Semua Bab Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan: Bab 171 - Bab 180

Mobil Bella berhenti di depan mansion megah keluarga Ardhanata. Sebelum turun, ia melirik bangunan itu dengan seringai tipis. Saatnya melanjutkan rencananya. Dengan langkah tenang dan tak tergesa, ia keluar dari mobil sambil menggenggam tas mahalnya. Begitu masuk ke dalam, matanya langsung menangkap Ajeng yang baru saja keluar dari lift. “Bella?” gumam Ajeng pelan, wajahnya tampak malas begitu melihat Bella, seolah sudah tahu maksud dan tujuan kedatangannya—seperti biasa, pasti soal Daryan. “Ada apa lagi?” Bella berjalan anggun, berdiri tepat di hadapan Ajeng. “Apa Tante belum tahu artikel terbaru hari ini?” “Artikel?” ulang Ajeng, dahinya berkerut bingung. “Tentang apa?” “Tentang anak Tante, menantu Tante, dan fakta bahwa Savana ternyata pernah tidur dengan laki-laki lain sebelum dengan Daryan,” jawab Bella dengan nada sinis. Bola mata Ajeng membulat, rahangnya mengeras. “Apa maksud kamu? Jangan asal bicara!” Bella menyeringai licik. “Tante ...,” Ia mengeluarkan ponselnya, mem

Daryan baru saja tiba di kantor, langkahnya cepat menuju ruang rapat di mana Revanza sudah menunggu. Tangan Revanza sibuk mengetik sesuatu di laptop, matanya tak lepas dari layar. Ketegangan di udara terasa semakin tebal, dan Daryan langsung duduk di depan Revanza, tak sabar untuk menyelesaikan kekacauan ini. "Kita harus segera buat konferensi pers," kata Daryan tanpa basa-basi, suaranya datar tapi tegas. "Artikel itu udah tersebar dan komentar netizen terus bertambah, aku nggak bisa tinggal diem. Apalagi kalau berita ini sampai ke mama aku dan mama mertua yang punya penyakit jantung." Revanza mengangguk, tapi wajahnya terlihat jauh lebih kusut dari biasanya. "Aku tahu, Dar. Tapi aku belum bisa hubungi semua media yang terlibat. Artikel ini udah tersebar di sepuluh outlet berita. Ini lebih besar dari yang kita kira." Daryan menatap sahabatnya itu dengan tatapan serius. "Siapa di balik semua ini, Za? Siapa yang nyebar fitnah ini?" Revanza menghela napas panjang, lalu menatap Darya

“Nggak!” Savana menggeleng lemah, tatapannya penuh permohonan. “Arkana harus selamat, Arkana harus lahir ke dunia. Kamu pengen lihat dia, kan? Dia harus lahir biar bisa ketemu sama kamu, sama Mama yang udah nungguin dia. Biarin Arkana lahir, Mas.” “Nggak, Arkana nggak perlu lahir. Aku nggak mau lihat Arkana dengan cara merelakan kamu pergi. Itu nggak akan pernah terjadi, Savana. Kamu harus tetap hidup di samping aku.” Daryan menarik tubuhnya dan menatap dokter dengan intens. “Segera selamatkan istri saya, cepat!” Savaan menggeleng lemah, air matanya menetes. “Jangan, jangan selamatkan saya, Dok. Selamatkan anak saya. Anak saya pengen lihat dunia.” “Sayang,” Daryan berusaha menenangkan, menggenggam tangan sang istri yang mulai dingin. “Aku nggak pengen ketemu Arkana. Aku cuma pengen kamu selamat. Kamu harus terus hidup. Masih ada kehidupan selanjutnya untuk anak-anak kita.” “NGGAK!” Savana berteriak serak, lirih dan lemah, suaranya penuh desakan dan kesedihan. “Kamu jahat! Arkana a

“Di mana dia?” tanya Dewa, ayah kandung Radja, dengan tatapan tajam menatap putranya. “Dia gak mau angkat telepon aku, Pa,” jawab Radja datar, matanya tak lepas dari layar ponsel, menunggu pesan balasan dari Bella. “Lagian, Papa gak percaya sama anak sendiri. Mbak Bella kan adik Papa, masa gak tahu wataknya?” “Lalu bagaimana Papa bisa percaya penjelasan kamu, kalau tidak ada bukti? Papa sendiri pernah melihat kamu datang ke rumah sakit dan menemani istri Daryan. Bisa jadi kalian memang diam-diam punya hubungan!” balas Dewa dengan nada tajam, rahangnya mengeras dan matanya memerah. Stella yang melihat kemarahan suaminya langsung menimpali, “Pa, ini semua tidak benar. Pasti ini ulah Bella, karena dia cemburu sama Savana dan memanfaatkan kesempatan ini untuk menghancurkan rumah tangga Daryan dan Savana. Dia bahkan melibatkan Radja. Mama juga tahu, Bella sebenarnya tergila-gila sama Daryan, makanya dia berani menjebak Savana, bahkan keponakannya sendiri.” Dewa menatap istrinya dengan

“Apa-apaan ini?” Bella terlonjak di atas ranjang saat mendengar Radja mengklarifikasi bahwa artikel yang sedang ramai di media sosial itu tidak benar. Rekaman pemuda yang merupakan keponakannya itu sudah tersebar luas. Tanpa wartawan atau konferensi pers resmi dari sang ayah, Radja mengungkapkan fakta bahwa dirinya dan Savana tidak memiliki hubungan apa pun, hanya lewat video rekaman biasa dari ponselnya. Namun, bukannya menyesal, Bella malah tertawa jahat. Meski semua berita sudah ditarik kembali dan Daryan serta Radja sama-sama gencar mengklarifikasi, dampak buruknya sudah terlanjur terjadi. Kini, Savana berada di antara hidup dan mati. “Daryan susah banget ya dibohongi!” keluh Bella kesal, merasa usahanya sia-sia karena orang yang seharusnya termakan artikel itu justru menjadi garda terdepan untuk Savana. “Bisa-bisanya dia masih yakin itu anak kandungnya, padahal bukti CCTV udah mengarah ke sana. Dan dia ... dia masih ngotot kalau itu anak kandungnya.” Ia melemparkan ponselnya