Di tengah kamar yang remang, David melepaskan genggaman. Wajahnya datar, mata masih ada sisa bara emosi. Dengan gerakan cepat dan kuat dia menekan dua pundak Irish agar duduk. "Duduk!" ketusnya. Irish menatapnya merinding dan bergidik ngeri. Dia gemetar, tapi tak berani melawan. Apalagi melihat gerakkan David yang cepat, tanpa kata, tapi dengan ekspresi wajah seperti ingin melalapnya. David menarik napas panjang, lalu mengambil kapas steril, kasa, serta salep anti memar. “Beruntung tulang pipimu masih utuh. Kalau patah, bagaimana nanti kamu akan menggodaku?” ketusnya. "Hem!" Irish menatap gugup dan menarik nafas dalam. Dua tangannya mencengkram gaun. David menuang cairan antiseptik pada kapas, lalu satu tangannya menahan dagu Irish agar tidak menunduk. “Diam!” "Auwhhh!" Irish meringis pelan. Rasa perih menyengat, tapi yang lebih ngeri tatapan David. “Luka begini sudah gemetar. Harusnya berpikir sebelum nekat berdiri di depan semua orang,” ketus David. Irish menelan lud
Last Updated : 2025-11-03 Read more