Aku berusaha membuka mata, walau terasa sangat berat sekali. Mata ini bagaikan ditindih baru besar, sehingga jika aku paksakan, maka kepalaku terasa amat sangat sakit. Rasa kaki di tangan kiriku membuat aku menoleh. Tanganku diinfus. "Alhamdulillah, Bunga, lo udah sadar," suara Helmi. "Gue pingsan ya, Hel," tanyaku. "Iya, lu pingsan lama banget. Ini udah ashar. Infus udah mau habis, lu baru bangun. Gimana, masih pusing?" tanyanya cemas. Aku mengerti raut wajah lelaki itu tulus."Aku tadi dari tempat fitnes?" "Iya, ini minum dulu! Habis minum, makan ya." Aku mengangguk. Tenggorokanku sangat kering sehingga untuk mengeluarkan kalimat lagi rasanya sangat sulit. Helmi membantuku minum sampai air putih di gelas bening itu habis tidak bersisa. "Gue tadi ke rumah lo, tapi rumah lo tutup. Maksudnya gue mau ngabarin pembantu lo atau siapa kek yang ada di rumah lo, kalau lo dirawat. Tapi malah gak ada orang.""Ada bik Uti, Hel. Dia pasti gak ke mana-mana." "Gak ada orang, Bunga. Mungkin l
Last Updated : 2025-06-26 Read more