Menceritakan perjalanan seorang pemuda bernama Jaka yang ternyata adalah seorang titisan dewa terkuat di masa lalu. Untuk mendapatkan kekuatan dewa yang terpecah, Jaka harus mengumpulkan tiga pusaka dewa. Dengan pusaka tersebut, Jaka yang semula hanyalah manusia biasa, akhirnya bisa naik ke alam para dewa. Namun semua usahanya dianggap sesat oleh para Dewa sehingga Dewa-dewa tersebut memberikan hukuman kepada manusia. Dari sanalah, Pertarungan Jaka melawan para Dewa dimulai!
View MorePuncak Gunung Semeru...
"Hiatt!" terdengar suara teriakan keras dari atas pohon gundul. Lalu disusul seorang pemuda bert3lanjang dada melompat turun dan mendarat di atas ranting kecil yang sudah disusun rapi. Anehnya, ranting yang begitu kecil itu tak patah sama sekali setelah kedua kaki pemuda berambut gondrong sebahu dengan tubuh berotot itu mendarat disana. Plok Plok Plok! Terdengar tepuk tangan dari arah batu besar dimana seorang pria tua berpakaian lusuh duduk bersila sambil tersenyum menatap kearah pemuda tersebut. "Bagus! Bagus! Kau berhasil menguasai Ilmu meringankan tubuh secara sempurna. Dengan begitu, kau sudah layak dipanggil seorang Pendekar sejati, Jaka." kata sosok pria tua tersebut lalu tertawa terkekeh. Pemuda bernama Jaka itu tersenyum lalu melompat turun dari atas ranting dan mengambil bajunya yang tergeletak di atas batu. Dia mengibaskan pakaian putih dekil tersebut kemudian mengenakannya. Setelah itu, Jaka mendekati batu besar dimana pria tua itu duduk bersila di atasnya dengan santai. "Terimakasih Kakek Guru sudah mengajarkan ilmu ini padaku. Aku bersumpah, akan menggunakan ilmu yang selama ini aku pelajari darimu di jalan yang benar..." kata Jaka sambil membungkuk hormat. "Heleh...Tak perlu sopan seperti itu. Tak biasanya kau terlihat sopan padaku bocah Geni," kata pria tua itu lalu disusul tawanya yang terkekeh-kekeh. Jaka menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Kakek guru, apakah benar kabar yang aku sirap dari desa di bawah bahwa di daerah Kerajaan Sigaluh ada harta langka?" tanya Jaka sambil menatap pria tua tersebut. "Memang. Mungkin saja harta itu berjodoh denganmu anak muda. Selain itu, aku mendapat kabar kalau orang yang pernah aku kenal menghilang. Tapi itu bukan persoalan bagiku. Yang aku pikirkan sekarang adalah, di wilayah Sigaluh, ada satu kerajaan tak terlihat. Jadi kau bisa menyelidiki tempat itu tapi kau harus berhati-hati. Konon katanya, tempat itu bukanlah Kerajaan manusia. Kemungkinan itu adalah kerajaan dedemit Penunggu hutan," kata pria tua tersebut. Kakek tua itu memiliki nama Mahameru atau yang dikenal sebagai Pendekar Tangan Dewa. Sepak terjangnya di dunia persilatan sudah tak diragukan lagi. Namun karena kini dia sudah tua, Ki Mahameru yang dipanggil Ki Meru itu memilih untuk tidak lagi berkelan seperti dulu dan fokus melatih seorang murid. Jaka yang sejak kecil dirawat oleh pria tua itu sudah menganggapnya seperti kakek sendiri. Itulah sebabnya dia sangat menghargai si kakek yang meski suka bercanda tapi tetap tegas kepada muridnya. "Sekarang latihanmu sudah selesai. Kau boleh beristirahat. Besok kau akan mendapatkan latihan lagi dariku. Ini adalah satu ajian Sakti yang aku miliki dan menjadi pukulan andalanku. Yaitu Pukulan Gledek Membelah Langit." kata Ki Meru. "Gledek Membelah