Semua Bab Perjalanan Sang Batara: Bab 221 - Bab 230

Jaka Geni terpaku sejenak setelah mendengar bisikan dari Pangeran Slamet Suradisastra. "Yang benar saja Pangeran!? Mana mungkin, dia kan adikmu!?" tanya Jaka tak percaya. Saat dia menolong gadis itu, Jaka tidak melihat tanda-tanda si gadis adik Pangeran itu menaruh rasa padanya. "Kau bisa menanyakannya sendiri. Seharusnya kau bersyukur, punya istri secantik Putri Maharani, sekarang wanita tercantik di Banyu Emas pun kau dapatkan... Dan, adikku pun tertarik kepadamu. Rahasia apa yang kau punya sampai para wanita ini pada tergila-gila padamu Jaka?" kata Pangeran membuat Jaka geleng-geleng kepala. "Aku sendiri tidak tahu kenapa Pangeran. Mungkin karena ada darah Arjuna yang mengalir di darahku." sahut Jaka Geni lalu tertawa kecil. Padahal kenyatannya memang benar, dia mempunyai darah keturunan Arjuna dan putri Dewa Brama. Hanya saja Pangeran menganggap itu sebagai candaan. "Apakah kau mau menerimanya Jaka? Kau bisa jadi adik ipar-ku," kata Pangeran sambil mengangkat alisnya beberapa

Beberapa hari berlalu setelah kepergian Pangeran Slamet bersama adik dan rombongan nya. Jaka Geni pun besok pagi akan pergi ke kerajaan Banyu Emas. Malam itu Rara Ayu Bumi sengaja menyediakan masakan enak untuk makan malam terakhir sebelum suaminya pergi. "Kanda, apakah besok mau di antar prajurit hingga kerajaan Banyu Emas?" tanya Rara Ayu Bumi sambil mengambil nasi dari periuk. Lalu di tambahkan di atasnya masakan daging rusa buruan. "Aku sendiri saja. Aku lebih leluasa saat sendiri." jawab Jaka. Ayu Bumi tersenyum. "Tapi, mereka bisa melayani Kanda jika butuh minum atau makan di tengah perjalanan..." kata Ayu Bumi lagi. Dia menuang air putih ke dalam gelas kayu emas yang di penuhi ukiran. "Tidak perlu. Aku bisa makan apa saja di hutan. Dinda tak perlu khawatir. Aku akan baik-baik saja," ucap Jaka sambil tersenyum. Sesaat kemudian Jaka Geni makan dengan lahap hingga nasi dalam wadah itu habis dalam beberapa saat. Mereka berdua pun pergi meninggalkan meja makan dan duduk di te

Jaka Geni tersenyum kepada Setan Abang yang melotot kepadanya. "Ada apa Orang tua?" tanya Jaka Geni membuat Setan Abang mendengus. "Itu bukan Rawarontek! Juga bukan Pancasona! Ilmu apa yang kau punya!?" tanya Setan Abang dengan wajah garang. "Ajian yang ku pakai memang bukan salah satu dari dua ajian yang kau sebut. Ajian ini sangat istimewa. Tapi itu menjadi rahasia pribadiku orang tua hikhikhik!" jawab Jaka Geni yang di susul suara tawanya yang cekikikan. Setan Abang mendengus marah. Dia hentakkan kaki kanannya ke tanah hingga melesak sedalam mata kaki. Dari kaki Setan Abang muncul asap putih. Ternyata kaki kanan Setan Abang telah berubah warna menjadi merah membara. "Sekarang, kau akan melihat kaki kananku anak muda sialan! Coba lihat seberapa cepat kau bisa mengembalikan tubuhmu yang rusak hahaha!" ucap Setan Abang lalu kaki kanannya di angkat dengan keras. Satu gelombang tak terlihat menderu ke arah Jaka Geni. Sangat cepat! Untungnya pemuda itu sempat memiringkan tubuh ke

Menjelang sore hari, saat gadis bermata biru itu akan membersihkan tubuh Jaka Geni mata pemuda itu terbuka.Gadis itu terkejut melihat mata pemuda akan dia bersihkan tubuhnya menatap tajam ke arahnya. "Kamu... Kamu sudah sadar?" tanya si gadis dengan wajah merah. Jaka Geni mengangguk kan kepala nya dengan lemah. Wajahnya masih terlihat pucat. "Dimana aku?" tanyanya lirih. Tubuhnya serasa lemah sekali. Dan dia merasa tak mempunyai tenaga sama sekali untuk bergerak. Tulangnya serasa lunglai. "Kamu berada di kediamanku, di atas bukit kawasan hutan Limpakuwus. Aku menemukanmu tergeletak sangat jauh dari sini. Mungkin jarak setengah hari perjalanan. Kau tergeletak di sebuah desa yang hancur dan telah menjadi puing-puing. Ada banyak mayat busuk di sana." terang gadis itu sambil mengelap tubuh Jaka Geni yang terbaring di atas balai-balai. Jaka tercenung sejenak. "Berapa lama aku berada di sini?" tanya Jaka Geni. "Aku menemukan dirimu dua purnama yang lalu. Apakah kau ingat sesuatu baga

Jaka Geni terkejut bukan kepalang. Gadis cantik polos pembuat obat yang dia kira tidak bisa bertarung, justru menghabisi para perampok itu dengan totokan aneh yang membuat mereka menjadi beku dingin seperti es. "Pertanyaannya nanti saja, kita cari desa lain untuk menjual obat ini." kata Utari Dewi saat Jaka Geni ingin mengajukan pertanyaan. Sontak Jaka segera menutup mulutnya tak jadi bertanya. Mereka pun berjalan menyusuri jalan setapak lagi. Hingga mereka semakin jauh dengan desa tersebut. Malam pun datang. Kegelapan menyelimuti hutan itu. "Sepertinya hari mulai malam, kita harus mencari tempat bermalam Utari." kata Jaka yang merasa jalan sudah tidak terlihat lagi karena gelap. Jika dia masih mempunyai tenaga dalam, malam hari bukanlah masalah baginya. Dia bisa merasakan aura bahaya dari jarak cukup jauh. Tapi kali ini dia hanyalah manusia biasa. Sama saat masa dia hilang kekuatan setelah membantu rakyat Wates dan Ratunya keluar dari kutukan. Namun bedanya waktu itu ada jubah K