Lahat ng Kabanata ng Membebaskan Diri Dari Perbudakan Suami dan Anak: Kabanata 71 - Kabanata 80

Justin merebut kembali ponselnya, lalu bertutur, "Kak Farel, menurutku Mike benar. Sekarang, Keluarga Tantono sedang kesulitan. Kalau kamu muncul untuk membantu saat mereka nggak bisa bertahan, kamu akan menjadi penyelamat keluarganya. Jovita pasti akan menangis memohon rujuk."Suasana hati Farel yang awalnya kacau, seketika membaik begitu mendengar ide dari Justin dan Mike."Baiklah. Aku mengerti," timpal Farel. Ketika dia hendak mengakhiri panggilan, Justin mengingatkan, "Ingat yang kami bilang. Kamu harus memegang kendali penuh. Jangan sampai dia mendapatkan uang sepeser pun!"Farel mengakhiri panggilan. Tak lama kemudian, persidangan dilanjutkan. Setelah menenangkan diri sebentar, sikap semua orang sudah terlihat jauh lebih tenang.Farel berbicara lebih dulu. Katanya, "Jovita, kalau kamu mau bercerai, boleh saja. Karena menurutmu hubungan kita sudah hancur, bertahan juga percuma. Tapi, nggak semua hal bisa kamu tentukan. Soal uang, aku nggak akan berikan sepeser pun padamu."Lantar

Farel merebut kembali botol alkoholnya, lalu meneguknya dua kali. Dia berteriak, "Abaikan aku! Jangan pedulikan aku!"Livia langsung duduk di samping Farel, mengambil sebotol alkohol, dan minum bersamanya. Dia bertanya, "Apa kamu sesedih itu karena bercerai dengan Jovita?"Mendengar nama Jovita, raut wajah Farel seketika menjadi muram. Dia membuang botol alkohol ke lantai dengan keras hingga pecah berkeping-keping.Farel mengeluh, "Apa hak Jovita? Sebenarnya atas dasar apa dia mengajukan cerai padaku! Dulu, setiap kali aku beri dia jalan keluar, dia selalu menurutiku. Hari ini, dia malah bilang hubungan kami hancur? Jelas-jelas dulu dia begitu mencintaiku!"Livia menyerahkan botol alkohol di tangannya untuk Farel sembari bertanya, "Dia mencintaimu. Gimana denganmu? Apa kamu juga mencintainya?""Kami sudah mau bercerai. Cinta apa lagi!" balas Farel.Di dalam ingatan Livia, dia sangat jarang melihat Farel kehilangan kendali seperti ini. Bahkan ketika dirinya tiba-tiba minta putus dan per

"Kenapa? Kakakku maksa kamu jadi PSK?"Baru saat itulah Jovita sadar bahwa yang berbicara adalah Siska. Ekspresinya pun sedikit melunak. Siska juga tidak berbasa-basi, langsung duduk di sebelahnya."Istilah itu kedengarannya terlalu kasar. Aku lebih suka menyebutnya membebaskan sifat alami." Santos berkata sambil mengambil daftar minuman dan melihatnya serius sebelum memesan.Siska mengangkat alisnya. "Aku nggak bakal kasih diskon ya.""Dasar bocah nggak tahu diri. Aku datang buat dukung bisnismu, masa nggak dapat harga keluarga?""Jelas nggak. Namanya juga dukung bisnis, ya harus totalitas dong. Lagian, kamu juga bukan orang yang kekurangan duit."Melihat kakak beradik itu saling bercanda, hati Jovita menjadi lebih tenang.Siska pun merangkul Jovita. "Sahabatku, ayo ngaku, kakakku suruh kamu kerja rodi nggak?"Jovita tertawa, tidak bisa menahan diri. "Kamu bicara seolah-olah kakakmu itu monster."Santos cemberut. "Dasar bocah nggak tahu diri. Jadi kakak itu susah, tahu!"Saat ini, pel

Putaran ketiga dimulai. Kali ini, Siska dan Winny mengeluarkan batu, Jayden mengeluarkan kertas, sementara Jovita dan Santos sama-sama mengeluarkan gunting.Jovita langsung bereaksi, maju dan menggenggam tangan Santos. Namun, karena posisi mereka cukup jauh, Jovita kehilangan keseimbangan dan hampir jatuh di depan Santos.Refleks Santos sangat cepat. Dia langsung menopang Jovita. Tangan mereka saling bertaut. Ketika mata mereka bertemu, keduanya sama-sama terdiam.Entah karena efek alkohol atau memang lampu-lampu di bar ini membawa nuansa berbeda, untuk sesaat, jantungnya terasa lebih cepat saat menatap wajah tampan itu.Sementara itu, Santos yang biasanya cepat tanggap, kali ini malah menjadi lambat sepersekian detik. Begitu sadar, dia buru-buru membantu Jovita berdiri tegak.Setelah menoleh, mereka baru sadar bahwa tiga orang lainnya sudah tidak bermain, hanya berdiri terpaku menatap mereka. Tak lama kemudian, ekspresi ketiganya menjadi iseng dan penuh makna, membuat Jovita merasa sa

Namun, begitu benar-benar duduk berdampingan dengan Santos, Jovita tetap merasa ada yang aneh.Permainan dimulai dari Jayden. Dia lebih dulu menggigit selembar tisu, lalu menyodorkannya kepada Santos. Ketika Santos menyobeknya, kertas itu hanya tersisa separuh.Saat Santos menoleh ke arah Jovita sambil menyodorkan kertas itu, Jovita sontak tertegun. Bukan karena tisunya terlalu kecil, tetapi untuk bisa menggigitnya, mereka harus sangat dekat.Melihat semua orang bersenang-senang, Jovita merasa kalau dia terlalu kaku, akan merusak suasana.Tepat saat itu, Santos menatapnya sambil menaikkan alis. Jovita menggertakkan gigi, lalu mendekat.Dia sedikit memiringkan kepala dan menggigit ujung tisu tersebut. Karena jaraknya begitu dekat, dia bisa merasakan napas Santos mengenai wajahnya. Wajah Jovita pun terasa panas, entah karena efek alkohol atau karena napas Santos.Jovita langsung menoleh dan menyodorkan tisu itu ke Siska. Sayangnya, Jovita kurang pandai mengatur tenaga. Kini, kertas yang