Langit...? Apakah itu pukulan yang mengeluarkan petir dari telapak tangan Kek?" tanya Jaka. Ki Meru tertawa kecil lalu melotot secara tiba-tiba membuat Jaka menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Bukan. Kalau yang itu adalah Pukulan Gledek Samber Nyawa! Itu juga ada latihannya lagi! Tapi, yang paling penting adalah ajian Gledek Membelah Langit ini lebih dulu. Karena untuk mengerjakan Pukulan Sakti lainnya, harus menggunakan ajian ini terlebih dahulu." kata Ki Meru. "Oh...jadi begitu...Aku penasaran, seperti apa pukulan yang akan kakek guru ajarkan padaku. Tapi, sepertinya aku pernah melihat kakek menggunakan Pukulan itu saat bertarung melawan ular penunggu mata air di lereng gunung sebelah barat..." kata Jaka. "Benar. Aku pernah menggunakan itu untuk melawan ular raksasa yang sisik nya sangat keras itu. Sisik ular itu menjadi keras karena lahar panas yang melapisinya hingga menjadi batu keras. Eh, tapi...bukankah waktu itu terjadi kau masih sangat kecil?" tanya Ki Meru. "Entahlah...Tapi aku merasa kakek baru saja melakukan itu beberapa tahun yang lalu..." sahut Jaka membuat Ki Meru mengusap wajahnya beberapa kali sambil berpikir. "Apa iya...? Seingatku, waktu itu kau masih sangat kecil. Bahkan kau belum bisa cebok sendiri setelah ngising..." kata Ki Meru membuat Jaka tertawa terbahak-bahak lalu menutup wajahnya dengan sebelah tangan. Entah kenapa dia merasa malu dengan apa yang dikatakan oleh Ki Meru gurunya tersebut. "Ah, kenapa kakek membahas hal memalukan seperti itu?" batinnya dengan wajah memerah. "Sudah sana mandi mumpung masih sore! Ingat, jangan pergi ke mata air itu setelah matahari terbenam." kata Ki Meru lalu dia bangkit berdiri kemudian melompat. Lompatan Ki Mahameru memang terlihat sangat ringan. Dalam satu kali gerakan saja, tubuh pria tua tersebut sudah berada hampir sepuluh tombak jauhnya dari Jaka. "Wah, ilmu Kaki Awan milik Guru sudah sangat sempurna. Dia bisa melompat hingga sejauh itu seperti terbang..." ucap Jaka sambil tersenyum takjub. Lalu sejurus kemudian dia teringat dengan pesan gurunya kalau dirinya tidak boleh mandi di mata air yang ada di timur gubuk tempat mereka tinggal setelah matahari terbenam. Selama belasan tahun Jaka berada di puncak Semeru, tak sekalipun gurunya lupa akan hal itu. Pria tua tersebut selalu mengingatkan Jaka agar tidak mandi di mata air setelah matahari terbenam. Dan selama itu pula, Jaka menuruti peringatan dari gurunya tersebut tanpa membantah atau mempertanyakannya sekali pun. Jaka mandi di mata air yang jernih di timur tempat tinggal dirinya bersama sang guru. Setelah membersihkan tubuh, pemuda itu melangkah menuju ke gubuk berukuran sedang yang ada di bawah batu besar. Gubuk kayu itu sudah berdiri disana sejak sebelum Jaka ada di tempat tersebut. Sesampainya di depan pintu gubuk bagian depan, Jaka mencium aroma singkong bakar yang seketika itu juga membuat perutnya keroncongan. "Aku merasa lapar sekali...Huh, benar juga, sehari ini aku berlatih sangat keras agar bisa menguasai ilmu Kaki Awan milik kakek secara sempurna. Jadi wajar saja kalau aku merasa lapar," batin Jaka lalu masuk begitu saja ke dalam gubuk kayu tersebut. Begitu dia masuk, ternyata benar, di atas meja kayu kecil yang sudah reyot itu tersaji singkong bakar yang masih ngebul di atas daun jati. Jaka