potongan rapi.
“Aku hanya perlu mengawasi. Jika ada yang mengganggu, aku bunuh. Sederhana.”
“Aku merasa misi ini tak akan semulus itu. Batalkan saja. Kamu sudah tahu siapa pelakunya.”
“Jangan khawatir, Wil. Aku bisa menyelesaikannya. Kamu tahu aku tak pernah gagal.”
“Tapi kali ini... aku tidak yakin,” gumam Wil, menatap punggung Yuta yang pergi tanpa menoleh.
Yuta mengendarai motor besarnya melintasi jalanan kota Roma yang basah selepas hujan. Senjata tersembunyi di balik jaket kulitnya. Tujuannya: bangunan tua di pinggir kota—tempat ideal untuk bisnis kotor.
Ia tiba, mengambil posisi, dan menunggu.
Dari balik pengintai, Yuta melihat seorang pria tampan masuk, diikuti seorang lainnya. Mereka bertemu kelompok bersenjata membawa peti besar.
Namun, bukan senjata itu yang membuat napas Yuta tercekat.
“Giovandro Chris Thomson…” gumamnya. Jantungnya berdegup tak karuan.
Seseorang dari dalam menarik pelatuk.
Dor.
Seorang pria masuk ke dalam sebuah kamar dengan membawa nampan berisi makanan untuk wanitanya. Dia menyimpan nampan itu di meja samping tempat tidurnya. Dia tersenyum pada wanita yang sekarang terduduk di tempat tidurnya. Kakinya terpasuk pada salah satu tiang tempat tidur. "Kamu belum makan ?""aku tidak membutuhkannya.""Kamu tetap harus makan, badanmu sudah sangat kurus. Kamu akan mati jika tidak makan.""Aku lebih baik mati, aktifkan saja racun ini.""aku tidak akan melakukan hal itu.""lalu apa yang kamu inginkan padaku.""menikahimu.""Aku tidak sudi."Pria itu membuang nafas kasar, dia mendekati tubuh wanita itu. Tentu saja yuta langsung mendorong pria itu tapi tenaganya tak sekuat biasannya. Karena cairan yang disuntikan oleh pria itu. Tubuhnnya menjadi sedikit kaku. "apakah kamu aku menyentuh tubuhmu agar kamu diam." "Berhenti aku mohon.""hahahaha, kamu menolakku."ucap pria itu malah dan tanpa memperdulikan air mata yang sudah jatuh. Pria itu mencium kasar yuta dengan kas
Sekarang mereka bertiga sudah berkumpul di ruangan keluarga rumah Gio. Yuta sudah duduk di samping kekasihnya. Mereka akan membicarakan hal penting. Selain itu juga yuta penasaran bagaimana kakaknya bisa berhubungan baik dengan kekasihnya. Satu hal yang dirinya tahu kakaknya menyembunyikan identitas dan memastikan tidak lagi berinteraksi dengan orang -orang yang dulu pernah dekat dengan keluargannya. Agar musuh mereka tidak menyadari keberadaan kakaknya itu. "Jadi semuanya sudah berjalan seperti rencananmu tuan Giovandro?" tanya kakak yuta. "Tentu saja tuan muda Vierth atau aku perlu memanggilmu Tuan muda Yuto. " ucap Gio dengan senyum tipis muncul di wajahnya. "Kamu bisa memanggil namaku sesukamu saja. Tuan Giovandro. Kita sudah tidak memiliki waktu lama lagi. Benda itu harus segera dikeluarkan dari tubuh adikku. Kamu benda itu seperti bom waktu pada tubuh adikku. Benda itu memang tidak aktif bila tidak dekat dengan sang pemiliknya. Tapi benda itu akan secara otomatis aktif bila 5
Yuta memilih menatap keluar mobil dari jendela di sampingnya. Banyak hal yang menghinggapi otak kecilnya. Dia tahu keberadaanya selalu mendatangkan bahaya bagi orang terdekatnya. Walaupun kejadian beberapa saat lalu karena rencana yang dilakukan pria di sampingnya. Tapi dia yakin ini semua hanya awal dari penyerangan dari orang itu. Apakah dia tidak boleh merasakan kebahagian dengan orang terkasihnya. Sebuah elusan di kepalanya menyadarkan lamunan yuta. Dia menatap pemilik tangan itu dengan tatapan sendu. Sebuah senyuman hangat dari pria itu padanya. Gio tahu kalau kekasihnya sedang memikirkan kejadian beberapa saat lalu. Dia tarik tubuh wanitanya ke dalam dekapannya. "Tidak perlu kamu pikirkan kejadian beberapa saat lalu, aku pastikan dia akan mendapatkan ganjarannya dan kita bisa menikmati hidup kita seperti dulu." ucap Gio dengan diakhir sebuah kecupan pada puncak kepala yuta. Tanpa sadar air mata jatuh dari matanya. Pertahannya hancur saat itu juga saat ingat dia tidak lagi send
