All Chapters of Pengantin Dadakan Sang Mafia: Chapter 71 - Chapter 80

“Jangan katakan kalau kau juga akan pergi.” Anna masih tidak percaya dengan pendengarannya. Bagaimana dia akan menjelaskan hubungan mereka pada Thomas jika dia datang bersama Felix? Pikirannya berputar mencari alasan yang masuk akal.“Kau pikir aku akan membiarkan nyonya Harrington pergi sendirian menemui seorang pria di sebuah pesta?” Felix menatap tajam isterinya.“Apa?” Anna merasa wajahnya memerah seketika. Darahnya naik ke pipi dengan cepat. “Tuan Harrington, kau berlebihan. Ini tidak seperti yang kau pikirkan. Kami hanya berteman—““Aku tidak perlu penjelasanmu.” Felix memotong kalimat Anna dengan nada dingin. “Ini bukan soal cemburu. Ini soal harga diri.” Dia berbalik dan berjalan cepat menuju walk in closet untuk berganti pakaian.Anna menangkupkan kedua telapak tangan ke pipinya yang masih terasa panas. Dia tidak mengira akan seperti ini—pergi ke pesta terbuka dengan pria paling berpengaruh di Lumora. Jantungnya berdebar keras, entah karena gugup atau karena sesuatu yang lain

Anna melangkah tergesa-gesa menuju mobil yang sudah menunggu di halaman depan. Kepalanya masih dipenuhi kekesalan terhadap Felix yang pergi begitu saja.“Dasar pria menyebalkan,” gumamnya seraya mengayunkan tas kecil di tangannya. “Katanya akan pergi bersama, tapi malah kabur tiba-tiba. Jangan salahkan aku kalau merayu pria-pria tampan di pesta nanti.”Karena tidak memperhatikan sekitar, saat memutari bagian depan kendaraan, dia hampir menabrak seseorang yang tiba-tiba muncul dari balik bayangan.“Nyonya—“Bayangan itu adalah Silvia. Untung saja dia memiliki refleks yang baik. Pengawal pribadi Anna itu dengan cekatan berkelit ke samping, tubuhnya sedikit membentur bodi mobil hitam yang mengkilap. Anna hanya menyerempetnya sedikit, tapi cukup untuk membuatnya terkejut setengah mati.“Apa yang kau lakukan?” Anna langsung memarahi gadis di hadapannya. “Kenapa bersembunyi dalam gelap seperti itu? Aku pikir kau hantu atau semacamnya.”Anna menangkupkan kedua tangannya ke dada, memastikan j

Anna tidak terlalu peduli dengan sikap dingin mereka. Dia sudah terbiasa dengan pandangan meremehkan seperti itu. Selama bertahun-tahun hidup sebagai anak yatim piatu, dia sudah mengalami berbagai macam perlakuan tidak menyenangkan dari orang-orang yang merasa lebih tinggi kedudukannya. Yang membuatnya senang adalah aroma makanan lezat yang menguar dari meja prasmanan yang panjang.“Thomas, aku lapar. Boleh kita ke sana?” Anna menunjuk ke arah meja yang penuh dengan berbagai jenis kue dan makanan ringan.“Tentu saja.” Thomas tampak lega bisa menjauh dari orang tuanya. Situasi yang canggung tadi membuatnya merasa tidak nyaman. “Ayo.”Anna melangkah dengan antusias menuju meja prasmanan, matanya berbinar melihat deretan kue-kue cantik yang tersusun rapi. Ada kue cokelat berlapis yang tinggi dengan hiasan bunga gula, kue buah dengan hiasan krim putih mengembang, tart buah-buahan segar dengan strawberry dan kiwi yang dipotong cantik, dan berbagai jenis pastry yang tampak menggugah selera.

Tawa Dorothy kemudian terdengar penuh kebahagiaan dan penghinaan. Bagaimana hatinya tidak bahagia? Saingan cintanya ternyata memilih pria lain. Kesempatan Dorothy akan terbuka lebar.Tapi sebentar, mungkinkah Anna hanya mengatakan omong kosong? Jangan-jangan dia sedang dikerjai hingga menjadi lengah. Dorothy menyipitkan matanya, mencoba membaca ekspresi wajah Anna."Siapa?" Sebelum Dorothy menanyakannya, Thomas telah mengatakan kalimat itu lebih dulu. Suaranya terdengar putus asa. Dia berharap masih memiliki kesempatan."Aku khawatir dia tidak berani mengatakannya." Dorothy merasa mulutnya sangat gatal untuk menambahkan kalimat-kalimat merendahkan. Senyum jahatnya semakin lebar. "Mungkin seorang teman sesama pelayan kafe. Atau tukang parkir di universitas. Oh, kurasa paling bagus, seorang pemilik toko serba ada di ujung jalan. Aku sering melihat mereka berbicara saat berbelanja. Salah satu dari tebakanku ini pasti benar."Dorothy tidak bisa membayangkan kemungkinan lain yang lebih ba

Di posisinya, Silvia bersiaga terhadap sekeliling. Wajah cantiknya mengeras dalam eskpresi dingin. “Nyonya, hati-hati,” bisiknya. “Sebaiknya kau pergi jika ada kesempatan. Aku bisa mengatasi mereka di sini.”“Aku tidak akan pergi,” ujar Anna keras kepala. Dia tidak akan membiarkan Silvia bertarung sendirian dan melewatkan kesenangan menghajar orang-orang bodoh ini.Silvia menggeleng keras. "Nyonya, kau tidak mengerti. Jika sampai kau terluka, tuan akan membunuhku.”“Aku akan baik-baik saja dan iblis itu tidak akan membunuhmu tanpa melewatiku lebih dulu.” Anna meyakinkan pengawalnya.Siapa yang kau sebut iblis?Silvia merasa suram di hatinya. Tapi dia tidak punya pilihan lain lagi.Pertarungan kedua dimulai. Silvia bergerak dengan gesit di antara para petugas, menghindari tangkapan mereka sambil melancarkan serangan balik. Tapi kali ini lawan-lawannya terlalu banyak. Satu per satu mereka berhasil mengepungnya.Anna memukul dan menendang secara acak dengan kaki telanjangnya. Dia bahkan