"Jangan berani naik ke ranjangku!" Tapi malah dia sendiri yang naik ke ranjang Amber. Amber, wanita yang selalu dikatakan anak haram terpaksa jadi istri dadakan pria dingin. Namun, kehidupannya setelah menikah tidaklah mudah. Dia bahkan diharuskan bercerai dalam jangka waktu tertentu. Tapi, takdir berkata lain. Akankah Reyvan mampu membuat Amber terus berada di sisinya?
Lihat lebih banyakSeorang wanita mematung dan membeliak kaget saat mendengar suara menjijikan di kamar calon suaminya. Suara dua insan yang sedang--
'Akkhh ....' Dadanya berdenyut nyeri bak tersayat duri. "Dion, kamu sudah melamar anak haram itu, serius mau menikahinya?" Wanita itu menajamkan rungunya. Ya, mereka sedang membicarakannya. "Aku menikahinya? Buat apa? Aku bertahan sama dia selama ini cuma buat kamu, Vio. Bukannya kamu mau lihat dia hancur? Aku buat dia jatuh cinta sampai gila, lalu aku lamar, dan setelah itu aku buang." Tawa remeh mereka membuat dada wanita itu semakin sesak. Amber-wanita 26 tahun itu kini telah berdiri mematung di dalam apartemen kekasihnya. "Dion? Viona?" Amber tajamkan rungunya, berharap suara-suara itu hanya ilusi, tapi ternyata ... nyata. Amber membawa satu kotak cake kecil yang dia hias sendiri. Dua tahun bersama dan malam ini, sebenarnya dia ingin memberi kejutan kecil untuk kekasih yang juga bisa dibilang calon suaminya. Akan tetapi, yang menyambut bukan pelukan hangat, melainkan suara menjijikan. Langkah Amber pelan, berusaha tanpa suara. Dia mendekat ke pintu kamar yang tidak ditutup rapat. Suara dua insan jadi semakin jelas dan membuatnya merinding. Dua tangannya terkepal kuat. "Dion, apa kamu pernah menikmati tubuh Amber?" "Jangan bercanda. Aku mana bisa bergairah sama wanita seperti Amber." Amber terdiam di balik tembok sebelah pintu. Napasnya tertahan. Tangannya mencengkram kuat kotak cake. 'Bukannya Viona hampir menikah? Apa calon suaminya tahu soal apa yang saat ini Viona lakukan?' batin Amber. Viona adalah kakak tirinya. Wanita yang selalu menatapnya seperti duri, kalau berbicara padanya selalu tajam. Dan bila tersenyum, seperti racun. Lalu, Amber mendorong kuat pintu kamar itu, membuat daun pintu membentur tembok. "Bagus! Luar biasa! Kalian memang pasangan brengsek!" Dion sontak melotot kaget. "Amber! Bagaimana kamu bisa ada di sini?!" Dion cepat melepaskan diri dari Viona, memungut celana yang tergeletak di lantai lalu mengenakannya tergesa. Amber menyipitkan mata, terkekeh sinis. "Jangan buru-buru, Dion. Nikmati saja hasil kebusukan kalian." Viona menggeram keras sambil menarik selimut menutupi tubuhnya. "Dasar wanita nggak tahu malu! Ganggu kesenangan orang saja!" Lalu, Dion mendekat cepat. "Sejak kapan kamu datang, Amber?" Amber tersenyum miring, sorot matanya tajam. "Sejak aku sadar kalau kamu adalah pria terbrengsek di dunia ini yang tidur dengan calon ipar." Dion melotot diam. "Ini buat waktu dan ketulusanku yang terbuang sia-sia selama ini!" Tangan Amber langsung terangkat. Satu tamparan keras mendarat di pipi Dion hingga meninggalkan bekas merah menyala. "Amber!" Dion meraung geram, memegang pipinya. Dada Amber naik turun menatap tajam. "Apa?" Saat tangan Dion terangkat ingin membalas, tapi Amber cepat mengambil box cake yang tadi dia bawa. Dengan cepat cake itu dilemparkan tepat ke wajah Dion. "Dan ini aku bawa spesial buat kamu!" Wajah Dion seketika berlumur cream. Viona menjerit. "Amber! Kurang ajar kamu!" Amber tersenyum getir, matanya menatap Viona yang hendak bangkit, tapi urung karena tubuhnya masih tak berbalut kain. Dia memungut sisa cake yang tercecer, lalu melemparkan ke arah Viona. "Ini juga spesial buat wanita tak tahu diri sepertimu!" Viona menjerit makin kesal. "Amber! Aku pasti akan membalasmu nanti!" Dia menggeram mengusap cream di wajahnya. Amber menatap dingin. "Silakan. Aku justru menunggu kapan kamu berani keluar dari sarang tikusmu!" Lalu, Amber cepat berbalik. "Silahkan lanjutkan permainan kalian!" Dia melangkah pergi. Dion mencoba menahan tangan Amber saat dia hendak pergi. "Amber, tunggu dulu!" Amber menghempaskan tangan Dion kasar. "Lepas! Mulai sekarang, kita nggak ada hubungan apa pun lagi. Nggak akan ada juga pernikahan!" Wanita itu melanjutkan langkahnya menuju pintu. Sesaat sebelum melangkah keluar, dia menoleh sedikit. "Vio, ambil sampah itu. Aku nggak butuh pecundang seperti dia!" Setelah keluar dari apartemen, Amber cepat masuk lift. Beruntung hanya ada dia seorang. Dia lekas mengangkat dagunya agar hatinya lebih kuat. Sorot matanya kosong. Dia berdiri mematung. Punggungnya pelan bersabar lemas, lalu perlahan merosot. "Dion ... Viona ... Akhhh. Kalian benar-benar tak tahu malu." Dia memukul-mukul dadanya sendiri. "Aku benar-benar bodoh! Bodoh sampai nggak paham dengan gelagat kalian berdua!" Napasnya pendek-pendek, bak tercekik di tenggorokan. Jantungnya berdetak terlalu keras, dadanya terasa makin sesak. "Anak haram?" Amber tertawa miris ditengah derai air matanya. Amber adalah anak dari istri siri ayahnya. Dan masuk keluar itu dengan status anak angkat. Miris bukan, tapi demi ibunya, dia diam menahan penghinaan selama ini. Yang lebih menyesakkan. Dion--pria yang dia pikir akan jadi pelabuhan terakhirnya. Pria yang dia percaya, dia pertahankan, bahkan saat semua orang bilang Dion hanya numpang hidup di hati dan dompetnya. Kini malah menertawakannya dari balik selimut bersama Viona. ------ Seorang pria tampan berbadan tegap berdiri di depan cermin tinggi. Setelan jas pengantin hitam arang membingkai tubuhnya yang sempurna. Tangannya merapikan jasnya. Sorot matanya tajam pada pantulan dirinya. Sang asisten masuk mendekat dan berbisik, "Pak Rey, pengantin wanitanya kabur." Tangan Reyvan, pria 30 tahun itu berhenti di dua sisi jas. Tatapannya tidak bergeser dan makin tajam. Atmosfer mendadak menegang. "Ulangi!" Suaranya rendah menekan. "Tuan besar memutuskan pernikahan tetap berjalan, tapi mempelai wanita akan diganti." Mata Reyvan melirik tajam. "Siapa?" "Anak angkat keluarga Dinata." Senyum sinis tipis muncul di bibir Reyvan. "Anak haram itu?" Prama mengangguk. "Bukan anak haram, tapi hasil pernikahan siri Tuan Dinata yang tak diakui." Reyvan menahan napasnya tiga detik. Lalu mendesis pelan. "Jadi mereka pikir aku ini boneka keluarga Dinata yang bisa seenaknya saja mereka permainkan? Heh! Mengganti mempelai?" "Tuan besar ingin menjaga kehormatan keluarga, Pak." Reyvan membalikkan tubuhnya. Tanpa kata lagi, dia keluar kamar dan berjalan menuju kamar mempelai wanita. Dan tanpa mengetuk, dia membuka pintu. Seorang wanita kaget dan sontak menatap arah pintu. Matanya menatapku lekat pria tampan yang kini juga menatapnya intens tajam. Amber tahu dia siapa. Reyvan Kalingga--CEO di perusahaan tempat