Yuta terbangun dari tidur saat mendengar suara tembakan. Dia segera mengambil pistol yang sengaja dirinya sembunyikan di bawah bantalnya. Dia menyandarkan tubuhnya pada pintu dan mendengarkan suara dari luar. Tembakan yang terus terjadi bersama sejumlah langkah kaki yang terus mendekat. Rasa takut kembali menghinggapinya, ingata-ingatan masa lalu mulai menghinggapinya. Hari dimana kediamannya diserang oleh suruhan pria itu. Wanita itu sudah bersiap bila salah satu musuh masuk ke kamarnya. Pintu itu terbuka dan pistol itu tepat mengarah pada dahi pria yang masuk itu. Yuta terkejut saat melihat sosok Gio yang berlumuran darah. Bersamaan itu suara tembakan terhenti. Wanita itu masih terkejut dengan penampilan pria itu. Sedangkan Gio langsung menarik tangan kekasihnya keluar dari kamar tidurnya. Tapi langkahnnya terhenti beberapa saat setelah mengamati penampilan kekasihnya. Pria itu kembali menarik tubuh yuta ke dalam kamar. Yuta masih mencoba memahami kejadian yang terjadi beberapa wa
Gio melepaskan ciumannya, yuta masih terdiam. Dia tidak menyangkan kejadian itu belangsung dengan begitu cepat. Tidak sampai situ saja keterkejutannya. Tubuhnya tiba-tiba melayang dan pria itu meletakkannya pada mejannya. Beberapa barang di meja itu berjatuhan. Pria itu melanjutkan kegiatannya kembali yang sempat terhenti. Hal itu membuat yuta terkejut untuk kesekian kali. Dia mencoba melepaskan ciuman itu dengan memukul dada pria itu. Tapi tidak diperdulikan oleh Gio. Tenaga yuta hanya seperti elusan untuknnya, dia lebih menikmati momen keduannya. wanitanya memang selalu manis dan indah yang tak akan dirinya biarkan lepaskan. Meskipun itu harus mempertaruhkan nyawanya."Berhenti menatapku seperti itu ?""Maaf baby, aku terlalu kesal mengingat seseorang dengan berani menandaimu."Yuta menghempaskan tangan gio saat akan kembali menyentuh lukannya. Dia menatap tajam pria di depannya. "Bukankah aku sudah memberi tahu sejak awal. Kita tidak akan bisa seperti dulu. aku bukan lagi yuta yan
Yuta langsung membuka dokumen yang dicurinya. Sebuah photo-photo bukti pembakaran kediaman rumahnya. Senyuman tipis muncul di wajahnya. Hanya tersisa satu langkah lagi untuk menghancurkan mereka semua. Dia pastikan mereka akan merasakan penderitaan yang dirasakan keluargannya. Dokumen ini sangat berguna untuk memancing sang singa keluar dari kandang. "Mari kita lihat siapa yang akhirnya kalah." gumam yuta setelah menyimpan dokumen di tempat yang menurutnya aman. Setelah itu dia melangkah menuju kamar mandi.Bersamaan itu pintu kamar yuta terbuka, seorang pria masuk dan mengambil dokumen yang di simpan yuta. Setelah menemukannya dia membawa dokumen itu. Sebelumnya dia menyimpan dokumen dengan warna map yang sama. Dia tersenyum saat mendengar senandung dari dalam kamar mandi. Dia langsung keluar dari kamar itu tanpa meninggalkan suara.Yuta keluar dari kamar mandi dengan keadaan segar. Tangannya memegang handuk sambil menggosok rambut panjangnya. Kakinya melangkah menuju meja rias. Dia
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments