Lahat ng Kabanata ng Jalan Sunyi sang Pendekar: Kabanata 21 - Kabanata 30

“T--tidak mungkin ... Kau seharusnya ....” Pria berjubah merah itu menegang. Matanya membulat, seolah apa yang dilihatnya tak masuk akal. Dari jarak yang tidak jauh darinya, berdiri seorang pemuda dengan memasang wajah tenang, seolah tidak ada rasa takut atau pun emosi sedikit pun di sana. “Maaf, aku tidak berniat untuk sombong atau pun pamer, tapi aku telah membuktikan padamu, bahwa ketenangan bisa membuatku jadi kuat,” kata pemuda itu yang tak lain adalah Luo Yi. Pria berjubah merah itu menggertakkan giginya. Ia menerjang ke arah Luo Yi seraya menghunuskan tombaknya, tetapi .... Tembus. Tombak itu menembus tubuh Luo Yi—atau lebih tepatnya, bayangan yang menyerupainya. Tak ada darah. Hanya gelombang cahaya yang beriak pelan, seperti air tenang yang dilempar kerikil. “Selamat datang di dunia ilusiku,” ucap Luo Yi tanpa amarah, tanpa kemenangan. Suaranya seperti desir angin di senja h

“Memaafkan diriku sendiri?” Luo Mian mengerutkan keningnya. Tiba-tiba suara seseorang menyahut, “Benar.” Cahaya muncul secara tiba-tiba, membentuk siluet seseorang. Saat cahaya itu meredup, tampak sosok pria dengan jubah merah menyala—rambut merah, mata penuh dendam, dan itu adalah wujud dirinya sebelum energi negatif dikeluarkan. “Siapa kau?” tanya Luo Mian. “Aku adalah dirimu,” jawab pria berjubah merah itu. “Dan dirimu adalah aku. Aku adalah kebencian yang kau pelihara, dendam yang kau jaga erat, dan aku ... adalah sisi gelapmu.” Luo Mian mundur selangkah. “Kau seharusnya sudah lenyap.” “Tidak semudah itu.” Sosok itu melangkah mendekat. “Kau hanya membuangku dari tubuhmu. Tapi aku tetap tinggal di sini ... di hatimu yang belum memaafkan diri sendiri.” Angin sunyi menyapu rerumputan. Suasana berubah suram. “Kau bilang ingin berubah?” lanjut sisi gelap itu, nada suaranya mengejek. “Tapi kau masih takut menatap dirimu yang sebenarnya.” “Diam!” “Kau biarkan keluargam

Begitu berbalik dan melihat sosok yang berdiri sekitar sepuluh tombak di hadapannya, mata Luo Mian berkaca-kaca. “Lian'er ... kau ... kau masih hidup, Nak. Ini bukan ilusi, kan?” Di atas bilah pedang merah yang melayang di udara, seorang pria berjubah biru tua tengah berdiri anggun. Jubahnya berkibar diterpa angin siang. Setelah beberapa saat menatap sosok yang sangat dikenalnya, pria berjubah biru tua itu menghampiri Luo Mian dan mendarat di hadapannya, lalu memasukkan pedangnya ke dalam cincin penyimpanan dan memeluk pria itu seraya berkata, “Ini bukan ilusi Ayah, ini aku ... putramu?” Luo Mian membalas pelukan putranya. Rasa syukur dan lega tersirat di wajahnya. Meski matanya meneteskan air mata, tetapi itu adalah air mata kebahagiaan. “Ayah senang kau masih hidup, Lian’er.” “Aku juga tidak menyangka akan bertemu Ayah di sini,” kata Luo Lian seraya melepaskan pelukan dan menatap wajah ayahnya yang tampak tidak berubah setelah bertahun-tahun tidak bertemu. “Selama ini Ay

“Luo Mian, suara apa itu?” Su Lan berseru panik. Ia langsung memeluk lengan suaminya, tubuhnya gemetar saat jeritan terdengar dari luar. Luo Mian yang duduk di ranjang di samping istrinya, menjawab, “Aku juga merasakan hawa membunuh yang kuat!” Ia kemudian melepaskan tangan istrinya yang memeluknya. “Aku akan memeriksanya!” katanya tegas, lalu melompat turun dari ranjang. “Hati-hati, Luo Mian!” kata Su Lan yang khawatir dengan suaminya. Meski ia tahu suaminya itu seorang kultivator kuat sekaligus jenderal perang, tetapi ia tetap mencemaskannya mengetahui luka suaminya itu belum sepenuhnya pulih akibat perang yang terjadi beberapa hari yang lalu. Luo Mian tersenyum sejenak menatap istrinya. “Jika aku mati malam ini, artinya aku bukanlah jenderal yang layak mendapatkan penghargaan dari Raja Zhi Yuan,” katanya, lalu melesat keluar melalui jendela kamarnya. Di halaman kediamannya, matanya terbelalak melihat para prajurit penjaganya terbunuh—tergeletak dengan tubuh tertusuk bambu

“Itu berarti ... lawannya sangat kuat!”Su Lan tahu, suaminya hanya akan menggunakan Jurus Seribu Taring Naga jika terdesak saja. Cahaya putih kebiru-biruan yang memancar dari celah-celah dinding kayu itu membuat ia dapat menyimpulkan, bahwa suaminya menggunakan jurus itu.Dan itu berarti, suaminya dalam keadaan bahaya!Tanpa berpikir panjang, Su Lan langsung melesat ke arah pintu yang kini telah terbuka. Luo Lian dan Luo Lin segera mengikutinya.Setelah keluar dari dalam kediaman ... ternyata benar, kini Su Lan melihat suaminya itu sedang menggunakan Jurus Seribu Taring Naga, tetapi musuhnya—pria berjubah hitam—dapat menepisnya dengan cepat hanya dengan satu tangan kanannya yang membawa Tongkat Bambu Emas.“Ranah Tinggi Tahap Sembilan!” gumamnya begitu merasakan aura ranah kultivasi pria berjubah hitam yang sedang berhadapan dengan suaminya itu. “Dia pasti ketuanya!”Tanpa berpikir panjang, ia langsung melesat ke arah pria berjubah hitam itu seraya menghunuskan Pedang Qianlu yang bil