dia bekerja. Amber memang dilarang bekerja di perusahaan keluarganya sendiri karena Viona. Dia dianggap akan merebut harta kekayaan keluarga Dinata. Sorot mata tajam Reyvan langsung memindai sisi ruang. Lalu, dia tersenyum tipis. "Kenapa kalian masih di sini?" Tuan muda Reyvan menatap tajam pada mua di sana, dan tak butuh waktu lama mereka keluar tergesa. Hanya tersisa wanita dengan wajah datar dan tatapan kosong. Amber kini berdiri anggun dengan balutan gaun pengantin warna putih menjuntai anggun. Dia diam menatap pantulan wajahnya. Dari cermin itu, dia dapat melihat sosok Reyvan yang pelan mendekatinya. "Bagus. Jadi ini yang katanya pengganti pengganti?"Amber duduk bersandar headboard di sisi suaminya. Dia penasaran apa yang akan dikatakan mertuanya, lebih penasaran lagi dengan apa yang akan dikatakan Reyvan. Apa akan jujur kalau mereka sudah- “Kenapa kemarin tidak menemui Mama? Mama sudah menunggumu saat di kediaman, dan sekarang pun Mama sedang ada di rumahmu, tapi kamu di mana?!” teriak Tania melengking. Amber menegang, tangannya mencengkeram selimut. Dadanya sedikit sesak. Hidup dengan Reyvan tanpa restu, apakah mungkin? Bagaimana jika keluarga besar Kalingga akan selamanya menolaknya? Akh, tidak bisa. Pasti ada caranya. 'Pesona apa yang tidak bisa mereka tolak?' batin Amber. Mulai berpikir keras. Reyvan malah tenang, suaranya pun datar. “Oh, lagi ngadon ....” Mata Amber membelalak tegang. Enteng banget suaminya bilang. Di sana, mata Tania melotot. “Ngadon apaan? Ngomong yang benar! Cepat temui Mama sekarang!” teriaknya. Tawa pendek keluar dari Reyvan. “Bulan madu, Ma. Sekalian bikin adonan cicit, sesuai pesanan Opa.” Ambe
Amber berdiri gugup di tengah kamar dengan lingerie tipis yang melekat di tubuhnya. Cahaya temaram lilin menyorot lekuk siluetnya, membuat wajahnya semakin memerah. Jantungnya berdebar hebat, hampir tak sanggup menahan gelombang rasa malu bercampur gugup.Tatapan Reyvan membeku. Matanya menyapu setiap inci tubuh istrinya dengan gejolak yang ditahan. Nafasnya tercekat. Lingerie itu … entah bagaimana Amber bisa mau memakainya, tapi kini sosok istrinya begitu mempesona dan menggoda di depan mata.Tak bisa mengendalikan diri lagi, Reyvan pelan mendekat. Dalam satu gerakan, bibirnya menyambar bibir Amber.Ciuman itu begitu dalam, membuat Amber terbelalak sesaat, lalu matanya terpejam mengikuti arus. Tubuhnya bergetar, tangannya refleks menempel pada dada bidang suaminya.Dengan gerakan pelan, Reyvan meraih pinggang Amber dan mengangkat tubuh istrinya.Amber terperanjat, kedua tangannya mencengkeram bahu Reyvan erat. Lalu, pria itu membaringkannya perlahan di atas ranjang. Sorot mata Reyva
Amber menutup mulutnya yang ternganga, matanya membelalak tak percaya saat pintu kamar resort terbuka.Honeymoon suite itu seakan membuat napasnya berhenti sejenak. Ruangan luas dengan jendela kaca menampilkan laut biru yang berkilau di bawah sinar matahari senja. Ranjang king-size, di atasnya tertabur kelopak mawar merah yang membentuk hati. Balkon terbuka langsung menghadap pantai dengan suara debur ombak yang menenangkan. Amber tercengang, hatinya bergetar haru, matanya berkaca-kaca, dan senyum lebarnya tak mampu dia sembunyikan.Reyvan menatap puas wajah istrinya yang bersinar. Senyum samar melintas di bibir pria itu.Lalu, Reyvan mendekat, kedua lengannya melingkari pinggang Amber dari belakang. “Kamu suka?”Amber menoleh sedikit, menatap wajah tampan suaminya yang kini bertumpu di atas pundaknya. Dia mengangguk. “Makasih, aku suka.”Pelukan itu terurai perlahan, berganti dengan tatapan dalam. “Istirahatlah sebentar. Nanti akan kuajak keliling tempat ini.”Amber mengangguk. Tubu
“Honeymoon. Kita akan berangkat sekarang ke luar negeri.”Dada Amber langsung mendesir tak karuan. Rasanya bak tersengat energi yang menciptakan gelenyar-gelenyar rasa berbunga-bunga, tapi gugup tak karuan. Sedang Reyvan menghela napas panjang dengan wajah tenang, aura cool tetap dia jaga. Tatapannya datar, seolah biasa saja. Padahal di dalam kantong celana, tangannya meremas-remas gugup tak terkendali.Belum ada jawaban. Istrinya itu malah mematung, membuat pria itu semakin gelisah.“Jangan kecewakan Opa. Di usianya itu, harusnya beliau sudah punya cicit minimal lima. Tapi satu pun belum ada. Aku sebagai cucunya merasa bersalah. Dan aku .…” Napas Reyvan tersendat, sorot matanya menatap lurus pada Amber, dengan segudang perasaan tak karuan. “Mohon bantuanmu. Karena aku tidak bisa mengabulkan keinginan Opa sendirian.”Ya jelaslah, Reyvan tidak bisa membuat adonan cicit seorang diri. Itu bukan pekerjaan yang bisa dilakukan solo. Harus ada pasangannya. Harus ada Amber.“Bu-bulan madu?”
Lalu, Viona kembali menjerit histeris. “Tolong! Tolong! Aku di sini!” Namun belum sempat suaranya mereda, lift tiba-tiba kembali terjun bebas. Tubuhnya terpental ke udara. Jeritannya menggema. BRAKKK “Akkkkk!” Belum sampai lantai dasar, lift berhenti lagi dengan hentakan keras. Tubuh Viona terhempas ke lantai. Kepala dan tubuhnya menghantam keras. Mata terbelalak, nafasnya tertahan, lalu gelap. Viona sudah tidak sadarkan diri, nafasnya sangat lemah. Lift itu kini terdiam sunyi, hanya menyisakan tubuh wanita yang kini tergeletak tak berdaya di dalamnya. -- Sedang Dion baru saja selesai sarapan. Lalu, dia menyambar ponselnya matanya membulat tegang. [Dion, cepat jemput aku di sini. Aku kirim alamatnya. Aku lagi sama orang yang kita suruh mencelakai Amber. Mereka bawa bukti dan ingin minta bayaran lebih.] Seketika rahang Dion mengeras. "Hish! Preman kampung saja mau bertingkah. Dia belum tahu aku siapa!" Dia merebahkan kepalanya kedua sisi, dan melemaskan dua pundaknya. Lalu,
Amber dan Reyvan sudah duduk di meja makan. Di atas meja tersaji roti bakar, telur ceplok, segelas susu hangat untuk Amber, dan secangkir kopi hitam untuk Reyvan.Sederhana, bukan? Tapi saat si tuan muda angkuh itu membuatnya, sudah menggemparkan seisi rumah. Untung saja saat itu istrinya tidak terbangun. Karena Reyvan terus menggeram dan teriak kesal saat telur yang dia buat gosong atau tak berbentuk cantik.Reyvan menarik kursi untuk istrinya. “Duduklah. Bagaimana, apa kamu terharu?”Amber duduk, matanya menatap hasil usaha suaminya. Dia mengangguk kecil, senyumnya tipis. “Amazing. Sungguh suatu kehormatan, bisa menikmati masakan tuan angkuh ini.”Reyvan mendecih kecil. “Istriku memang sangat manis.” Dia menyuap roti, matanya tak lepas dari wajah Amber.“Siang nanti kita akan ke rumah Opa. Apa kamu baik-baik saja?”Amber terdiam sesaat, lalu mengangguk. "Memangnya aku kenapa? Aku sangat baik. Aku terlalu tangguh untuk terus terpuruk. Tenang saja, Rey, kamu ini punya istri yang begit
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen