All Chapters of Rahasia Suami dan Ibu Mertua: Chapter 31 - Chapter 40

"Pagi, Ma." Aku menoleh terkejut saat Bunga menyapaku pagi ini. Sehabis berc!nta dengan suamiku, aku kelaparan berat. Untuk itu aku membuat sarapan. Tentu saja aku memasak lebih untuk maduku juga. Semalam aku sudah berjanji pada mas Gio untuk bersikap baik dengan Bunga, apalagi hasil uang amplop yang banyak sehingga bisa digunakan sebagian untuk membayar utang."Pagi, Bunga. Sarapan yuk! Mama masak nasi goreng telur ceplok. Mungkin rasanya gak kayak masakan orang lain he he he ....""Wah, maaf, Ma, jadi ngerepotin Mama." Bunga tersenyum sambil menatapku. Mungkin ia heran, karena aku memakai handuk kepala juga. Pagi-pagi aku sudah keramas, sama seperti dirinya.Dia tidak tahu saja kalau semalam suami kami tidur juga denganku. Suamiku terlalu perkasa sehingga ia selalu bisa memberikan yang terbaik untukku dan mungkin juga untuk Bunga."Mas Gio mana? eh, maksud Mama, Gio ke mana? Belum bangun.""Mas Gio masih tidur, Ma." Aku tersenyum sambil mengangguk."Ada yang bisa Bunga bantu, Ma?*"

PoV Bunga"Jadi begitu ceritanya, Non, saya juga gak ngerti dan gak bisa menahan mereka untuk menunggu Non Bunga. Ini pakaian Non Bunga sudah saya masukkan ke koper ini." Bik Uti memberikan dua koper besar milikku. Aku tidak bisa balik ke rumahku karena rumah baru saja aku kontrakan. Ada beberapa mahasiswa Korea yang mengontraknya secara bersamaan kurang lebih lima orang. Aku gak mungkin suruh mereka keluar begitu saja. "Makasih, Bik. Makasih udah mau nolongin saya. Tapi maaf, untuk saat ini mungkin Bik Uti balik kampung dulu ya.""Iya, Non, gak papa. Semoga masalah Non dan tuan bisa segera selesai." Aku mengangguk penuh hari. Dari dalam tas, aku mengambil amplop coklat yang sudah aku isi uang dua juta lima ratus rupiah. Ini sebenarnya terlalu sedikit untuk bik Uti, tetapi mau bagaiamana lagi, saat ini aku perlu banyak uang untuk mencari keberadaan Gio dan ibunya. Tentu saja papaku juga. Air mata tiba-tiba saja turun begitu aku teringat papa. "Non yang kuat dan sabar ya." Bik Uti me

"Duh, mana tadi motornya? Udah gak keliatan.""Kamu lihat plat nomornya gak? Kalau kamu inget, kita bisa cek di kantor polisi untuk plat---""Plat belakang kayaknya gak ada, Hel. Ya ampun, padahal aku yakin banget itu Gio. Dia pasti masih di Jakarta."Kring! Kring! Aku meraba tas selempang dengan cepat. Aku berharap ada kabar baik dari pihak kepolisian, meskipun bisa saja salah. Merupakan rekor terbaik jika aku melaporkan sebuah kasus semalam dan hari ini sudah ketemu titik terang. "Hel, minggir di depan ruko itu dulu ya, aku mau angkat telepon," kataku sambil menepuk pundak Helmi, seraya menunjuk ruko yang tutup tidak jauh di depan kami. Sebuah nomor tidak kenal menghubungiku dua kali. "Halo, selamat sore.""Halo, selamat sore, Mbak Bunga, kami hanya ingin menginfokan bahwa untuk data keterangan terduga bernama Gio, datanya hanya satu kali menikah dengan Mbak Bunga, jadi bisa saja nikah dengan wanita yang bernama Sofi itu hanya nikah siri. Jadi ada kemungkinan ini memang terencana

PoV SofiFlash back"Mas, kita makan dulu yuk!" jujur aku belum benar-benar ikhlas tubuh ini dijamah lelaki tua seperti Pak Aji. Jika saja bukan karena dia banyak uang, aku gak mau. "Saya udah kepengen banget ini, Sayang. Masa kamu gak kasihan." "Oke, sebentar saya tuangkan air dulu ya. Kita minum dulu." Aku memberikan segelas air yang sudah aku persiapkan untuknya. Tentu saja ada obat tidur dalam air tersebut. Setelah ia meneguk habis airnya, aku menurunkan ego dengan yang berinisiatif menyentuhnya. Aku biarkan ia menikmati sentuhan tangan dan bibirku sampai ia tidak bisa berkata-kata. Sungguh menjijikkan! BrughBaru saja ia hendak melancarkan serangan, tubuhnya sudah limbung dan ia tidur bagaikan orang pingsan. Aku gak bisa lama-lama berdua saja dengannya di hotel ini. Jika satu dua kali aku bisa berkilah, maka lain waktu belum tentu. Aku pun tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku tidak mau milikku bercampur dengannya. Namun, sampai kapan? Aku hanya butuh sedikit lagi tanda t

Aku mempersilakan Bu Winona masuk ke kamar hotel. Wanita itu kelihatan berkelas, dengan gaun warna biru pudar yang dipadu dengan blazer warna hitam. Sekilas aku melihat sepatunya. Aku tahu sekali itu sepatu Chanel koleksi terbatas. Harganya mencapai ratusan juta rupiah dan tidak dijual di Indonesia. “Saya Winona.” Wanita itu mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.Aku menyambutnya dengan senyum terkembang di bibir. Aku sudah tahu Bu Winona adalah seorang sosialita. Pasti mudah baginya untuk membeli hunian seharga 2 Milyar. Toh suaminya adalah salah satu orang terkaya di Indonesia.“Saya harus melihat surat kuasanya terlebih dahulu, baru saya bisa menyerahkan koper ini.” Bu Winona menunjukkan koper yang ditentengnya.Aku menelan ludah. Apa ini mimpi? Sebentar lagi aku akan mendapatkan uang 1 Milyar secara tunai. Bahkan seumur hidupku pun, kupikir itu hanya mimpi di siang bolong. Berandai-andai juga aku tak berani memegang uang sebanyak itu.Tapi, mimpi itu kini menjadi nyata. Berkat