mengambil satu lalu meniupnya agar tak begitu panas. Kemudian dia menggigit singkong tersebut. "Huah! Oanas!" serunya sambil mengunyah dengan cepat karena saking panasnya. Ki Meru keluar dari ruang belakang dengan tergopoh-gopoh. Matanya melotot melihat Jaka yang tengah kepanasan. "Oalah, baru matang sudah kau santap saja!" umpat nya keras namun Jaka tak menggubris karena dia merasakan lidahnya kelu. Ki Meru mengambil satu gayung air di belakang kemudian menyodorkannya kepada Jaka. "Minum ini, biar cepat sembuh!" ucapnya. Jaka segera menerima air tersebut kemudian meneguknya hingga habis. "Haaah! selamat...!" seru Jaka membuat Ki Meru menepuk kepala pemuda itu. "Lain kali makan dengan tenang dan jangan asal ambil." ucap pria tua tersebut yang disambut dengan senyuman bersalah Jaka. ***Kalan Jaya dan Kalan Taka terkejut mendengar ucapan Jaka Geni. Mereka tak pernah berpikir jauh tentang Mahkota milik Raja Jagat Lelembut. "Kami baru sadar kali ini, mahkota itu memakan usia Raja bukan karena kekuatan Raja yang memakan usianya sendiri." ucap Kalan Taka. "Benar, pantas saja setelah Raja tidak lagi memakai Mahkota itu, Raja menjadi sehat kembali." timpal Kalan. Jaka Geni menepuk jidatnya. "Kalian ini bisa berpikir tidak si?" tanya Jaka bingung dengan pemikiran dua makhluk itu. "Jaka Geni, kau sungguh cerdas! Jika tak ada dirimu kami mana tahu sebab dari penyakit Raja kami!" puji Kalan Jaya. "Benar! Kau telah membuat tugas kami selesai dengan mudah setelah ratusan tahun! Hahaha" ucap Kalan Taka di susul tawanya yang menggelegar. Pendekar Tangan Gledek hanya melongo melihat kebodohan dua makhluk itu. "Apakah kalian tahu nama mahkota itu dan asal usulnya. Aku bisa mendengarnya dengan sabar." u
"Ada apa?" tanya Jaka Geni melihat dua makhluk itu melotot ke arahnya. "Apa hubunganmu dengan Tabib Dewa!?" tanya Kalan Jaya dengan nada menyelidik. Jaka Geni menatap dua makhluk itu silih berganti. "Aku hanya mencarinya untuk meminta tolong. Salah satu temanku terkena ajian Gondol Mayit milik Topeng Mas. Itu yang membuat aku membunuhnya karena dia melakukan tindakan buruk kepada wanitaku!" ucap Jaka membuat dua Kalan itu saling tatap. "Topeng Mas memang anak iblis dari Padepokan Gaib Pantai Selatan. Meski aku tidak menyalahkannya melakukan hal itu kepada wanita, tapi kami sekarang memaklumi dirimu yang telah membunuhnya. Kau adalah pria sejati. Berani bertaruh nyawa melawan orang sepertinya!" ucap Kalan Taka. "Apakah kalian mengenal dia? Sepertinya kalian tidak merasa asing dengan Topeng Mas." kata Jaka. "Di dunia gaib, siapa yang tidak kenal makhluk seperti dirinya. Dia sudah menjelma menjadi setengah manusia setengah dem
Kalan Jaya mengepalkan tinjunya. Dia tak habis pikir bagaimana bisa Kalan Jaya melindungi Jaka Geni yang seharusnya sudah mati di tangan nya. Kalan Taka tertawa keras melihat amarah kawannya itu. "Kau mau marah kepadaku? Aku tertarik pada bocah ini. Dia bisa menggunakan kekuatan Indra. Dan aku melihat ada kekuatan Brama dan juga Agni. Sungguh luar biasa. Sangat jarang bukan kita menemukan orang seunik dirinya. Aku ingin menanyakan beberapa hal kepadanya. Kalau kau membunuhnya, itu akan membuat rencana ku gagal." ucap Kalan Taka lalu tertawa melihat wajah Kalan Jaya yang serba salah. "Puih! Sialan! Gara-gara dia dua jariku patah! Lihatlah!" kata Kalan Jaya sambil menunjukan jarinya yang melesak ke dalam. Tulangnya yang sekeras besi bisa dipatahkan oleh Pendekar Tangan Gledek! Kalan Taka melotot sejenak lalu tertawa terkekeh-kekeh. "Hebat! Baru sekali ini ada manusia bisa melukai seorang siluman sehebat dirimu! Apakah kau tidak penasar
