Kalimat itu terus bergema, menghantam dinding pikirannya tanpa ampun. Seperti lonceng tua di menara gereja yang dipukul berulang, dentingnya menusuk telinga batinnya, menolak padam.Napas Kirana terhenti sejenak, tercekik di tenggorokan. Seakan paru-parunya membeku, menolak bekerja sama. Ruangan sekelilingnya tertelan gelap, bayangan tebal menjelma dinding-dinding bisu yang menutup rapat jalan keluar.Kirana terperangkap, masih berada di tengah badai mimpi yang tak sepenuhnya reda, seolah mimpi itu sendiri enggan melepaskannya.Tubuhnya terlonjak tiba-tiba. Mata terbuka lebar, dan udara dingin dini hari menyergap paru-parunya. Napasnya memburu, tersengal, dada naik turun liar seperti gelombang yang menghantam pantai berbatu.Untuk sesaat, dunia tampak asing—begitu asing—hingga batas antara mimpi dan kenyataan kabur, lenyap ditelan keremangan.Degup jantungnya menabuh irama keras, bising seperti genderang perang. Ia menutup telinga, tapi suara itu tetap ada—datang dari dalam, memaksa ia
Terakhir Diperbarui : 2025-06-30 Baca selengkapnya