Kirana tersenyum kecil, senyum yang tidak sekadar menarik bibir, tetapi merambat hangat hingga ke sudut-sudut hatinya. Senyum itu hadir seperti tegukan teh manis di pagi berkabut—menghangatkan tubuh sekaligus mengusir sepi yang mengendap.Di ujung telepon, suara anak-anaknya terdengar riang, jernih, penuh kelembutan yang lahir dari cinta tanpa rekayasa. Nada mereka tak tergesa, tapi memantul-mantul di telinga Kirana, membangkitkan rasa rindu yang ia tahan selama ini.“Tenang saja, Ibu sudah makan tadi,” ujarnya, dengan suara lembut yang ia lapisi ketenangan. “Jangan tunggu Ibu, ya. Tidur yang nyenyak. Selamat malam.”Jawaban datang hampir bersamaan, seperti harmoni yang tak perlu konduktor. “Baik, Bu! Tapi jangan kerja sampai terlalu malam, ya! Pulang pagi-pagi juga nggak apa-apa, yang penting Ibu istirahat!”Suara mereka meluncur, penuh semangat polos, seolah kata-kata itu bisa berubah jadi gelembung sabun yang melayang-layang di udara.Senyum Kirana melebar, pelan tapi penuh makna. I
Terakhir Diperbarui : 2025-06-29 Baca selengkapnya