Mata Kalan Jaya terbelalak melihat Jaka Geni yang masih berdiri tegak dengan aura petir menyelimuti tubuhnya. Dia mengucek matanya yang merah membara beberapa kali. "Tidak bisa di percaya! Kau masih hidup setelah di sambar gledek!?" seru Kalan Jaya dengan wajah tidak percaya dengan apa yang di lihatnya. Kalan Taka seketika berdiri dan menatap takjub pada pemuda yang masih berdiri tegak itu. "Pemuda hebat! Ini hal yang sangat langka!" ucapnya sambil mengelus jenggotnya. Seruling di tangan Jaka bergetar. Dengan gerak cepat Jaka meniup sepuluh kali tiupan. Makhluk merah berkepala botak itu terkejut. Meski hampir tidak terasa gelombang serangan dari seruling itu, namun Kalan Jaya bisa merasakan aura bahaya yang mengincar tubuhnya. Dengan gerakan sangat cepat dia berkelit ke sana kemari menghindari serangan gelombang sakti yang tak terlihat. Di luar dugaan Kalan Jaya, Jaka Geni justru memanfaatkan kesibukan dirinya untuk menyerang dengan ajian Gledek Sambar Nyawa! Kecepatan Jaka ham
Mendapat dua serangan sekaligus membuat Jaka Geni tak ingin ambil resiko. Dia melompat di udara dan jungkir balik ke belakang. Dua tinju itu pun hanya menemui tempat kosong. Namun meski menemui tempat kosong, aura dari tinju yang masih berjarak beberapa jengkal saja itu menyeruak membuat batu-batu kecil berserakan. Itu pertanda pukulan dua orang itu sangat kuat. Jelas-jelas mereka berdua hanya menggunakan tenaga luar saja. "Aku mendapat lawan yang paling gila dalam hidupku!" batin Jaka. "Taka, biar aku yang urus orang ini! Kamu duduk saja!" ucap Kalan Jaya. Si botak Kalan Jaya menyerang dengan ganas. Sementara kawannya Kalan Taka duduk menonton pertarungan kawannya melawan Jaka Geni. Bagi Jaka itu suatu keberuntungan tak terduga. Karena jika mereka melawan bersamaan dia akan sangat kesulitan. Untungnya si botak ini terlalu sombong dan meremehkan lawan. Pertarungan pun terjadi antara Jaka Geni dan Kalan Jaya. Setiap pu
"Apakah tidak ada cara selain melewati dua makhluk itu Rara Wilis? Mungkin saat siang hari mereka tak akan muncul?" tanya Jaka Geni kepada ular hijau itu. Rara Wilis mendesis sesaat. Tubuhnya menatap tegak ke arah lembah. "Tidak ada jalan lain, meski siang hari, yang akan kau temui tetaplah dua makhluk itu. Mereka akan berubah menjadi manusia saat siang hari." ucap Rara Wilis. "Bisa jadi manusia di siang hari!?" tanya Jaka tak percaya. Ular hijau kembali mendesis dan menjulurkan lidahnya beberapa kali. "Sepertinya mereka berdua adalah sesembahan para penghuni Perkumpulan Gerhana Bulan. Itu sebabnya mereka mau menjaga satu-satunya pintu masuk lembah ini. Lihatlah pura di beberapa tempat itu. Dia adalah tolak bala. Jadi, dari manapun kamu masuk, maka dua penjaga itu akan menyadari nya. Karena perbatasan yang mereka buat akan terasa saat makhluk lain masuk kawasan itu." terang Rara Wilis. Jaka menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Bisa gila aku ini... Apa benar tidak ada ca
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments