Hujan mengguyur kota sejak siang. Rania berdiri di dapur, menatap kosong ke arah jendela saat suara pintu diketuk bertalu-talu. Ia berjalan perlahan, membuka pintu… dan di sana, ibunya berdiri dengan payung setengah rusak, wajahnya kuyup, matanya sembab. “Rania... tolong, biar Ibu masuk sebentar aja...” Rania berdiri diam. Pikirannya mendesak agar pintu itu ditutup kembali. Tapi... suaranya serak, lelah, dan sedikit gemetar. Itu suara yang dulu, waktu Rania masih kecil dan ibunya baru pulang dari pasar. Tanpa sadar, ia menggeser tubuh, mempersilakan masuk. Ibunya duduk di ujung sofa, menggenggam cangkir teh panas yang tak disentuh. “Aku tahu kamu marah. Dan aku layak dibenci,” katanya pelan. “Tapi aku juga manusia, Na. Ibu juga pernah terluka.” “Jadi kamu meninggalkan anakmu, menikah dengan orang yang kasar, lalu sekarang kembali... minta pengertian?” tanya Rania lirih. Ibunya terdiam. Tapi kali ini, air matanya jatuh tanpa suara. “Aku takut saat itu. Suamiku sekaran
Last Updated : 2025-07-30 Read more